"Enggak usah kau dekat-dekat, Ridwan!"
Teriakan Hanasta menggelegar ke tiap sudut rumah. Perempuan yang baru keluar dari kamar mandi itu menatap nyalang pada si suami yang tadi sengaja mengadang langkah. Ia mundur, demi membuat jarak aman.
"Siapa yang mau dekat-dekat kau?" kelit Ridwan sembari menahan senyum. "Aku mau ke kamar mandi!"
Ridwan sengaja berjalan lurus, nyaris ia menabrak Hanasta.
"Awas kau!" Si istri memekik murka. Ia menghindar, berhasil mengelak si pria gila yang hendak menubruk.
Ridwan tertawa. "Ngapain kau di situ? Cepat siap-siap," suruhnya. "Katanya mau beli baju?"
Hanasta langsung balik badan. Langkahnya tergesa menuju kamar. Melihat itu, Ridwan tertawa lagi.
"Kenapa istrimu?" Baru datang dari depan, Dewi bertanya penasaran. "Tumben suaranya naik pagi-pagi gini? Berantam kalian?"
"Merajuk dia," sahut Ridwan, lalu merapatkan bibir.
"Merajuk gara-gara?"
Si anak mengusap tengkuk. Melarikan pandang ke segala arah sejenak, ia menjawab, "Merajuk gara-gara ... kucium."
Kemarin pagi saat bangun, Hanasta terkejut menemukan Ridwan ada di sebelah. Perempuan itu bertanya apa yang dilakukan suaminya di sana, kenapa tidak tidur di kamar. Ridwan menjawab ia hanya tidur.
Namun, Hanasta mana bisa percaya begitu saja. Perempuan itu terus memaksa Ridwan berkata jujur. Tersudut, mau lihat bagaimana reaksi istrinya juga. Ridwan pun mengatakan yang sebenarnya.
"Aku cium pipimu."
Usai mendengar itu, Hanasta mengamuk. Perempuan itu memukulnya dengan bantal puluhan kali. Hanasta meminta Ridwan jaga jarak, dan selalu marah-marah tiap mereka bertatap muka.
Hanasta sudah begitu sejak kemarin. Alih-alih takut, Ridwan malah senang dan sengaja terus menjahili si istri. Namun, agaknya Dewi tidak sependapat.
Habis mendengar penjelasannya, si ibu mendekat, lalu menarik telinga. Ridwan dijewer kuat sekali. Habis itu, ibunya tak lupa menepuk punggung kuat.
"Kenapa, sih, Mak?" protes lelaki itu.
Dewi menatap heran. Namun, tak berapa lama kemudian, wanita itu bertanya, "Kenapa kau cium dia?"
Wajah Ridwan langsung terasa panas. "Iseng, Mak. Cuma mau ngerjain," kilahnya.
Dewi tersenyum penuh ejekan. "Halah. Alasan. Udah sadar kau kalau istrimu itu cantik?"
"Gak!" bantah Ridwan cepat. "Sok cantik yang ada. Dicium di pipi aja, marahnya udah kayak diapain. Perempuan yang lebih cantik dari dia aja gak jual mahal begitu!"
Si ibu mencibir. "Janganlah samakan istrimu sama perempuan tukang porot itu. Dia memang nggak malu dipegang-pegang sama laki-laki yang bukan lakiknya! Hanasta kan beda, dia perempuan baik-baik. Dicium tanpa izin, jelas dia marah!"
Air muka Ridwan jadi kaku. Ia mendadak tak bisa memberi bantahan apa-apa. Kenapa ucapan Dewi terdengar benar, ya?
Dewi mendekat. Ditepuknya bahu si anak keras-keras. "Tobat kau! Jangan sampai kau nyesal, menyia-nyiakan yang baik, demi yang nggak jelas!"
***
Hari ini Ridwan harus pergi menghadiri acara pernikahan salah satu kenalan, karena itu tadi pagi ia ajak Hanasta membeli baju. Si perempuan beralasan tidak punya baju bagus untuk ke acara hajatan, karenanya tak mau ikut.
Supaya perempuan itu mau ikut, Ridwan bersedia membelikan baju. Namun, karena mungkin istrinya masih kesal, bukan hanya baju, Ridwan juga harus membelikan sepatu. Hitung-hitung menebus rasa bersalah, Ridwan tidak masalah. Meski tiga barang yang istrinya beli nyaris menghabiskan satu juta rupiah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Mess
RomanceDipaksa jadi penebus utang orang tua, Hanasta bisa berlapang hati kalau pria yang dinikahkan dengannya adalah seorang bos besar sebuah kerajaan bisnis, punya sifat dingin, tak tersentuh, dan tentu saja tampan. Namun, malang. Hanasta malah harus menj...