CHAPTER 2

2.2K 270 21
                                    

Nasha's POV

Pikiranku penuh sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pikiranku penuh sekali. Banyak hal berlalu lalang berlarian memenuhi otakku. Banyak hal yang membuatku merasa tidak baik-baik saja tapi aku tidak tahu bagaimana cara memperbaiki nya. Setelah perdebatan panjang yang terjadi antara aku dan kakakku satu-satunya, aku memutuskan untuk sejenak lari dari semuanya dan menenangkan diri. Entah kemana tujuanku, yang jelas saat ini aku hanya tidak ingin bertemu dengan kakakku. Aku terus melajukan mobilku menyusuri jalanan yang tak terlalu ramai. Tanpa kusadari, ternyata aku sudah tiba di sudut kota yang tampak sepi. Satu bangunan kecil menarik perhatianku. Sebuah cafe dengan design modern unfinished ditambah dengan tanaman-tanaman yang ditata sedemikian rapinya, membuatku membelokkan mobil untuk parkir di depan gedung tersebut. Setidaknya, menurutku, di tempat ini tidak akan banyak orang yang mengenalku. Setidaknya, di tempat ini, sesaat aku dapat menjadi diriku sendiri. Memang siapa aku? Se terkenal itukah aku? Nanti kalian juga akan tahu.

Aku bersiap turun dari mobil. Membenarkan sedikit pakaian dan memastikan bahwa mata sembab ku tidak terlihat oleh orang lain. Ku pakai kacamata hitam ku, dan aku siap untuk memesan matcha latte yang aku tak tahu apakah kafe ini menjualnya atau tidak. Sesaat sebelum ku buka pintu mobilku, bayangan tentang perdebatan dengan Kak Reno, kakakku, kembali hadir. Sesak itu datang lagi.

Flashback On

"Gak Bisa!! Kakak gak mau tahu pokoknya kamu harus cancel semua job kamu minggu depan! Kamu harus ikut kakak!"

Ya, itu Kak Reno. Kakakku satu-satunya namun kehadirannya seperti tak pernah menjadi sosok kakak bagiku. Ia mengekangku. Memaksaku untuk mengikuti setiap kemauannya tak peduli apakah aku mau atau tidak. Seperti siang ini. Dia memaksaku untuk ikut dengannya merayakan pesta ulang tahun temannya di Bali yang akan dilaksanakan minggu depan. Sepele memang, namun dia memintaku untuk membatalkan semua jadwalku minggu depan. Mungkin aku tak masalah jika hanya satu atau dua hari. Bukankah pesta ulang tahun tidak sampai diadakan 7 hari berturut-turut kan? Namun Kak Reno memintaku untuk menemaninya menemui kolega kolega bisnisnya yang tak jarang diantara mereka pasti akan menggodaku. Dan Kak Reno, justru merasa bangga dengan itu.

Dia seringkali membangun relasi dengan orang-orang baru dengan embel-embel bahwa aku akan dikenalkan kepada rekan bisnisnya itu. Tak jarang aku mendapatkan perlakuan tak sepantasnya dari mereka. Bahkan beberapa diantara mereka dengan santainya mengajakku tidur. Kak Reno? Tentu dia tidak akan peduli dengan hal itu.

"Aku gak bisa kak, Mau kakak paksa pun aku tetap gak bisa. Job ku minggu ini full dan aku sudah taken kontrak sejak bulan lalu. Jadi mau gimana pun aku tetap gak bisa ikut kakak."

Setelah penolakan yang aku lakukan, aku sudah tau apa yang selanjutnya terjadi. Yak, dugaan ku tepat sekali. Satu buah vas bunga keramik jatuh dan pecah berserakan setelah mengenai bahuku. Hal tersebut sudah biasa terjadi ketika ada sesuatu yang membuat Kak Reno marah. Dan aku, adalah sasaran empuk yang selalu menjadi korban pelampiasan atas kemarahannya.

"Udah? Atau masih ada barang yang kakak mau lempar lagi? Aku tunggu!"

