15) Sudah waktunya

149 50 10
                                    

Akhir-akhir ini Aira memang disibukkan dengan mengejar materi dan menyelesaikan tugasnya. Dan kesibukannya itu malah membuatnya tumbang.

Entah, kali ini ia dihantam morning sick yang lebih parah dari sebelumnya. 

"Om.." panggil Aira pada Arkan yang masih duduk menghadap laptop di sampingnya yang sudah tiduran di kasur.

Arkan langsung menoleh, "Kenapa bangun lagi?"

Aira bergeleng dan geser mendekat, memeluk pinggang Arkan dengan posisi yang masih sama, "Lo belum tidur? Kerjaan gue banyak yang salah, ya? Yaudah deh biarin aja ntar gue ngulang lagi gapapa."

Arkan mengecup pelipis Aira, "Masih ada yang harus diperbaiki. Sebentar lagi juga selesai. Kamu lanjut tidur, gih!"

Aira bergeleng, namun ia tetap hanya memejamkan mata. Arkan pun kembali ke aktivitasnya--- menyelesaikan tugas Aira.

"Om.."

"Kenapa, Humaira?" Begitu Aira memanggilnya, Arkan langsung mengalihkan pandangannya pada Aira, tangannya tak tinggal diam mengelus lembut kepala Aira yang terlihat ragu.

"Tiba-tiba aja tau, gue pengen makan pempek buatan Mama."

Keduanya bersitatap, seolah berbicara, seperti ...

"Kamu ngidam?" Arkan menaikan sebelah alisnya.

"Kayaknya." Aira mengerucutkan bibirnya dengan mata yang berkedip lucu.

"Harus buatan Mama?"

"Eum..." Aira ragu mengangguk, "Tapi, kan aneh kalau minta sama Mama. Apalagi jam segini, yang ada pasti Mama curiga. Lo ... bisa nggak bikinin buat gue?"

Arkan bergumam, sengaja memasang wajah berpikir membuat Aira menunggunya dengan penuh harap. Mengulum senyum, Arkan kemudian mengangguk. Aira tersenyum riang.

"Yeayy!! Mau pempek!" Sorak Aira bersemangat.

Arkan lantas menyimpan laptop Aira ke atas nakas dan fokus pada Aira seorang yang tengah tersenyum cerah, "Aku buatin dulu, ya. Kamu tunggu di sini."

Aira mencekal lengan Arkan yang hendak pergi, "Gue mau ikut! Kasian kan nggak ada yang nemenin lo."

Arkan mengulum senyum tertahankan, memutar matanya sambil berkata, "Kasian atau emang kamunya yang gamau jauh-jauh?" Ia berakhir menatap Aira.

Aira berpura-pura melihat ke arah lain, "Aduh.. darah tua, ya. Emang tingkat kepedeannya lagi ada di puncaknya kalau liat daun muda."

Tertawa. Mereka pun pergi ke dapur.

"Tunggu sebentar, ya.." Arkan mengusap kepala Aira yang duduk di meja makan.

"Oke!" Aira patuh, hanya duduk manis memperhatikan Arkan menyiapkan segala bahan untuk membuat pempek seperti keinginannya.

"Lo kenapa bisa jago masaknya, Om?" Sembari itu Aira membuka topik pembicaraan mereka.

"Biasanya bantu Bunda. Sebelumnya juga aku tinggal sendiri, jadi ya.. pelan-pelan bisa." Jawab Arkan sambil serius mengolah semua bahan.

"Kayaknya jarang banget deh ada cowok yang bisa masak, apalagi nyentuh semua kerjaan rumah. Kok lo bisa ngelakuin semuanya tanpa ngerasa keberatan? Daripada marahin gue sebagai istri yang nggak bisa ngelakuin semua itu, lo malah ambil alih semua pekerjaan di rumah tanpa ngeluh, marahin, ataupun nyuruh gue lakuin ini itu? Atau, lo juga bisa kali nyewa ART buat ngelakuin itu semua. Atau emang bawaan usia, ya?"

Arkan terkekeh kecil, "Apa alasan aku untuk marah, Humaira? Pekerjaan rumah itu bukan hanya tugas istri, tapi juga tugas suami. Rumah tangga ini kita bangun bersama, sudah seharusnya menjalaninya juga bersama. Susah, sedih, senangnya. Abi bahkan juga sering bantu Bunda, jadi kenapa aku nggak bisa?"

Hai Kanaira (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang