CHAPTER 1

3.7K 282 27
                                    

Pandu's POV

"Ya gak bisa gitu dong mah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ya gak bisa gitu dong mah. Pandu kan dari awal sudah bilang ke mamah dan papah kalo Pandu akan tetap mempertahankan apa yang sudah Pandu usahakan. Mamah sama papah gak bisa see...."

Brukkkkk

Handphone yang kugenggam terjatuh. Seseorang menabrakku. Obrolan serius yang sedang terjadi antara aku dan Mamah juga terputus. Aku bersyukur atas hal itu karena aku tidak perlu meladeni permintaan mamah dan papah yang itu-itu saja. Padahal mereka pasti sudah tau aku akan terus menolaknya. Permintaan apakah itu? Nanti ya, aku ceritakan. Saat ini di tengah riuhnya pikiranku, satu masalah baru menghampiriku. Aku tengah berhadapan dengan seorang perempuan yang dengan angkuhnya menabrakku di depan pintu kafe ku sendiri. Membuat beberapa barang yang aku bawa jatuh berserakan dan yang paling menyebalkan adalah, surat perjanjian kerja yang harus ku serahkan hari ini juga, jatuh dan basah oleh tumpahan matcha latte milik nya.

Mau tahu bagaimana keadaan perempuan itu saat ini? Yap, dia tengah sibuk dengan barang bawaannya sendiri dan tak sedikitpun memperdulikan aku yang sudah memasang wajah marahku. Bahkan tak sepatah kata pun terucap dari mulutnya. Dia hanya memasang wajah datar nya yang bahkan sorot matanya pun tak ku ketahui bagaimana karena tertutup oleh kaca mata hitam miliknya. Aku sudah siap dengan segala sumpah serapah yang akan kuluapkan padanya jika dia pergi begitu saja meninggalkan aku dengan dokumen penting yang sudah rusak karena ulahnya. Tidak, aku tidak akan menganggap itu salahku karena jelas, dia menggunakan kacamata hitam di kafe kecil pada sore hari yang menuju gelap ini. Bukankah hal tersebut mengganggu kualitas pandangannya? Menurutku jelas iya.

Ku ambil handphone yang sudah terlempar itu, dan bersiap untuk mencaci maki perempuan angkuh itu. Namun belum sempat aku lakukan, akhirnya suara yang kunanti menunjukkan eksistensinya.

"Maaf ya mas, saya tidak hati-hati."

Perempuan itu bersuara. Pelan sekali, sampai-sampai aku hampir tidak bisa mendengarnya. Tak hanya itu, suaranya bergetar. Apakah tabrakan yang terjadi diantara kita terlalu kencang sehingga membuatnya merasa sakit? Ataukah dia merasa sangat bersalah karena telah menabrakku? Yang jelas, suara itu terdengar sangat menyakitkan sampai aku lupa bahwa beberapa menit yang lalu dia baru saja merusak dokumen berhargaku.

Tidak! Harusnya aku tidak boleh merasa iba kepadanya. Harusnya aku memarahi nya. Harusnya sumpah serapah yang sudah aku persiapkan aku luapkan saja. Tapi bagaimana ini? Kemana perginya marahku beberapa menit lalu? Harusnya aku berpikir bahwa itu hanya sandiwara nya agar aku merasa iba dan tidak marah kepadanya. Namun, tubuhnya bergetar hebat sesaat setelah menyampaikan permohonan maaf kepadaku. Dia tak lagi bersuara, namun aku tahu bahwa saat ini ia tengah menangis. Amarahku lenyap seketika berganti iba. Entah apa yang sedang kulakukan, namun saat ini aku merasa aku perlu untuk menenangkannya.








...........

Hai guys!!! This is my first Panal's story. Hope you all will love it. Jangan lupa komen saran dan masukannya yaa... Happy reading all

AROMA KATA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang