"RA?!" Qeela berteriak memanggil Aira, ia berlari sampai di hadapan Aira.
Memegang pundak Aira, Aira sampai berputar karena Qeela, "Ini beneran lo? ... Ukhti?"
"Ishh... Biasa aja kali, gue baru belajar, belum sesempurna itu kali." Ucap Aira, ia memakai rok dan atasan senada juga hijab pasmina yang menutupi kepalanya.
"Sumpah ya, lo punya seribu cara buat gue dan yang lainnya kaget. Setiap lo pergi terus datang ada aja yang beda. Nanti-nanti kalau lo ngilang lagi terus datang lagi bakal ada apaan?"
Aira terkekeh.
"Tapi, lo cantik banget."
"Jadi, kemaren-kemaren gue jelek?" Aira mendelik sebelum berlalu melanjutkan langkah, Qeela menyusul.
"Ya cantik juga, cuma auranya tambah wow gitu!" Ucap Qeela, "Lo juga tambah berisi sekarang? Tuh pipinya tambah tembem. Btw, Ra, lo betulan udah maafin gue kan? Gue beneran becanda doang lho kemarin."
"I- iya-iya. Buset dah, kebiasaan lo ngomong! Satu-satu kek, gue bingung harus begimane."
"Ya gue kan emang gini." Qeela menyengir, "Maklum lah. Setahun sama-sama lo nggak kenal gue emang? Gue mah hidupnya apa adanya."
Jika Qeela sudah berbicara ia memang tidak kenal jeda, terobos aja sampai lawan bicaranya bingung mau respon gimana. Aira yang sudah kenal pun kadang pusing bicara dengan Qeela, meskipun ya Qeela memang asik dan teman terbaik Aira.
"Sayang, kamu---"
Aira cukup terkejut dengan kedatangan seorang pria yang dikenalinya, merangkul Qeela dengan mesra dengan panggilan sayangnya.
Sama seperti Aira, pria itu pun terdiam karena melihat keberadaan Aira. Qeela panik.
"Ini ... Naira kan?"
Aira tersenyum, lalu mengangguk. Ia melirik Qeela dengan sebelah alis diangkat, bertanya.
Qeela menyengir, menggaruk pelipisnya dengan raut bingung, "E--aa.. hehe.. sebenarnya kita udah lama jadian, Ra. Gak lama juga sih.. beberapa Minggu abis acara yang diadain HIMA kemaren. Mau bilang ke lo, tapi lo ngilang, terus pas lo balik juga kayaknya nggak tepat buat gue cerita ke lo. Sorry, ya, gue baru bilang."
"Oh iya? Wah, selamat, ya." Ucap Aira, ikut senang dengan kabar yang baru dikatakan oleh Qeela. Namun, ia juga sedikit bingung.
"Thanks, Nai." Ucap Rafka, temannya Vino dan kini menjadi pacarnya Qeela, "Oh iya, untuk kelakuan Vino waktu itu, gue sebagai temen dekatnya minta maaf."
Aira mengangguk kaku, menghela napas berat perlahan.
"Hm, sayang, aku ke kelas duluan. Kamu yang semangat belajarnya, jangan kangen."
Qeela terkekeh, "Oke, sayang! Semangat juga!" Kedua tangannya membentuk tinju ke atas, "Hwaiting!"
Seperginya Rafka, Aira merapat lagi pada Qeela, menyeret Qeela yang masih senang melambai dan memperhatikan kepergian sang pacar.
"Qeel, gue bingung deh."
"Ya, gue juga udah nebak pasti lo mikir gitu, tapi emang udah gini kenyataannya. Yang lama deket belum pasti jadian, eh tau-tau jadian sama crush yang udah gue kejar dari dulu secara mati-matian."
"Nah, kan!"
"Secara lo tau lah ya, Ra. Gue udah lama suka sama Kak Rafka, udah gue kejar tapi gue akhirnya sadar kalau gue nggak bisa dapetinnya. Jadilah gue deketin Dafid, tapi udah deket lama pun gue nggak punya rasa sama dia, dia pun nggak ada kejelasan, malah pas party itu dia nembak cewek lain. Terus nggak lama Kak Rafka datang lagi, masih nggak nyangka sih Kak Rafka ternyata diam-diam juga suka gue, cuma katanya gamau pacarin gue waktu itu, takutnya gue nggak akan betah sama kesibukan dan kepopuleran dia sebagai ketua BEM, tapi setelah liat gue yang galau terutama lo malah ngilang, dia temenin gue dan kita deket deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Kanaira (On Going)
Romantik[Ringankan untuk follow sebelum baca yaw-!] Bagaimana kalian menghadapi semua hal baru yang tiba-tiba datang tanpa persiapan dan diluar kehendak kalian? Siapa yang tahu takdir, setelah menghadapi hal besar yang membuatnya hancur ia dipaksakan menika...