Bagian 40 : Benar-Benar pergi

772 47 11
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


🍁🍁

مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْرَاَهَا ۗاِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌۖ 
 

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

(QS.57 [ Al-Hadid ] : 22)—

🍁🍁

“Astaghfirullah, Ya Allah, kumohon kuatkan aku!” Arka mencoba bangkit berdiri dan kembali melanjutkan pencarian Jihan dan Alin. Setengah perjalanan, lelaki itu tertegun saat kakinya menginjak sesuatu. Dia mengambil benda yang dia injak itu. Sebuah ponsel.

“Ponsel siapa ini?” Kening Arka bertautan karena berfikir. Detik berikutnya, dia terbelalak saat teringat ponsel itu adalah ponsel milik Alin.

“Ya Allah ....” Arka langsung berlari ke kawasan hutan di sebelah kirinya.

Sementara di sisi lain, mobil yang dikendarai Dani akhirnya tiba di lokasi. Lalu disusul dengan mobil Polisi di belakangnya.

Baru saja turun dari mobil, bersamaan itu Dian dan Alvin keluar dari dalam hutan.

“Itu mereka penjahatnya, Pak! Itu mereka!” pekik Dani dengan spontan.

Dian dan Alvin yang baru saja mau masuk ke mobilnya terkejut bukan main mendengar pekikan itu, percobaan mereka untuk kabur kalah cepat oleh para Polisi yang langsung dengan tanggap menangkap mereka dan memborgol mereka.

“Dimana Jihan?” tanya Dani begitu di hadapan Dian.

Smirk jahat muncul di bibir Dian. “Udah terlambat, Jihan udah mati.”

Dani terkejut. Tanpa buang waktu dia langsung berlari menerobos masuk hutan.

•••

Arka menyipitkan pandangannya melihat Alin jatuh bersimpuh di tepi jurang. Dengan cepat lelaki itu menghampirinya.

“Alin, Jihan mana?” tanya Arka.

Alin hanya diam. Isakannya terdengar semakin memilukan.

“Alin, jawab saya Jihan mana?!” Nada Arka naik satu oktaf. Melihat Alin hanya diam menangis di tepi jurang ini membuat fikiran negatif bermunculan di otak Arka.

“Alin, Jihan dimana?!”

“Jihan ... Jihan ....” Rasa sesak dalam dadanya membuat Alin kesulitan berucap. Ini semua salahnya. Kalau saja dia tidak mengajak Jihan untuk mengikuti Dian, semuanya tidak akan seperti ini.

“Alin, tolong katakan pada saya Jihan dimana?” Nafas Arka mulai menderu. Antara kesal dan panik karena Alin hanya diam saja.

Alin menghela nafas singkat. Tenggorokannya terasa tercekat. Detik berikutnya, dia memberanikan diri menoleh pada Arka. “Jihan jatuh ke sungai ...,” jawabnya disusul isakannya yang semakin keras.

Deg!

Arka membeku. Seperti ada batu besar yang dilemparkan padanya. Seluruh persendiannya terasa lemas. Nyaris saja lelaki itu akan tumbang.

Semesta Untuk Fatih [END] TERBIT✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang