Bagian 09 : Sudah terlambat

788 44 4
                                    


بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

🍁🍁

“Sya, nanti aja!”

“Nggak ada nanti-nanti, kamu belum nelan sedikitpun makanan dari tadi pagi, Jihan!” tegas Natasya sambil menggandeng Jihan dan mengajaknya ke kantin.

Sejak tadi pagi sampai siang ini, gadis itu selalu ada saja alasan setiap dirinya menyuruhnya makan.

“Pokoknya sebelum makanan ini habis, kamu nggak boleh bergerak dari tempat duduk itu!” Dengan kalimat tegas dan sorot mata serius, Natasya mengucapkan kalimat tersebut pada Jihan. Persis seorang Ibu yang mengomeli anaknya.

“Iya,” sahut Jihan pasrah dan memang tidak punya pilihan lain lagi. Gadis itu mengambil sendok dan mulai menyendokkan soto yang dicampur nasi itu ke dalam mulutnya.

“Aduh ...!”

Jihan yang baru menelan makanan beberapa sendok itu mendongak. Keningnya bertaut melihat Natasya yang bergerak gusar di depannya.

“Kamu kenapa, Sya?”

“Han, aku ke toilet dulu, ya? Tiba-tiba mules gini. Bentar ya!” Tanpa menunggu jawaban Jihan, Natasya langsung ngacir pergi.

Jihan yang melihat itu menggeleng pelan. Diapun melanjutkan kegiatan makannya sampai habis.

“Assalamu’alaikum.”

Jihan mengangkat wajahnya. Senyumnya terbit melihat seorang santriwati yang kebetulan adalah anggota marawis juga.

“Wa’alaikumussalam, Sinta,” jawabnya kepada gadis itu.

“Boleh ikut duduk di sini?”

Jihan mengangguk.

“Kamu nggak sekalian pesen makan?” tanyanya kepada gadis manis yang duduk tepat di depannya itu.

Sinta menggeleng. “Aku udah makan tadi.”

Jihan ber-oh dan mengangguk paham.

“Eh, ada Sinta juga,” celetuk Natasya yang baru saja kembali.

Sinta menoleh dan tersenyum. “Habis darimana?”

“Toilet.” Natasya mengambil tepat duduk di antara gadis itu dan Jihan.

“Kalian saling kenal?” tanya Jihan melihat interaksi teman marawisnya itu pada Natasya.

Natasya dan Sinta kompak mengangguk.

“Ish, kok aku nggak tahu sih? Kamu nggak pernah bilang loh, Sya.”

“Kamu nggak pernah nanya,” sahut Natasya yang membuat Jihan merengut, tapi diam-diam membenarkan. Selama ini aktivitasnya sehari-hari kalau tidak hafalan, belajar dan marawis.

“Tumben makan di kantin, Han.”

“Iya, dari pagi dia sebenarnya belum sarapan, susah banget, ada aja alasannya!” Bukan Jihan yang menjawab, tetapi Natasya.

“Loh, memang makanan yang aku bawain—” Spontan, Sinta langsung menghentikan ucapannya begitu sadar dirinya akan mengungkap suatu rahasia.

Kening Jihan mengerut. “Makanan yang kamu bawain? Kapan kamu bawa makanan sama aku, Sin?” tanyanya heran.

Sinta terlihat gelagapan. Ya ampun, kenapa mulutnya itu bisa keceplosan sih!

“Assalamu’alaikum.” Tiba-tiba seorang santriwati menghampiri ketiga gadis itu.

Semesta Untuk Fatih [END] TERBIT✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang