CHAPTER 19 (2)

1.3K 219 11
                                    


Nasha's POV


"Na, kamu gak papa kan? kok dari tadi melamun terus?" Pandu membuyarkan lamunanku. Aku mencoba memberikan senyumku kepadanya menutupi segala kegelisahan yang ada di dalam diriku sekarang ini

"I'm oke kok. Cuma agak capek aja deh kayanya." Kataku tidak ingin membuat Pandu khawatir.

"Maaf ya, Na. Karena ikut aku, kamu jadi kecapekan." Pandu merasa bersalah.

"Gak papa kok, aku senang karena bisa ketemu sama Mama." Jawabku jujur

"Terima kasih ya, Na." Pandu menatapku sekilas sambil tersenyum. Tangan kirinya mengusap lembut tanganku. Lagi-lagi perasaan bersalah itu muncul karena aku merasa nyaman dan bahagia bersama Pandu.

"Terima kasih sudah hadir di hidupku." Kata Pandu tulus. Ingin kutarik tanganku agar aku tak membiarkan diriku larut dalam kebahagiaan ini. Namun aku tidak tega, aku takut melukai perasaan Pandu.

"Pandu," akhirnya aku memberanikan diri untuk memanggilnya.

"Ada apa, Na?" tanya nya lembut sekali. Setiap kata yang keluar dari mulutnya begitu lembut seperti sedang membelaiku. Dia tahu bagaimana cara memperlakukanku. Dia tahu bagaimana meluluhkan hatiku.

"Tolong antarkan aku ke apartemen managerku ya, maaf aku gak bisa bantu kamu pindahan. Gapapa kan?" kataku. Mau bagaimanapun aku harus mengakhiri kebersamaanku dengan Pandu. Semakin lama waktu yang kuhabiskan bersamanya, maka rasa bersalah akan semakin menggerogotiku.

"Gak papa, Na. Tapi apa gak sebaiknya kamu pulang kerumah? Biar aku antar." Kata Pandu.

"Aku mau ke Syena aja, Pandu. Kebetulan besok aku ada job. Lokasinya lebih dekat dari apart Syena. Nanti aku ijin Kak Reno kok." Kataku sedikit berbohong.

Aku tak mungkin kan membiarkan Pandu mengantarku ke rumah dan bertemu dengan Kak Reno. Aku tahu Pandu tidak selemah itu. Namun aku tak mau membawanya semakin dalam. Meskipun aku menyadari, bahwa menawarinya untuk menempati markas rahsia ku juga merupakan jalan untuk membawa Pandu kepada pintu masalah. Tapi apa boleh buat, semua sudah terlanjur. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah memperkecil resiko dari masalah itu, dengan mengurangi pertemuanku dengan Pandu.

Pandu menuruti permintaanku. Sebelum pulang ke markas rahasiaku yang mulai sekarang akan ditempatinya, ia mengantarkanku ke apartemen Syena. Aku juga sudah memberi tahu Syena sebelumnya, bahwa aku akan menginap di tempatnya. Jika sudah seperti itu, Syena sudah tahu bahwa aku butuh dia, dan secara otomatis dia akan menghubungi Kak Reno untuk memberitahunya bahwa aku aman bersama Syena.

Kini aku sudah tiba di apartemen Syena. Sesaat sebelum turun dari mobil, pandu menggenggam tanganku. Dia menatapku dalam. Menelisik mencari tahu. Dia seakan-akan mengerti bahwa ada sesuatu yang sedang aku pikirkan.

"Na, kamu punya aku sekarang, setidaknya sebagai teman. Jadi apapun itu, jangan sungkan untuk minta bantuanku ya? Aku akan sangat senang jika dapat menjadi orang yang bisa kamu andalkan. Jika menurutmu ada sesuatu yang berat untuk dipikirkan sendirian, tolong berbagilah denganku. Ya, Na?"

Pandu, kenapa kamu selalu membuatku ingin menangis? Kenapa kamu begitu mengerti aku? Andai ku turuti egoku, aku yakin kini aku akan menangis di dekapanmu. Mencari ketenangan di sana.

"Terima kasih, Pandu. Kamu hati-hati ya." Jawabku dan kemudian turun dari mobil itu. aku tinggalkan mobil itu disana. Aku yakin Pandu juga belum melajukan mobilnya. Tapi biarlah. Aku tidak boleh terjebak dalam rasaku.

Ku ketuk pintu apartemen Syena keras-keras berharap ia segera membuka kan pintu itu untukku. Aku ingin segera masuk kesana. Aku ingin menumpahkan semuanya. Dan benar saja. Tepat ketika pintu itu terbuka, air mataku lolos begitu saja. Tubuhku lemah tertunduk di lantai apartemen Syena. Aku menangis sejadi-jadinya. Syena dengan segala kebingungannya hanya berusaha mendekap dan menenangkan aku.

"Sakit banget Syena, sakittt. Gue harus gimana?" Kataku yang masih berada dalam tangis yang tak kunjung mereda. Syena yang sudah biasa menghadapiku tentu tau bagaimana harus bersikap. Dia hanya diam mendengarkan tanpa berhenti menenangkan aku.

"Gue salah Syena, gue gak bole kaya gini. Gue harus jauhi dia kan Syena?"

"Syena, sakit syenaa, gue gak mau dia kenapa-napa."

"Gue emang gak boleh bahagia ya? Gue mau bahagia Syena, gue mau ngerasain bahagia. Gue mau bahagia sama dia Syena."

"Tapi gue gak boleh kan Syen, gue gak boleh egois kan? Gue gak boleh punya perasaan apapun ke dia kan syena?"

"Tapi gue mau dia Syena, Gue nyaman Syen sama dia"

"Tuhan, tolong, jika tidak bisa bersama tolong jangan buat aku jatuh cinta, Tuhan"

Aku tumpahkan semua rasa sakit yang aku rasakan. Di hadapan Syena, ku keluarkan semua keluhan yang ada di benakku. Tangisku tak kunjung mereda. Air mataku terus berjatuhan begitu saja. Namun sakit ku terus saja terasa. Sampai-sampai rasanya sulit untukku membuka mata yang sedari tadi sudah basah. Begitu sakit rasanya. Begitu melelahkan. Sangking lelahnya aku sampai tertidur dalam keadaan masih menangis. Dan baru terbangun di keesokan harinya dengan dada yang terasa sesak. Mataku terasa sulit terbuka. Kepalaku terasa begitu berat. Tuhan harus sesakit inikah jatuh cinta?




..................

heheheheheheheheh

selamat membaca :)

AROMA KATA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang