Aira kira rasa mualnya akan hilang begitu saja, nyatanya keesokan paginya saat baru saja Aira membuka mata gejolak itu sudah muncul--- alhasil Aira buru-buru menutup mata dan mengunci mulutnya rapat-rapat, karena rasa pusing pun muncul di saat bersamaan.
"Ra, saya ke masjid, kamu langsung bangun, sholat subuh, jangan tidur lagi!" Ucap Arkan yang membangunkan Aira.
"Hm!" Jawab Aira, menetralisir rasa mual dan pusingnya.
Begitu Arkan telah keluar, Aira sudah tidak bisa menahan gejolak dalam perutnya. Berlari ke kamar mandi, Aira benar-benar muntah berkali-kali; namun yang keluar hanya berupa cairan bening.
Aira merasa lemas seketika. Memejamkan matanya, di kepalanya sudah terbayang makanan yang bisa menetralisir rasa mualnya.
Aira bangkit, pergi ke dapur langsung menuju kulkas dan berburu makanan/camilan dingin. Namun, baru membuka kulkas sedikit saja Aira sudah merasa perutnya seakan kembali diaduk.
"Aish, gue kenapa sih?" Aira berusaha acuh dan kembali ke kamar. Aira memejamkan matanya, terasa tenang sampai Arkan membangunkannya lagi.
"Hm? Ekh---" Aira mengatup bibirnya, menahan gejolak yang lagi-lagi datang saat membuka mata.
"Kenapa?"
Aira bergeleng, "Keluar. Gue mau siap-siap." Perlahan Aira bangkit.
"Kamu yakin kuliah? Wajah kamu pucat."
"Gue gapapa." Sela Aira dengan cepat.
Setelah Arkan keluar Aira segera bersiap, mandi untuk menghilangkan pusing di kepalanya.
Selain itu, dasi yang Arkan pakai membuat Aira teringat ucapan pria itu tadi pagi.
Aira tidak menyangka Arkan terang-terangan bisa berkata seperti tadi pagi di depan keluarganya. Bahkan, sampai sekarang pun Aira masih melihat model dasi Arkan yang masih sama seperti kemarin.
"Om, tu dasi kenapa nggak lo benerin aja sih, heran?!" Ketus Aira.
"Ya, kenapa? Ini karya kamu."
"Lo ngejek gue! Karya apaan jelek begitu, dasi doang."
"Ada banyak sisi yang harus kamu lihat sebelum dinilai, Humaira. Ini bukan hanya dasi biasa, tapi--"
"--- dasi ini dipakein sama orang spesial." Lanjut Aira, mengikuti ucapan Arkan tadi pagi.
Aira mengernyit, "Om, sumpah deh. Kayaknya lo beneran kemasukan setan di loteng deh. Aneh banget omongannya sok dimanis-manisin mulu bikin mual."
Sebelumnya saat Arkan mengantar Aira pulang ke rumah mereka, Aira sempat menceritakan ketukan misterius di jendela semalam, jadi Arkan sudah tahu ceritanya.
Arkan terkekeh.
"Kamu beneran udah nggak pusing? Mampu kuliah?"
Aira mengangguk, "Iya. Yaudah deh, gue ngampus duls. Lo cari duit biar nggak pelit jajanin gue!"
Ngomongin jajan, ya, Aira memang hobi jajan. Tapi tidak biasanya hanya dengan melihat rujak membuatnya ngiler sebegitunya di tengah kelas.
"Ra! Buset dah, kedip kek, naksir lo, ya, sama Pak Bagus?" Tegur Qeela, tak tanggung-tanggung suaranya keras membuat seisi kelas mentertawakan Aira.
"Naira, kamu suka sama saya?"
"Eh, enggak, Pak!" Bantah Aira tentunya, "Bapak beli rujak mangganya di mana? Enak banget kayaknya?" Aira bertanya langsung, daripada salah paham.
"Oh ini? Istri saya yang bikin, kebetulan pohon mangga saya lagi berbuah. Tapi saya nggak jual atau endors rujak buatan istri saya, ya. Kalau kamu mau bisa beli, cari sendiri, tukang rujak banyak."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Kanaira (On Going)
RomansaBagaimana kalian menghadapi semua hal baru yang tiba-tiba datang tanpa persiapan dan diluar kehendak kalian? Siapa yang tahu takdir, setelah menghadapi hal besar yang membuatnya hancur ia dipaksakan menikah dengan orang baru yang bahkan ia tidak ken...