CHAPTER 42

1.3K 218 10
                                    

Nasha's POV


Hari ini aku menghabiskan waktu untuk merawat Pandu yang sedang sakit. Aku bersyukur ketika jarak Penthouse miliknya tidak terlalu jauh dari rumahku. Jadi tidak butuh waktu lama bagiku untuk mengunjungi Pandu. Aku khawatir sekali ketika melihat dia yang hanya meringkuk di atas tempat tidurnya. Badannya panas sekali. Dia terlihat sangat-sangat lemah. Tidak ada Pandu yang biasanya selalu tegar dan kuat. Yang ada hanya Pandu yang wajahnya begitu pucat.

Kini dia sedang tertidur di pangkuanku setelah kuberikan obat. Mungkin efek samping dari obat itu memang menyebabkan kantuk. Kutatap lekat wajah pria yang kini tengah terlelap. Wajahnya terlihat tenang sekali. Matanya begitu indah meskipun sedang terpejam sekalipun. Bulu matanya begitu lentik. Tanpa sadar tanganku yang sedari tadi hanya membelai lembut rambutnya, kini mulai menyisiri setiap inti wajahnya. Pipinya yang halus, hidungnya yang mancung, dan bibir yang tipis. Aku tersenyum ketika tanganku menyentuh bibir indahnya. Sempurna sekali makhluk Tuhan yang dihadapanku ini.

Aku larut menikmati wajah indah yang tersaji di hadapanku. Dan pada detik berikutnya aku dibuat terkejut ketika sang empunya wajah tiba-tiba membuka kedua matanya. Aku tertangkap basah sedang menatapnya lekat. Dia tersenyum.

"Kenapa sayang? Kok lihatin aku sambil senyum-senyum gitu?" dia bertanya. Tidak-tidak, dia sedang menggodaku sekarang.

"Enggak. Siapa yang senyum-senyum." Jujur saja aku malu sekarang.

"Masa si sayang?" Pandu kembali bertanya.

"Iya, kamu mungkin tadi mimpi." Alasan macam apa itu Nasha.

Pandu tersenyum, sedikit terkekeh. Dia duduk di hadapanku sekarang.

"Tapi kok pipi kamu jadi merah sayang? Kenapa?" sungguh aku ingin menghilang sekarang juga.

"Kenapa sayang? Aku ganteng ya?" Pandu semakin membuatku malu. Selama hampir 4 bulan aku mengenalnya, aku baru tahu bahwa dia se menyebalkan ini ketika menjahiliku.

"ihhh kamu tu yaaaa." Kataku sambil menunjukkan wajah jengkel dan memukul pelan bahunya. Pandu tertawa. Kini aku curiga bahwa dia hanya pura-pura sakit tadi.

"sayang," Kini pandu menggenggam kedua tanganku. Entah mengapa keadaan menjadi berubah serius. Sorot dalam matanya menembus netraku. Kami saling menatap untuk beberapa saat. Meskipun dalam, tatapan itu tetap teduh dan menenangkan bagiku.

"Ada apa sayang?" Tanyaku lembut.

"Terima kasih ya." Katanya tiba-tiba.

Aku mengernyitkan dahiku. Untuk apa dia berterima kasih?

"Untuk apa sayang?" Tanyaku padanya.

"Karena sudah hadir di hidupku."

Mungkin bagi sebagian orang itu hanya sebuah rayuan belaka. Namun ketika itu berasal dari mulut Pandu, aku tau itu adalah sebuah ketulusan. Aku tersenyum sambil mengangguk pelan. Mungkin pipiku kini kembali bersemu merah.

"Aku yang harusnya berterima kasih. Terima kasih sudah mau menyembuhkan aku."

Kehadiran Pandu dalam hidupku sudah merubah semuanya. Merubah segala gelap perlahan menjadi terang. Dia menghadirkan bahagia. Aku yakin, jika itu bukan Pandu, aku tidak akan sembuh secepat ini. Pandu memelukku hangat. Pelukan yang selalu dapat membuatku tenang. Aroma tubuhnya selalu membuatku nyaman. Meskipun aku juga tahu, seharian ini pasti dia belum mandi. Tapi harus kalian tahu bahwa dia tetap sangat wangi.

Malam ini aku menginap di penthouse milik Pandu. Tenang saja, ada 4 kamar tidur di penthouse ini dan salah satunya memang sudah disiapkan oleh Pandu untukku. Dia memang berjaga-jaga ketika ada keadaan darurat yang mengharuskan aku menginap, aku tetap memiliki tempat privasiku. Seperti mala mini. Bagaimana bisa aku tega meninggalkan dia sendirian sedangkan keadaannya masih begitu lemah.

AROMA KATA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang