28) Rentang jarak

21 3 0
                                    

Sebelum masuk ke pekarangan rumah, Arkan mengernyit melihat sebuah mobil yang baru saja keluar.

Kebingungan Arkan terpecahkan melihat seorang yang mengendarai mobil itu--- Rafka yang tersenyum ramah padanya.

"Dia abis ketemu Aira?" Dahi Arkan mengernyit tak suka.

Begitu sampai, Arkan lantas keluar dari mobil dan masuk ke rumah.

"Assalamualaikum!"

"Wa'alaikumssalam warahmatullahi wabarakatuh."

Arkan sedikit terkejut melihat yang menyambutnya adalah Sang Papa mertua, "Pa? Udah lama di sini?" Arkan pun menyapa dan menyalaminya.

"Iya. Kamu baru pulang, abis dari mana?" Tanya Bara, "Aira masih shock dan ketakutan karena dirundung, tapi kamu ninggalin dia sendiri?"

Dari ucapannya Arkan mengerti akan kemarahan Bara, "Maaf, Pa. Ada beberapa hal yang harus saya selesaikan tadi." Jawab Arkan.

Bara menghela napas.

"Gimana keadaan Aira sekarang, Pa?" Tanya Arkan.

"Lagi charger energi sama Mama." Jawab Bara, "Harusnya kamu bisa menenangkan Aira dan nggak membiarkannya sendiri larut dalam ketakutannya. Tahu keadaannya tadi? Gemetar hebat. Bahkan Aira nggak berhenti nangis tanpa bisa bicara sepatah katapun."

"Kamu bisa bayangin betapa terkejut dan sakitnya hati kami melihat keadaan Aira?"

"Untung saja ada Rafka yang datang ke rumah dan menanyakan Aira. Kalau enggak, entah selama apalagi Aira harus memendam sendiri rasa sakit dan takutnya."

"Maaf, Pa. Saya takut membuat Papa dan Mama khawatir dan---"

"Aira putri kami. Sudah seharusnya kami tahu apapun menyangkut Aira!" Sela Bara, "Dan kamu malah ninggalin Aira di rumah sendiri. Apa segitu pentingnya pekerjaan kamu daripada istri dan anak kamu sendiri?" Nada Bara tak lagi stabil, emosinya naik menguasai kepalanya.

Arkan menunduk, "Saya benar-benar minta maaf, Pa. Saya mengakui kesalahan saya."

Bara menghela napas kasar.

"Temui Aira! Dia yang harus mendapatkan permintaan maaf dari kamu." Bara menghela napas sekali lagi untuk meredakan emosinya, "Tolong, selesaikan masalah kalian dengan baik. Bicarakan pelan-pelan biar Aira mengerti."

Arkan menatap Bara dengan rasa bersalah, "Maaf, Pa."

Mereka lantas pergi ke kamar Aira yang pintunya sengaja dibuka. Arkan bisa melihat dengan jelas bagaimana Aira tenggelam dalam pelukan Alinda, penuh ketakutan dan butuh perlindungan.

Alinda yang menghadap ke pintu pun tersenyum sendu.

"Ra, Mama pindah ke kamar sebelah, kamu sama suami kamu, yaa."

Aira bergeleng, memegang erat ujung baju Alinda. Namun, Alinda melepaskan diri dan beranjak pergi. Berhenti di hadapan Arkan, Alinda tersenyum lembut setelah melirik sejenak ekspresi tak bersahabat suaminya.

"Mama titip Aira, ya? Mama percaya sama kamu."

Arkan tersenyum, "Maaf dan terima kasih, Ma."

Hai Kanaira (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang