CHAPTER 38

1.1K 222 11
                                    

Nasha's POV


Aku sudah berada di perjalan bersama Pandu saat ini. Kita berdua sedang menuju ke rumah Papa. Perasaanku campur aduk. Lebih banyak takutnya sebenarnya. Aku takut untuk mengetahui fakta bahwa bukan Kak Reno pelaku yang membunuh Andra. Sebenarnya aku sedikit senang, karena berarti bukan aku penyebab kematian Andra. Tapi aku takut menerima fakta bahwa akulah yang menyebabkan Kak Reno menjadi kacau seperti sekarang. Satu-satunya hal yang bisa disyukuri saat ini adalah aku bersama dengan Pandu. Ada Pandu yang akan selalu bisa membuatku lebih tenang. Dia tidak pernah membiarkanku berperang sendirian melawan pikiran-pikiran mengerikan yang memenuhi otakku. Seperti saat ini, selama di mobil Pandu selalu berusaha menciptakan obrolan ringan yang menyenangkan. Kadang dia membuat lelucon aneh yang sebenarnya menurutku itu tidak lucu. Tapi anehnya, dia selalu berhasil membuatku tertawa.

"Sayang, can I ask you something?" Tanya Pandu di sela-sela obrolan kita.

"Ya, sure. Apa sayang?" aku menantikan apa yang akan dia ucapkan selanjutnya.

"Setelah semua permasalahan ini selesai, can we have a date?"

Dan yang kulakukan selanjutnya adalah menertawakan permintaanya. Aku sudah berpikir dia akan meminta sesuatu yang sulit aku turuti. Ternyata dia hanya meminta untuk bisa berkencan denganku. Sederhana sekali permintaanya.

"Sayang, jangan ketawa. Ini aku lagi serius." Ucap Pandu yang lebih terdengar seperti anak kecil yang merengek. Lucu sekali.

"Kamu lucu taukk, permintaanya aneh." Kataku.

"Ih, gak aneh sayang. I haven't even asked you to be my officially girlfriend yet." Kata Pandu sambil menunduk. Aku tahu, mungkin dia sedang merasa takut kehilangan aku.

"But for me, you are officially my boyfriend science that day."

Aku harus memberikan tepuk tangan kepada diriku sendiri atas keberanian yang aku punya ini. Entah sejak kapan aku menjadi seperti ini. Aku tidak pandai mengungkapkan perasaan. Aku cenderung pemendam. Namun entah mengapa, kepada Pandu aku menjadi begitu transparan. Pandu yang mendengar ucapanku pun tersenyum lebar sambil mengusap lembut kepalaku. Kemudian kita terdiam beberapa saat sampai akhirnya Pandu mengeluarkan kata-kata yang sangat tidak aku duga.

"Apa aku langsung lamar kamu aja ya sayang?"

Aku yakin semua orang yang berada di posisiku pasti akan sangat terkejut mendengar perkataan Pandu.

"Kamu jangan ngaco deh." Kataku tentu saja dengan ekspresi terkejut.

"Kamu gak mau ya aku lamar? Kamu gak mau ya nikah sama aku?" Pandu bertanya dengan ekspresi seperti merajuk.

"Ya Mau Lahhh!!" Jawabku sedikit tidak santai.

Siapa yang tidak mau menghabiskan seumur hidup dengan seorang Pandu Dinata yang kesabarannya seluas samudera. Aku yakin semua orang akan iri kepadaku ketika mengetahui bagaimana cara Pandu memperlakukan aku. Jika aku bisa memilih dengan siapa aku akan menghabiskan masa tua ku, tentu saja aku tidak akan berpikir dua kali untuk menjawab bahwa orang yang aku inginkan adalah Pandu.

"Ahhahahah, santai aja sayang jawabnya. Apa emang beneran mau aku lamar?" Kata Pandu dengan sedikit mengejek ku.

"Ih, sayang jangan ngeledekin aku." Kataku sambil sedikit memanyunkan bibirku.

Tangan pandu yang sedari tadi focus menyetir, kini salah satunya menggenggam tanganku.

"Aku bercanda sayang. Maksudnya bukan bercanda tentang aku mau melamarmu. Itu pasti aku lakukan nanti. Ketika kamu sudah benar-benar siap. Aku tahu masih banyak mimpi yang sedang kamu usahakan. Jadi selama apapun itu, aku siap menunggu kamu." Katanya serius.

Tidak ada alasan untuk meragukan betapa besar cinta yang Pandu berikan untukku. Ternyata kata-kata akan ada pelangi setelah hujan itu adalah benar. Tuhan memberikanku banyak hujan untuk mendatangkan pelangi indah berwujud laki-laki dengan segala kesempurnaannya. Mendengar apa yang telah diucapkan oleh Pandu membuatku semakin yakin bahwa selama ada dia bersamaku, dunia akan terasa baik-baik saja. Pandu akan mengusahakan semuanya untukku. Begitupun dengan aku. Aku juga akan melakukan apa saja untuk membuatnya bahagia.

Setibanya di rumah Papa, kami disambut hangat oleh Papa dan Mama. Seperti biasanya, aku merasa begitu nyaman di rumah ini. Rumah dimana di dalamnya aku bisa mendapatkan seluruh kasih sayang yang tidak aku dapatkan dirumahku. Setelah menunggu Pandu mengobrol sebentar dengan Papa, kini dia mengajakku untuk melihat rekaman cctv itu di kamar Pandu yang tentu saja jarang digunakan oleh pemiliknya.

Aku melihat sekeliling kamar yang dipenuhi dengan nuansa putih dan abu-abu. Design minimalis membuat kamar itu terlihat luas dan begitu nyaman. Ada beberapa foto masa kecil Pandu yang terpajang di sana. Aku tersenyum melihat salah satunya. Dia begitu menggemaskan ketika kecil. ada juga mainan-mainan robot kecil yang terpajang rapi di salah satu almari dikamarnya. Sepertinya itu mainannya ketika kecil. Sedang asik melihat-lihat isi kamar itu, tiba-tiba Pandu memanggilku.

"Na, sayang. Sini." Katanya yang kini sudah duduk di balkon kamarnya yang menghadap langsung ke kolam renang yang berada di area belakang rumah. Aku baru tahu bahwa di rumah ini ada spot yang menurutku menampilkan pemandangan yang bagus. Aku duduk tepat di sampingnya. Di depan kami ada meja kecil yang kini digunakan oleh Pandu untuk meletakkan laptop yang akan digunakan untuk membuka file rekaman cctv tersebut. Ketika tengah menunggu, mama menghampiri kami dengan membawa sebuah nampan yang aku tebak isinya adalah minuman dan camilan.

"Nasha sayang, this is your favorite. Ice matcha and matcha cake." Kata Mama begitu riang. Dia menaruh minuman dan kue itu untuk ku.

"Mama ih, kan jadi ngerepotin." Kataku merasa tidak enak kepada Mama. Setiap aku datang kesini, Mama selalu memperlakukanku dengan amat sangat baik.

"Ih enggak sayang, ini kamu cobain deh cake nya enak banget. Tadi mama lihat ada toko kue di jalan. Terus Pandu ngasih tahu kalau kamu mau kesini. Jadi Mama beli deh. Ini cobain." Kata Mama sambil menyuapkan kue itu ke mulutku.

"Enak banget Ma, Nasha kayak pernah makan kue ini deh. Rasanya sama seperti kue yang nasha makan waktu Nasha ketemu Pandu di café."

"di cafe mana memangnya?" Tanya Mama.

"Ukhukkkk ukhuuukk." Pandu tersedak ketika tengah minum air putih yang dibawakan Mama. Aku sedikit heran, namun mungkin karena dia memang kurang hati-hati.

"Hati-hati Pandu." Kata Mama memperingati.

"Yasudah, Mama kebawah dulu ya, Nanti kita makan siang bareng." Kata Mama kemudian berlalu meninggalkan kami.

Kepergian Mama membuat perasaanku menjadi menegang. Sesaat lagi aku akan mengetahui fakta dari peristiwa yang selama ini menjadi ketakutan terbesarku.

"Sayang, kamu sudah siap?" Tanya Pandu yang satu tangannya sudah menggenggam tanganku. Aku tahu, dia sedang berusaha menguatkan aku sekarang. Kubalas pertanyaan Pandu dengan anggukan. Siap tidak siap aku harus menghadapi semuanya. Ingat, aku punya Pandu sekarang yang akan selalu menemaniku. Jadi aku tidak perlu takut lagi.

Video rekaman cctv kejadian 3 tahun lalu kini sudah diputar. Benar saja, Kak Reno muncul dari arah yang berbeda dengan arah peluru itu datang. Dan ada dua orang yang tak terlihat wajahnya melompat setelah Andra tertembak. Mereka berdua memakai penutup wajah dan sarung tangan. Siapa mereka? Lalu untuk apa waktu itu Kak Reno berada disana?

Aku sudah mencoba sekuat tenaga untuk tidak menumpahkan air mataku. Namun ternyata gagal. Rasa bersalah terhadap Kak Reno kini semakin menggerogotiku. Lagi-lagi, pada akhirnya, aku menangis di dalam dekapan tubuh Pandu.




.........

selamat nyengir ampe giginya kering wkwkwk

soalnya kau juga gitu pas baca wkwk   

AROMA KATA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang