10) Pisah?

184 58 3
                                    

Assalamualaikum.

Akhirnyaa...
mood aku buat update muncul juga setelah berperang dengan banyaknya hal ihwal dunia nyata yang melelahkan.

Gimana nih puasanya? Lancar ya, full, Insya Allah...

Happy Ied al-fitr

And, happy reading!

***

"Aku, kamu, dua kata beda makna. Dua orang dengan banyaknya perbedaan. Kamu pria yang baik, lantas aku yang rusak ini apa pantas bersatu menjadi satu kata, seperti ... kita?"

---Arcilla Jennaira.

***

"Masih mual?" Tanya Arkan, menatap khawatir Aira yang tengah minum air hangat.

Tadi sebelum sholat subuh Aira mual lagi, dan setelah sholat subuh Arkan menyuruh Aira minum air hangat lagi untuk menetralisir rasa mualnya.

Aira mengangguk.

"Mau muntah lagi?"

Aira bergeleng, seperkian detik berselang ia dibuat terkejut oleh Arkan yang menyentuh perut ratanya dengan gerakan maju-mundur yang lembut.

"Assalamualaikum, anak sholih-sholihah, Abba dan Umma.." bisik Arkan yang mendekatkan wajahnya ke permukaan perut rata Aira. Aira masih bisa mendengar ucapannya.

"--Maaf, ya, Abba baru sapa kamu sekarang. Kamu jadi anak baik, oke? Jangan nakal buat Umma sakit. Abba di sini jagain kamu dan Umma, tumbuh sehat di sana, Abba dan Umma tungguin kamu."

Tangan Aira yang bergetar terkepal, air matanya luruh bukan karena kesedihan melainkan rasa haru dan syukurnya dipertemukan dengan pria seperti Arkan. Cepat-cepat Aira menghapus air matanya.

Arkan mengangkat kepalanya, menegakkan kembali punggungnya sembari tersenyum pada Aira. Arkan mengusap kepala Aira, "Kamu baring saja, hari ini libur dulu ngajinya. Istirahat lagi."

"Tapi ... baringnya di sini, boleh?" Aira menunjuk pangkuan Arkan.

Arkan mengerjap, lalu tersenyum lebar, "Boleh."

Aira mengulum senyum tipis, berbaring di pangkuan Arkan. Ia bisa melihat senyum Arkan yang terbit, kepalanya diusap lembut pun beralih pada perutnya. Selama Arkan mengaji perut Aira yang dielus lembut merasa nyaman tanpa rasa mual lagi.

Bersama Arkan, Aira merasa lebih baik. Arkan selalu mementingkan kenyamanan Aira, bahkan di sela kesibukannya Arkan selalu meluangkan waktu untuk Aira, terutama di jam makan siang.

Karena selama kehamilannya Aira begitu sensitif dengan aroma makanan dan rasanya, bahkan setiap harinya mereka harus pindah tempat makan berkali-kali hingga menemukan tempat dan makanan yang cocok bagi Aira.

"Om, kalau misalnya lo sibuk nggak usah maksain jemput gue buat makan siang bareng. Gue bisa sendiri kok. Lo jadi repot cuma karena harus nyari tempat makan yang cocok buat gue."

Arkan mengulum senyum, "Saya nggak merasa direpotkan sama sekali. Mulai sekarang kamu nggak boleh merasa seperti itu, nikmati saja waktu di sini. Saya senang bisa melakukan ini untuk kamu dan anak kita, sekalian juga jalan-jalan, kan selama di sini saya terlalu sibuk dan nggak sempat ajak kamu jalan."

Aira tersenyum merasa nyata dengan ketulusan yang ia lihat dari Arkan.

Meskipun kadang Aira bosan selalu ditinggal Arkan bekerja, Aira masih bisa menikmati pemandangan dan pelayanan yang ada di resort. Aira bahkan bisa lebih nyaman menghabiskan waktu sendiri, mengistirahatkan pikiran serta beban hidupnya yang berat saat itu.

Hai Kanaira (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang