7) Spesial

159 58 3
                                    

Hari yang mendadak hujan membuat Ibrahim dan Anna menyarankan Arkan dan Aira untuk menginap.

Termasuk Bude, Pakde, Bule, dan Pakle yang belum pulang saat itu.

Kamar di bawah penuh, terkecuali kamar Arkan yang memang tidak diperkenankan oleh Arkan untuk siapapun menempatinya; selain karena kamarnya sudah lama tidak dipakai, ruangan itu tidak hanya sebuah kamar untuk tidur, namun dipenuhi banyak buku, alat musik, lukisan, hingga barang-barang lain yang memenuhi semua hobi Arkan.

Daripada tidur di sana, Arkan sendiri lebih sering tidur di loteng yang juga terdapat sebuah kamar; kamar ini tak lain juga kamar milik Arkan. Dan di kamar ini pula Arkan dan Aira berada sekarang.

Begitu masuk Aira langsung disambut nuansa vintage yang terlihat kuno, namun tersusun rapi dan indah. Tak ada satupun foto Arkan atau siapapun di kamar ini, yang ada hanya figura kaligrafi dan beberapa lukisan abstrak. Nuansa kamar yang sangat menggambarkan sosok Arkan.

Kamarnya memang tidak terlalu besar, muat satu kasur kecil, lemari pakaian dan beberapa buku, meja belajar, dan sebuah kamar mandi.

Dan sekarang Aira tidur di mana?

"Kamu bisa tidur di kasur, biar saya di lantai." Ucap Arkan, mengambil bantal dan selimut di lemari untuk ia pakai.

Jarak akan tetap ada, namun ... sampai kapan?

⁄⁠(⁠⁄⁠ ⁠⁄⁠•⁠⁄⁠-⁠⁄⁠•⁠⁄⁠ ⁠⁄⁠)⁠⁄

Suasana hening ditemani rintik hujan. Mungkin setelah menit-permenit hingga jam berlalu Arkan dan Aira tertidur, namun Aira sendiri terbangun karena sayup-sayup mendengar suara ketukan di dekatnya.

Tok tok tok

Aira mengerjap. Yang tadinya berpikir jika ia sedang berhalusinasi malah mendengar lebih jelas suara ketukan itu. Ia tidak salah dengar kan? Itu suara dari jendela kamarnya.

Tunggu ...

Kamar Arkan berada jelas berada di loteng yang pastinya ada di lantai paling atas, lantas siapa yang iseng malam-malam pakai tangga mengetuk jendela kamarnya?

Tok tok tok

Aira meneguk ludahnya susah payah. Siapa yang ada di sana?

Aira mengeratkan kepalan tangannya.

JDEEERR!!!

Petir yang menyambar begitu kuat bersamaan dengan kilatnya yang sampai masuk ke kamar hingga bayangan dari luar masuk. Seperti ada sesosok yang terbang di sana menghadap ke arah kamarnya. Jantung Aira serasa ingin copot, bahkan Aira seakan terlempar ke bawah saking terkejutnya.

"AAAAGRRRH!"

"MAMAAA HUAAA! ARKAN BANGUN!"

"Astaghfirullahal'azim, ada apa, Aira?!" Arkan tentunya panik. Terbangun karena Aira yang jatuh menimpanya sambil berteriak histeris seperti itu. Ia memiringkan tubuhnya agar Aira juga menyamping menghadapnya.

Dapat Arkan rasakan tubuh Aira yang gemetar hebat dengan napasnya yang tak beraturan.

"P-petir ..." Aira memilih untuk tidak mengatakan alasannya menyuruh Arkan tidur di kasur bersama. Takut jika ia ceritakan, sosok itu semakin gencar mengganggunya.

"..."

"Takut ... tidur di sini aja."

"Saya di kasur?"

Aira bergeleng cepat, mengeratkan pegangannya pada kaos yang Arkan kenakan.

"Gue masih ngantuk, tapi nggak bisa tidur." Aira hampir menangis karena takut. Wajahnya pucat pasi saat bayangan tadi tak henti muncul di kepala.

Hai Kanaira (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang