"Pria baik beristri buruk. Mungkin kalimat itu bisa menggambarkan perbedaan yang jelas di antara aku dan kamu."
---Arcilla Jennaira.
***
"Ma.. Aira nggak bisa tinggal di sini aja?" Tanya Aira, memasang wajah memelas.
"Gak. Kamu harus ikut suami kamu. Kalau kangen, kamu bisa ke sini, kan masih satu kota."
"Tetep aja--"
"Gak, ya! Gak ada alasan apapun yang membenarkan kemauan kamu. Kamu udah udah punya suami, jadi istri orang, bukan anak kecil lagi. Belajar. Jangan ngeyel. Jadi istri yang baik, nurut sama suami. Sana!"
Aira mengerucut, "Papaa.." Aira merengek, meminta pembelaan dari sang Papa.
Bara malah melirik Alinda yang bergeleng, ia menghela napas, "Benar kata Mama. Kamu memang masih tetap tanggung jawab Papa dan Mama, tapi tidak sepenuhnya lagi, karena ada suami kamu yang juga berhak atas kamu."
"Mama aja tinggal sama suami udah 22 tahun, betah aja tuh."
Aira menatap sang Mama dengan protes, "Ya jelas, Mama-Papa pasti betah karena emang dasarnya budak micin, bucin aja terus kerjaannya. Bilang aja kalian nikahin Aira cepat-cepat nikah biar bisa berduaan terus nggak ada yang ganggu."
"BETUL!!" Seru Alinda dengan cepat, wajah Aira langsung cemberut.
Alinda tertawa, ia menggelitik dagu Aira sambil terkekeh kecil, "Uluululuu.. princess Mama-Papa nan cantik jelita merajuk.. tayang-tayang.."
Arkan dan Bara sampai ikut tertawa kecil melihat itu.
"Udah ah, nanti juga lama-lama kamu juga lupa pulang ke sini saking bucinnya." Ucap Alinda.
"Nak Arkan, kami titip putri kami. Tolong sayangi dia, ya." Ucap Bara pada Arkan, "Dan seperti yang pernah Abi kamu katakan, kepercayaan adalah fondasi sebuah hubungan. Jadi, tolong jangan rusak fondasi yang sudah kami bangun pada kamu."
"Insya Allah, Pa, Ma. Kami pamit, assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh."
"Wa'alaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh."
Inilah awal kehidupan baru Aira. Bersama orang baru dan hubungan baru.
Setelah hilang oleh jarak yang memakan arah pandangnya, Aira duduk tegak selesai melambai dengan senyum sendunya tadi.
Menarik napas sembari menutup mata kemudian menghembuskannya perlahan. Aira menanamkan keyakinan dalam dirinya jika ini adalah awal hal baik untuknya.
Tanpa mengakui secara lisan Aira memang mendengarkan perkataan Arkan dan mengikutinya. Aira akan menanamkan pikiran positif di kepalanya.
"Kamu mau singgah ke mana?"
"Langsung ke rumah lo aja."
Selang beberapa menit perjalanan mereka akhirnya sampai di sebuah rumah yang tidak terlalu besar kelihatannya.
Minimalis khas Eropa, desain hingga tatanannya rapi.
"Suka?"
Aira mengangguk-angguk acuh, "Kalau ada yang ingin kamu ubah, bilang saja."
Aira mengangguk lagi, "Dan ini kamarnya." Arkan membuka pintu sebuah kamar, dari luar Aira sudah bisa menebak jika kamar itu adalah kamar utama.
"Kamu bisa tidur di sini, dan saya tidur di kamar sebelah. Jadi, kalau butuh apa-apa kamu bisa langsung panggil saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Kanaira (On Going)
Romans[Ringankan untuk follow sebelum baca yaw-!] Bagaimana kalian menghadapi semua hal baru yang tiba-tiba datang tanpa persiapan dan diluar kehendak kalian? Siapa yang tahu takdir, setelah menghadapi hal besar yang membuatnya hancur ia dipaksakan menika...