Dengan segala kemuakan ku, kuberanikan diriku untuk menantang Kak Reno. Aku tidak tahu setelah ini apa yang akan terjadi padaku, yang jelas aku sudah muak dengan semuanya.

"Maaf dek, kakak cuma mau kamu ikut kakak!"

Dia meminta maaf. Namun tak sedikitpun kemarahan di wajahnya berkurang, matanya masih menyala merah, dan tangannya masih mengepal menggenggam amarah.

"Terserah kakak! Adek gak bisa terus-terusan ikut mau kakak! Adek pergi!"

Aku melangkahkan kakiku keluar rumah meninggalkan Kak Reno yang terus meneriaki ku dan mengeluarkan seluruh umpatannya untukku. Untungnya dia tidak mengejarku. Karena jika dia mengejar, sudah pasti kaki pendek ku akan kalah dengan langkah panjang nya karena postur tubuhnya yang lebih tinggi jauh dari aku. Ku lajukan mobilku tanpa arah. Entah kemana semesta kali ini akan membawaku.

Flashback Off

Lamunan ku terhenti ketika handphone ku berdering. Kulihat nama yang tertera di layar, dan ternyata managerku. Syena namanya. Dia sekaligus merupakan seorang sahabat yang sudah aku temui sejak di bangku sekolah dasar. Aku tahu kini dia sedang mengkhawatirkanku karena puluhan pesan yang dia kirimkan padaku, belum ada satu pun yang aku balas. Aku hanya ingin sendiri sekarang, menghabiskan waktu dengan riuhnya kepalaku.

Aku melangkahkan kakiku memasuki kafe kecil itu. Harum semerbak khas kopi menyapaku ketika aku membuka pintu. Kupesan matcha latte dan syukurlah, kafe ini menjualnya. Aku berniat singgah sesaat di tempat ini. Kurasakan nyaman ketika berada disana. Entahlah, tapi aku suka suasananya. Namun, lagi-lagi teleponku berbunyi. Masih dengan nama yang sama, Syena. Karena merasa sudah lebih baik, aku mengangkatnya. Terdengar suara Syena sedikit bergetar. Dia mengabariku, bahwa Kak Reno kecelakaan ketika berniat mencariku. Dia terkapar di rumah sakit sekarang.

Mau bagaimanapun dia tetap kakakku dan aku menyayanginya. Aku cemas menunggu matcha latte yang kupesan dibuat oleh sang barista. Begitu pesananku siap aku langsung membayarnya dan bergegas keluar. Namun belum sempat aku melangkahkan kakiku,

Brukkkkk

Aku menabrak seseorang ketika membalikkan badanku. Barang-barang yang ada di tasku jatuh berserakan. Tak hanya milikku. Beberapa barang milik orang bertabrakan denganku juga jatuh. Aku melihat sebuah dokumen bertanda tangan lengkap dengan materai yang menempel, basah oleh matcha latte milikku yang ikut jatuh bahkan sebelum sempat aku minum. Tanpa mengetahui isi nya pun, aku tahu bahwa itu adalah dokumen penting.

"Cobaan apa lagi ini Tuhan?" batinku.

Aku bergegas merapikan barangku yang berserakan. Aku tahu orang yang di hadapanku sekarang sedang sangat kesal. Namun aku tidak punya waktu untuk meladeni nya. Bukan aku jahat, hanya saja aku sedang sangat mengkhawatirkan keadaan Kak Reno sekarang.

"Maaf ya mas, saya tidak hati-hati." Ucapku yang sudah tak tahan lagi dengan air mata yang sudah siap jatuh ke tanah. Aku menangis. Badanku bergetar. Meskipun tak sedikitpun suara yang kukeluarkan lagi setelah permohonan maaf itu. Aku menunduk, tanganku menutupi wajahku yang sudah tidak berkacamata lagi. Aku merasa dunia sedang tidak mau berteman denganku.

Tangisku semakin pecah ketika ketika aku merasa tubuhku didekap oleh seseorang. Punggungku diusapnya perlahan, menenangkan. Aku sudah tak bisa lagi menyembunyikan hancurku.




..............

Hayooo, gimana ini ceritanya? jangan lupa komen yaaaa 

AROMA KATA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang