“Maaf, Humaira, aku terpaksa harus ke kantor lagi. Makanan yang tadi udah dibeli kalau mau bisa dipanasin lagi nanti. Kamu bisa kan? Hati-hati hidupin kompornya. Jangan lupa dimatiin. Terus jangan lupa minum susu sebelum tidur.”
“Hm.” Aira mengerucutkan bibirnya, mau sedih tapi ini pekerjaan Arkan.
Arkan tersenyum, memeluk Aira dan mengecup keningnya, “Aku belum pasti pulangnya kapan, tapi Insya Allah nanti diusahakan bisa pulang secepatnya. Kamu nggak usah nungguin aku.”
Aira mengangguk, “Oke, hati-hati. Semangat, yaa..”
Arkan mengangguk, kemudian ia menunduk, menyapa bayi di dalam sana.
“Nak, kamu jadi anak baik, ya.. yang anteng, jagain Umma. Abba lanjut kerja lagi.”
Malam ini tidak seperti malam biasanya. Tidak ada Arkan yang menemani, Aira sendiri.
Dua tiga jam berlalu, Aira baru selesai makan dan minum susu, tak lupa laporan pada Arkan.
Lantas setelahnya Aira memilih tidur, tanpa bisa melakukan rutinitas sebelum tidur bersama Arkan seperti biasanya— membaca Al-Mulk, tiga qul serta ayat kursi, hingga deeptalk random perihal kegiatan mereka hari ini, biasanya Aira yang lebih banyak bercerita hingga mengeluh, lalu Arkan yang menjadi pendengar dan pemberi nasehat yang baik.
Sekarang kasur di sampingnya kosong; tepatnya sisi tempat tidur bagian Arkan. Begitu hampa.
Matanya yang tak kunjung merasa kantuk membuat Aira memutuskan berselancar di media sosial. Sekedar menggulir beranda, melihat postingan orang-orang dan video random.
Asik menggulir video lawakan, namun pikiran Aira malah melayang membayangkan makanan berkuah.
“Kok jadi pengen yang berkuah..” Aira memejamkan matanya, “Mie ayam … pake sambel yang banyak sampe kuahnya merah, pake jeruk sambal, beuh… dibuatin Hubby kayaknya enak deh.”
Mata Aira seketika terbuka, meneguk ludahnya kasar ia bergeleng, “Aish.. Hubby lagi kerja Airaaa.. nggak boleh diganggu.”
Aira mengusap perutnya sambil menghela napas, “Kapan-kapan aja, ya.. Abba lagi sibuk.”
Daripada memikirkan mie ayam terus, Aira memilih memejamkan mata. Memaksa tidur walaupun rasa kantuk belum muncul.
(。・//ε//・。)
Jam menunjuk pukul 1 dini hari, Aira terbangun. Arkan sudah tidur di sampingnya. Tersenyum, Aira mengecup singkat pipi Arkan.
Menatap wajah damai Arkan yang pulas, Aira jadi teringat lagi dengan mie ayam.
Keinginannya berlipat-lipat dari sebelumnya, tetapi karena tidak tega membangunkan Arkan yang lelap, Aira memilih bangun ke dapur; mencari cemilan pengganti keinginan ngidamnya di dapur dengan harapan hal itu bisa mengisi perutnya.
“Nah, kita ngemil ini aja dulu, Abba lagi tidur nyenyak, nggak mungkin kita repotin terus, aku juga nggak bisa masak.” Ucap Aira, seakan ia benar-benar berbicara dengan janinnya.
“Humaira, kamu ngapain?”
“Eh?” Aira yang terkejut, berbalik menghadap Arkan yang ternyata ikut terbangun.
Arkan mengernyit melihat toples cemilan di tangan Aira, “Kamu lapar?”
Aira menyengir kaku, benar-benar merasa canggung bersama Arkan, “Cuma pengen ngemil kok.”
Arkan menatap dengan curiga, “Kamu ... pengen makan sesuatu?”
“A-e-- enggak.” Jawab Aira gugup, entah rasanya ia ingin mengatakan pada Arkan untuk membuatkannya mie ayam tetapi takut merepotkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Kanaira (On Going)
RomanceBagaimana kalian menghadapi semua hal baru yang tiba-tiba datang tanpa persiapan dan diluar kehendak kalian? Siapa yang tahu takdir, setelah menghadapi hal besar yang membuatnya hancur ia dipaksakan menikah dengan orang baru yang bahkan ia tidak ken...