Pagi-pagi sekali, diantar seorang tetangga, Dewi sampai di sebuah kos-kosan. Wanita tua itu turun dituntun pemuda yang memboncengnya. Dewi bertekad akan membongkar apa yang sudah coba disembunyikan anaknya selama ini.
"Kau pulang aja. Aku biar pulang sama Ridwan," ucap wanita itu pada orang yang memboncengnya.
Pemuda di atas motor menatap cemas. "Betul Bang Ridwan di sini? Nanti kalau nggak ada, Nenek pulang sama siapa?"
Dewi menggeleng. "Kau pulang aja." Ia mengambil selembar uang dua puluh ribu dari dompet. "Ini untuk jajanmu. Sampaikan makasih sama mamakmu. Si Ridwan ada di sini. Aku nanti pulang sama dia. Pulanglah, nanti kau terlambat ke sekolah."
Meski berat hati, pemuda itu akhirnya pergi. Dewi langsung menuju salah satu kamar kos yang ia ketahui sebagai tempat yang anaknya sering datangi kalau kemari.
Ia ketuk pintu itu. Sayang, pintu tersebut terkunci dari dalam. Kalau tidak, Dewi pasti bisa langsung masuk.
Selama ini Ridwan tak pernah mengatakan apa-apa. Pun, Dewi memang sengaja tidak pernah bertanya karena mengira anaknya tak akan lama-lama menjalani hubungan tersebut. Namun, diamnya Dewi malah dimaknai Ridwan sebagai pembiaran.
Kali ini Dewi tidak akan diam lagi. Ini sudah keterlaluan. Ridwan sudah tidak pulang sejak dua hari lalu. Anaknya itu memberi kabar dan berkata tak mau pulang, jika ibunya tidak menarik perintah untuk melanjutkan rencana perjodohan.
Tentu saja Dewi tidak akan mengalah. Karena itu ia datang ke sini. Ia akan tunjukkan pada Ridwan bila kali ini dirinya sangat serius.
"Ridwan!" Bosan mengetuk pintu, Dewi memangil anaknya. "Ridwan!" Ia pukul pintu itu kuat-kuat.
Tidak butuh waktu lama, pintu kamar kos itu terbuka. Benar dugaan Dewi, anaknya ada di sana. Ridwan pula yang membukakan pintu itu.
Dewi langsung memukul putranya yang muncul dengan tampilan tanpa baju. Amarah wanita itu memuncak. Kecewa dan takut terlihat di kedua matanya.
"Apa ini yang aku ajarkan padamu, Ridwan?" Air mata Dewi jatuh. Ia merasa begitu bersalah dan tak berdaya.
"Mak, dengar dulu." Ridwan maju, dipeganginya kedua bahu Dewi. "Aku bisa jelaskan."
"Jelaskan apa?" bentak Dewi, dihempasnya tangan Ridwan dari bahu. "Menjelaskan kalau kau udah tidur sama perempuan yang bukan istrimu?"
Dewi mendongak. Ia menatap anaknya penuh sorot kecewa dan penuh amarah. "Apa sekarang kau mau meniru binatang? Bisa kawin sesuka hati di mana aja dan sama siapa aja?"
Ridwan mendesah susah. Pria itu meraup wajah di telapak tangan. Ia habis kata, tidak bisa berkelit sebab telah tertangkap basah.
"Pulang kau sekarang juga," suruh Dewi.
Ridwan tak langsung mematuhi ucapan. Pria itu bahkan sempat mencuri lirik ke belakang, membuat amarah Dewi makin mendidih. Tidak membiarkan Ridwan menolak atau menyuarakan bantahan apa pun, ia tarik anaknya menjauh dari kamar kos itu.
"Bajuku, Mak," protes Ridwan yang hendak kembali masuk ke kamar tadi.
Dewi menolak memberi izin. Didorongnya Ridwan agar berjalan duluan ke arah parkiran.
"Nggak perlu kau pakai baju. Masih ada malu kau rupanya?" Dipukul wanita itu lengan dan punggung Ridwan bergantian.
"Mak," sungut Ridwan kesakitan bercampur malu.
"Diam. Cepat hidupkan keretamu." Dewi melotot, ditunjuknya sepeda motor si anak. "Makin nggak sudi si Hanasta sama kau, kalau dia tahu kelakuan menjijikkanmu ini," hardik wanita itu dengan perasaan cemas yang mulai muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Mess
RomanceDipaksa jadi penebus utang orang tua, Hanasta bisa berlapang hati kalau pria yang dinikahkan dengannya adalah seorang bos besar sebuah kerajaan bisnis, punya sifat dingin, tak tersentuh, dan tentu saja tampan. Namun, malang. Hanasta malah harus menj...