21) Maaf

134 38 3
                                    

“Ra, lo mau langsung pulang?”

Aira buru-buru menyembunyikan ponselnya saat Qeela tiba-tiba duduk di sampingnya. Padahal Aira ingin mengabari Arkan bahwa ia sudah pulang.

“Iya, Qeel. Lo ngapain nyusulin gue ke sini?” Tanya Aira, “Jangan bilang lo mau anterin gue, ya? Aish.. kan udah gue bilang, gue nanti dijemput. Nyokap nggak ngizinin gue keseringan keluar.”

Yeuu.. geer! Siapa juga yang mau anterin lo? Gue lagi nungguin Kak Rafka, mau pulang bareng sekalian makan ramen.” Jawab Qeela, “Tapi kalau lo mau ikut boleh aja. Makan bentar doang kok. Ayo!”

“Enggak ah, lo aja. Mager.”

“Mau sampai kapan sih lo hibernasi? Kalau bukan karena gue sekarang udah pacaran sama Kak Rafka, nggak ada lagi yang nemenin gue nongki, lo susah banget diajakin.”

“Semuanya udah beda sekarang, Qeel.” Gumam Aira, menatap langit cerah di hadapannya dengan helaan napas.

“Berat banget kayaknya idup lo?” Nasehat Qeela, “Tapi, bisa kali Ra sesekali makan bareng kita. Lagi ada diskon lho. Itung-itung traktir lo juga, kan gue udah jadian sama crush gue. Padahal dulu lo yang paling semangat kalau soal traktiran. Ayo dong, ikut..”

Qeela mengeluarkan ponselnya, berusaha membujuk Aira. Ia tahu kelemahan Aira sekarang; mudah tergoda jika soal makanan.

“Nih, ya.. kuahnya kental banget, mienya juga banyak. Ada ramen seafood, ramen miso, ramen shoyu beuh.. banyak deh! Kapan lagi coba makan gratis, Ra? Ini gue seriusan lho traktir lo.”

Aira meneguk ludahnya susah payah.

Tin!

Qeela mendongak, balas melambai pada sang pacar yang sudah menjemputnya. Kemudian menoleh pada Aira.

“Ayo, mau nggak?”

Aira mengulum bibirnya. Ia ingin, namun masih takut untuk ke tempat umum tanpa orang yang dirasanya bisa ia percaya.

Tangannya menyentuh perutnya diam-diam, “Kamu juga pengen banget, ya?” Batinnya yang mendapat respon tendangan kecil dari dalam sana.

Pada akhirnya Aira memilih ikut dengan Qeela dan Rafka. Jadi nyamuk.

Awalnya Aira ingin duduk di meja sendiri dengan niat baik; tidak ingin menganggu orang pacaran, namun malah keduanya ikut pindah duduk di meja yang sama dengannya.

“Nai, kamu mau pesen apa?”

Aira menurunkan buku menu di hadapan wajahnya, “Beneran nih kalian traktirin gue? Ikhlas ya?” Tanyanya ragu.

Ck! Iyalah, pesen aja sana cepet! Udah ditungguin tuh!”

Aira mengulum senyum lebar, “Samain aja kayak lo deh.”

Setelah memesan Aira meraih ponselnya, tadi ia telah mengabari Arkan jika ia sedang makan di luar bersama Qeela, jadi nanti setelah Qeela pulang barulah Arkan menjemputnya di sini.
____
{Oke
{Have fun, Humaira
____

Yeu.. sibuk banget main hp.” Sindir Qeela, “Awas lo makan duluan, ya. Gue mau urus bokap gue bentar.” Ia memberi kode pada meja di samping mereka yang terdapat seorang pria paruh baya duduk dengan penuh wibawa--- ayah Qeela.

Aira berdecak pelan, ia jadi harus lebih lama lagi di tempat ini. Mana kini ditinggal berdua dengan Rafka, rasanya begitu canggung.

“Kita pernah ketemu loh, Ra, sebelum ospek. Ingat nggak?” Rafka membuka topik pembicaraan.

“Oh iya?”

Rafka tahu ekspresi Aira yang berbeda dengan nada bicaranya yang seolah ceria, Aira tidak ingat apapun, “Lo nggak ingat pasti sama anak cowok tetangga lo yang sering kasih lo coklat?”

Hai Kanaira (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang