CHAPTER 12

1.3K 224 15
                                    

Pandu's POV

"Halo, Pandu. Apakah kita bisa bertemu hari ini?"

"Tentu bisa pak, mau bertemu dimana?"

"Saya harus membicarakan suatu hal penting denganmu, tapi saat ini saya sedang ada urusan di kota. Apakah kamu bisa ke kota?"

"Bisa pak, nanti bapak kirimkan saja harus menemui bapak dimana."

"Oke, kamu langsung otw sekarang saja ya, nanti lokasinya saya kirimkan."

"baik pak, saya jalan sekarang."

Kini aku tengah membawa mobilku menuju kota, menikmati ramainya kendaraan yang berlalu lalang di pagi hari. Setelah percakapanku dengan Pak Doni tadi, aku mengikuti apa yang diperintahkan oleh beliau untuk segera menuju ke kota untuk menemuinya. Sepenting apa hal yang akan dibicarakan oleh Pak Doni? Aku juga masih bertanya-tanya dengan itu.

Sudah dua minggu sejak pertemuanku dengan Nasha malam itu. Dan sejak saat itu pula tidak ada lagi pertemuan antara aku dengannya. Apakah sekarang saatnya aku boleh berharap bisa bertemu dengannya? Namun kota bukanlah tempat yang sempit. Sangat kecil sekali kemungkinan untuk aku bisa menemui nya. Tapi sekecil apapun itu tetap ada kesempatan kan? aku terus berharap akan hal itu.

Sepanjang jalan yang kulalui, ku lihat beberapa baliho dengan wajah Nasha terpampang disana. Tidak-tidak. Ini bukan baliho pencalonan politik seperti yang sedang ramai saat ini ya. Baliho tersebut memperlihatkan Nasha yang sedang berpose cantik dengan menggenggam sebuah merk gadget yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia kelas atas. Di tempat lain, ada lagi baliho yang memperlihatkan Nasha sedang berpose dengan salah satu merk kosmetik made in Paris. Di lain tempat lagi ada baliho yang memperlihatkan satu poster film keluarga yang akan tayang di bioskop dalam waktu dekat.

Aku bisa menemukanmu di mana-mana Nasha. Bahkan cukup mengetikkan namamu di lama google, semua kabar terbaru tentang mu akan terpampang disitu. Kau terlihat baik-baik saja di semua pemberitaan itu. Kebanyakan hanya membahas prestasi mu sebagai seorang artis yang dapat dikatakan multitalent. Aku sungguh bangga padamu, Na. Namun entah mengapa hal-hal tersebut tidak dapat menghapus rasa khawatirku terhadapmu. Aku tau kau hanya sedang bersembunyi dibalik topeng yang kau tampilkan itu. Aku terus saja mengkhawatirkanmu.

"Na? Kamu sedang apa sekarang? Apakah kamu baik-baik saja?" Batinku.

Lagi-lagi ingin sekali ku kirimkan pesan kepadamu barangkali kita dapat bertemu hari ini. Sudah ku bawakan buku yang sudah kujanjikan untuk kupinjamkan kepadamu, Na. tidak-tidak. Lebih tepatnya selalu aku bawa buku itu di dalam mobilku. Bahkan di malam itu, aku juga membawanya. Aku hanya sedikit berbohong agar memiliki kesempatan untuk bisa bertemu denganmu lagi. Namun nyatanya, sampai saat ini aku juga belum bisa menemuimu. Entah aku yang tidak berusaha, atau memang takdir yang menghendaki kita untuk tidak bertemu.

Namun melihat kenyataan bahwa kamu begitu dicintai oleh banyak orang, membuatku kembali mempertanyakan diri ku sendiri. Siapa aku? Apa lebihku? Berani-beraninya aku menyimpan harapan untuk dekat denganmu. Ketenaranmu membuatku tersadar Na, bahwa kita seperti hidup di dunia yang berbeda. Dunia kita berbeda, Na. Kau pernah dengar peribahasa "Bagai pungguk merindukan bulan" Na? nah seperti itu lah aku jika berani mengharapkanmu.

Aku telah tiba di tempat yang sudah diberitahukan oleh Pak Doni sebelumnya. Ternyata itu adalah sebuah gedung stasiun tv swasta. Pak Doni memberitahuku untuk langsung menuju ke lantai 8 gedung itu. Aku langsung menekan tombol lift berharap segera terbuka. Ketika pintu lift hampir tertutup sempurna, sebuah tangan mencegahnya. Dan seorang perempuan masuk dengan tangan satunya yang sedang menenteng tas sambil berbicara dengan orang lain melalui ponselnya. Terlihat sedang buru-buru. Perempuan itu menekan tombol angka 5 tanpa sekali memperdulikan aku yang ada di belakangnya.

Perempuan itu adalah kamu, Na. Nasha Cempaka. Perempuan yang baru kutemui dua kali, namun sudah berhasil menyita perhatianku. Aku tidak salah orang. Jelas sekali itu kamu. Namun pembicaraan aku yang terdengar penting di telepon, membuatku enggan untuk menyela nya dan menyapamu. Aku hanya diam sambil terus memperhatikanmu dari belakang. Entahlah, Na. sepertinya kamu bahkan tidak menyadari bahwa ada aku, seseorang yang tatapannya tak lepas darimu selama di lift itu.




.....................

Hai Hai Hai...

Pandu is backkkk

kira-kira gimana ya nanti mereka? duh jadi penasaran hehehe

AROMA KATA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang