Memarkirkan sepeda motornya di teras rumah, Ridwan mematikan mesin kuda besi itu tak lama kemudian. Ia menggantung jas hujan, kemudian melepas sandal. Pria itu baru membuka pintu dengan kunci cadangan, ketika samar-samar ia mendengar suara orang bernyanyi.
Kakinya bergerak semakin masuk. Ridwan menemukan ruang tengah terang, semua lampu dinyalakan, tidak seperti biasa. Tidak ada orang di sana, ia pergi ke dapur.
"Dulu, baju begitu terkenal, Hanasta."
Ridwan berhenti melangkah saat mendengar suara ibunya. Pria itu mendapati Dewi sedang duduk di lantai beralas karpet. Wanita itu sedang makan dan tampak menatap ke layar ponsel yang diletakkan di hadapan.
Kehadirannya disadari si ibu. Ridwan diberi senyum seperti biasa. Namun, tatapan lelaki itu langsung beralih ke orang yang duduk di sebelah ibunya.
"Mandi dulu sana. Kau pasti kena hujan." Dewi bangkit dari duduk. Ia ambilkan handuk untuk sang anak.
Belum sempat Ridwan bertanya apa yang sedang terjadi, ia sudah didorong untuk masuk ke kamar mandi. Pria itu ingin protes kenapa ibunya seolah sedang mengusir. Namun, belum juga bersuara, Dewi sudah lebih dulu memerintah.
"Mandi sana. Kau bau tuak. Hanasta bisa jijik. Cepat, mandi."
Pria itu menganga ketika pintu kamar mandi ditutup dari luar. Ia masih mematung ketika samar-samar mendengar suara ibunya bicara di luar sana.
Hanasta? Siapa itu?
Selesai mandi, Ridwan harus ke kamar dulu untuk mengambil baju. Lelaki itu masih menemukan ibunya di lantai dapur, dekat meja makan. Masih duduk di atas karpet dan masih bicara entah apa soal sesuatu yang ditonton di ponsel.
Cepat-cepat Ridwan mengenakan pakaian. Ia penasaran apa yang sedang terjadi di rumahnya. Kenapa ada orang asing yang bertamu malam-malam begini?
Kembai ke dapur, Ridwan sengaja meruncingkan mata pada gadis di sebelah ibunya. Sayang, orang itu tak kunjung mendongak dan menatapnya balik. Malah rambutnya yang panjang itu jatuh ke depan dan nyaris menutupi wajah. Ridwan harus puas tatapannya dibalas hanya oleh ibunya yang tampak terus-terusan tersenyum.
"Duduk sini." Dewi memanggil.
Ridwan duduk di depan Dewi. Ia mengintip apa yang sejak tadi membuat ibunya ribut. Ternyata wanita itu sedang menonton klip lagu lawas. Pantas heboh sekali.
"Kenalkan, ini Hanasta."
Ridwan menengok lagi pada gadis yang dipanggil Hanasta itu. Alisnya mengait saat perempuan itu masih tak menatap dirinya. Orang ini kenapa, pikirnya.
"Hanasta, ini anak ibuk. Ridwan."
Barulah setelah Dewi berkata begitu gadis aneh tadi menengok. Itu pun hanya melirik sekilas.
"Salaman, Hanasta."
Ridwan mengerutkan dahi heran melihat betapa ibunya bersemangat menarik tangan perempuan itu. Sebenarnya tak ingin ada adegan jabat tangan, tetapi mana Ridwan tega mengabaikan permintaan sang ibu yang ditunjukkan padanya lewat tatapan mata.
"Ini anaknya Pak Tio."
Barulah Ridwan sadar apa yang terjadi. Pria itu langsung menarik tangan, mengusaikan jabat tangan dengan si gadis. Pada perempuan tadi, ia kembali menatap dengan tajam.
Ridwan sudah dengar dari Dewi soal perjodohan gila itu. Ia sudah menolak. Sudah menjelaskan kalau itu hanya akal-akalan Tio untuk bisa lepas dari utang. Namun, ibunya masih tak mau paham.
"Cantik, kan, dia? Baik sekali. Hari ini udah jadi kawan mamak di rumah."
Mata Ridwan tak berhenti memberi tatapan tajam pada gadis bernama Hanasta itu. Rasa tak sukanya makin besar karena sejak tadi perempuan itu seolah tak mau menatapnya balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Mess
RomansaDipaksa jadi penebus utang orang tua, Hanasta bisa berlapang hati kalau pria yang dinikahkan dengannya adalah seorang bos besar sebuah kerajaan bisnis, punya sifat dingin, tak tersentuh, dan tentu saja tampan. Namun, malang. Hanasta malah harus menj...