CHAPTER 28

1.2K 233 29
                                    

Nasha's POV


"Jadi kapan kalian mau menikah?"

"ukhuk-ukhuk"

"ukhuk-ukhuk"

Pertanyaan Papa membuatku dan Pandu tersedak secara bersamaan. Bagaimana tidak? baru kemarin kita mengungkapkan perasaan satu sama lain, kini kita mendapatkan pertanyaan yang begitu tiba-tiba.

"Kompak bener ini batuknya, janjian ya?" Kata Papa lagi sengaja untuk menggoda aku dan Pandu.

Pertanyaan mengenai pernikahan membuatku takut. Aku saja masih tidak yakin dengan diriku sendiri. Aku tahu Pandu begitu menyayangiku, terlihat dari bagaimana dia memperlakukan aku. Namun aku, apakah aku bisa memperlakukannya sebagaimana dia memperlakukan aku? Aku tahu aku menyayanginya. Aku menyadari aku jatuh cinta padanya. Namun cinta saja tidak cukup untuk membawa sebuah hubungan ke jenjang yang lebih serius.

Bagaimana dengan masa lalu itu? Bagaimana dengan rasa bersalah yang sampai saat ini masih nyaman bersemayam di benakku? Bagaimana jika pada akhirnya, aku dan semua masalah pada diriku hanya akan melukai perasaan Pandu?

Pertanyaan semacam it uterus saja berputar di kepalaku. Sampai-sampai aku tidak sadar bahwa sedari tadi Mama, Papa dan Pandu memperhatikanku yang sedang diam melamun.

"Na, sayang, are you oke?" Tanya Pandu lembut sambil memegang tanganku, menyadarkanku dari semua lamunan itu. Aku mencoba tersenyum sambil menenangkan Pandu. Mengatakan padanya bahwa aku dalam keadaan baik-baik saja.

"Papa si, Nasha kan masih muda, jadi biarkan dia meraih apa yang dia impikan dulu." Kata Pandu kepada Papa.

Aku merasa lega mendengar perkataan Pandu. Aku bersyukur Tuhan mengirimkan padaku laki-laki yang begitu mengerti aku. Tapi sungguh, aku jadi semakin takut. Aku takut pada akhirnya dia juga akan pergi meninggalkan aku. Aku takut bila nanti, aku akan menjadi penyebab dari luka-luka yang akan dia terima. Sungguh aku sangat takut.

"Emm Ma, Pa, maaf Nasha lupa ternyata siang ini Nasha ada fitting baju untuk manggung besok. Jadi Nasha harus pamit." Kataku berbohong, pada akhirnya.

Pandu tentu saja kini sedang menatapku dengan tatapan bingung. Sebab pada tadi pagi sebelum kita memutuskan untuk pergi kesini, aku mengatakan padanya bahwa jadwalku free hari ini.

"Sayang, tadi katanya kamu free hari ini?" Tanya Pandu padaku.

"Iya, maaf ya aku lupa kalau ternyata hari ini aku ada janji fitting." Maaf Pandu, aku harus membohongimu.

Jujur saja, aku senang berada disini. Jika boleh, aku juga ingin berlama-lama di rumah mama dan papa. Aku masih ingin membantu mama menyiram anggrek-anggreknya. Aku juga mau menemani papa memberi makan ikan-ikan koi yang ada di taman rumahnya. Namun aku tidak bisa. Aku harus segera pergi dari sana. Semakin lama aku disana. Perasaan bersalah itu akan semakin menggerogotiku.

"Ya sudah, Ma, Pa, Pandu antar Nasha dulu ya." Kata Pandu berpamitan dengan orang tuanya.

"Eh gak usah Pandu, kamu disini dulu aja gapapa, aku naik taksi online saja." Kataku mencegahnya.

Tentu saja, apa yang aku katakan membuat Mama, Papa, dan Pandu semakin kebingungan. Mereka bertiga bersamaan menatapku dengan tatapan penuh tanya.

"Gak bisa gitu dong sayang, kamu kan kesini sama aku. Mana tega aku biarin kamu pulang sendirian. Aku antar." Kata Pandu dengan penuh penekanan. Ia mengisyaratkan bahwa dia sedang tidak menerima penolakan.

"Iya sayang, biar Pandu yang antar kamu. Dia bisa kesini kapan aja." Kata Mama. Mau tak mau aku harus menuruti Pandu dan juga Mama. Dan ternyata, benar saja. Aku kalah dengan riuhnya isi kepalaku sekarang.

Kini aku dan Pandu tengah di perjalanan untuk mengantarku pulang. Entahlah, rasanya aku hanya ingin diam sekarang. Dan benar saja, setelah tadi Pandu bertanya harus mengantarku kemana, taka ada lagi obrolan di antara kita berdua. Aku yakin dia juga tengah bertengkar dengan pikirannya sendiri sekarang. Aku yakin dia pasti sedang sangat kebingungan menghadapi perubahan sikapku yang sangat tiba-tiba. Tapi aku juga harus berterima kasih padanya yang memilih untuk tidak mempertanyakan banyak hal kepadaku saat ini. Dia hanya sesekali menatapku, tersenyum, dan mengusap tanganku lembut.

Aku meminta Pandu untuk mengantarku ke rumah. Tak apa, karena aku juga yakin Kak Reno belum sampai rumah. Bahkan mungkin pesawatnya saja belum berangkat. Dia mengabariku kemarin bahwa pesawatnya akan landing sekitar pukul 6 sore. Jadi kemungkinan dia akan sampai rumah pukul 7 malam. Alasanku meminta Pandu untuk mengantarku ke rumah juga karena aku tidak mungkin memintanya mengantarku ke Syena. Syena pasti akan kebingungan karena memang hari ini adalah hari liburku. Bisa-bisa kebohonganku ketahuan oleh Pandu.

Sungguh aku sangat merasa bersalah sekali kepada Pandu saat ini. Aku juga menjadi tersadar bahwa sebenarnya Pandu berhak mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik daripada aku. Dia berhak mendapatkan kasih sayang yang sempurna dari kekasihnya. Dia berhak bahagia bersama seseorang yang tidak terjebak dalam masa lalunya. Seseorang yang akan membuatnya merasa nyaman, bukan malah membahayakan. Maafkan aku Pandu, aku hanya belum bisa memberitahukan padamu tentang semuanya.

Mobil Pandu sudah terparkir di halaman rumahku. Seperti biasa, dia akan dengan siap sedia membukakan pintu mobilnya untukku. Benar dugaanku, mobil Kak Reno belum ada di rumah. Dan tanda-tanda keberadaanya juga tidak ada. Pandu menggandengku berjalan hingga tepat di depan pintu rumahku. Kali ini, aku juga tidak bisa menolaknya.

"Na, sayang, apapun yang sedang mengganggu pikiranmu sekarang, tolong jangan terlalu dipikirkan ya. Aku tahu kamu lagi butuh waktu untuk sendiri. Take your time, sayang. Nanti kamu bisa kabari aku kalau perasaanmu sudah membaik."

Sungguh, aku sungguh merasa bersyukur dan bersalah dalam satu waktu karena sikap Pandu yang selalu mengerti aku tanpa aku minta. Jika bisa kuulang waktu, aku akan memohon kepada Tuhan untuk mempertemukanku dengan Pandu lebih awal.

"Maaf ya Pandu, aku jadi ngerusak waktu kamu sama Mama dan Papa." Kataku merasa bersalah.

"It's oke sayang, gapapa. Sekarang kan aku tinggal di dekat sini, jadi aku bisa lebih sering mengunjungi mereka." Kata Pandu.

"Yasudah kamu masuk ya, jangan lupa kabari aku kalau perasaanku sudah membaik." Lanjut Pandu.

"Iya, kamu hati-hati ya pulangnya." Kataku.

"Iya sayang, aku pulang dulu ya, I love you." Kata Pandu sambil mengecup lembut ujung kepalaku.

Pandu berbalik, dan kemudian langkahnya terhenti. Seseorang tengah menyaksikan kami dengan mata yang sudah menunjukkan amarah.





..........

AROMA KATA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang