CHAPTER 22

1.3K 239 43
                                    

Pandu's POV


Kini aku tengah gusar menunggu kedatangan seseorang yang sangat aku harap-harapkan. Setelah beberapa hari tanpa kabar, hari ini, siang ini, dia tiba-tiba menghubungiku. Dia membalas pesan-pesanku dan tak membiarkan pesan itu berakhir hanya dengan centang biru. Dia, tiba-tiba mengatakan ingin menemuiku. Tentu saja aku dengan senang hati akan menyambutnya. Terbukti dengan apa yang sedang aku lakukan saat ini.

Aku tengah mondar-mandir kesana kemari memastikan bahwa tempat yang saat ini aku tempati terlihat dalam keadaan bersih, rapi, dan, nyaman. Tak lupa aku juga sudah memesan beberapa camilan dan minuman kesukaannya yaitu matcha. Sesuai perjanjianku dengannya, aku dapat mengakses seluruh ruangan di rumah ini kecuali kamar Nasha. Dan sudah kupastikan semua ruangan dalam keadaan baik.

Aku terus saja mengulang kegiatanku yaitu duduk, memainkan kaki, kemudian berdiri, dan duduk lagi. Aku sangat menunggu kedatangannya. Aku tak sabar untuk bertemu dengannya. Aku tak sabar untuk melihat senyum nya. Aku tak sabar untuk menyaksikan sorot teduh matanya. Aku tak sabar untuk menghabiskan waktu bersamamu, Nasha Cempaka.

Aku berdiri dengan semangat ketika mendengar pintu rumah itu diketuk. Sudah kupastikan bahwa itu kamu, Na. Sepertinya aku terlalu bersemangat sampai tanpa sengaja kakiku tersandung meja ruang tamu. Tunggu aku Na, kita akan berjumpa.

Pintu sudah terbuka. Menampilkan wajah makhluk Tuhan yang sejak satu bulan lalu sangat kudamba. Cantik. Selalu cantik seperti biasanya. Kamu mengenakan kaos berwarna coklat dengan celana dan kerudung hitam. Sandal crocs kesukaanmu, dan tas hitam kecil yang kamu tenteng. Sempurna. Kamu adalah gambaran kesempurnaan.

Aku menyambut kehadiranmu dengan senyuman. Kau juga tersenyum begitu melihatku. Namun aku menyadari ada sorot lain dimatamu. Kau menatapku begitu sendu. Ada apa Na? Apakah ada sesuatu yang membuatmu terluka? Atau justru aku yang sudah membuatmu terluka.

"Pandu," kau menyapaku dengan lembut.

"Apa kabar Na?" Tanyaku. Dari sekian banyak kalimat yang bisa kuutarakan, saat ini aku hanya ingin mengetahui dan memastikan bahwa kau memang sedang baik-baik saja. Dan ternyata benar dugaanku. Kamu, sedang tidak baik-baik saja. Sangat tidak baik-baik saja.

Kamu hanya menunduk dan tak menjawab pertanyaanku. Melihatmu yang tampak sendu, aku mempersilahkan masuk terlebih dahulu. Aku berjalan kedalam mendahuluimu, kau mengikutiku. Belum sempat aku mempersilahkanmu untuk duduk kau kembali memanggilku, pelan. Sangat pelan, namun masih bisa aku dengar.

"Pandu," panggilmu lagi. Aku menoleh kebelakang. Menghadapkan diriku padamu. Menatapmu, dan mencoba mencari tahu apa yang sedang kamu rasakan. Sedetik kemudian, aku dibuat kaget dengan kamu yang tiba-tiba memeluk tubuhku. Menenggelamkan wajahmu di dada bidangku. Kamu menangis. Tubuhmu bergetar. Tangismu terdengar begitu menyakitkan. Sebenarnya ada apa denganmu, Na?

Kudekap erat tubuhmu yang masih bergetar itu. Ku usap lembut kepalamu berharap hal itu bisa menenangkanmu. Dan benar ternyata, perlahan tangismu mulai mereda.

"Na, ada apa?" Aku bertanya padamu yang masih berada di dekapanku. Kamu hanya menggeleng dan tidak menjawabku. Yang aku rasakan hanya kamu yang semakin mempererat pelukanmu. Kubiarkan kita dalam posisi saling memeluk tanpa kata. Apapun luka yang sedang kamu rasakan saat ini, izinkan aku untuk meleburnya. Setelah beberapa menit, akhirnya kamu mengeluarkan suara.

"Pandu," katamu sambil mengangkat kepalamu dan kini kau sedang menatapku. Sakit sekali rasanya Na, melihat matamu yang basah dan sembab itu. Ingin sekali rasanya untuk terus membersamai harimu dan tak akan kubiarkan air mata itu membasahi pipimu.

"Ada apa, Na?" Tanyaku lembut sambil mengusap sisa-sisa air mata yang masih membasahi wajahnya.

"Pasti sekarang aku jelek banget ya?" katamu berikutnya.

Aku tersenyum mendengarnya. Kamu begitu lucu dan menggemaskan ketika mengatakannya Na. jika boleh, ingin rasanya aku membawamu ke KUA sekarang juga. Dan memastikan bahwa tidak akan ada orang lain yang dapat melihat sisi lainmu yang seperti ini. Lucu sekali.

"Kamu tetap cantik, Na." Kataku tidak berbohong.

"Pandu," kamu memanggilku lagi.

"Iya, Ada apa?" jawabku lembut.

"Aku capek, mau duduk."

Ya Tuhannn. Kenapa kamu bersikap begitu menggemaskan, Na? tolong, jangan membuat jantungku semakin lemah.

Aku merangkulnya, membawanya untuk duduk di sofa.

"Aku ambilkan minum dulu ya, Na." kataku yang masih berdiri dihadapannya.

"Jangan lama-lama." Katamu sambil memberikan tatapan memohon kepadaku. Tanganmu masih setia menggenggam tanganku.

"Iya, sebentar ya, aku ambilin ice matcha untukmu."

Kini aku sudah kembali dengan ice matcha di tanganku. Kuberikan kepada Nasha dan aku kini duduk di sampingnya. Meskipun tak mengurangi kesedihan yang terpancar di wajahnya, namun setidaknya kini dia terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Ku tatap lekat wajahnya, sambil merapalkan doa-doa kepada Yang Maha Kuasa. Tuhan, aku ingin terus membersamainya.

"Jadi, sebenarnya ada apa, Na?" kuberanikan diriku untuk langsung bertanya kepadanya apa penyebab dari tangisnya hari ini.

"Pandu, boleh aku minta sesuatu kepadamu?" dia bertanya kepadaku.

"Boleh, Na. Apapun itu, jika aku mampu pasti akan aku usahakan."

Kini dia membenarkan posisi duduknya dan menatap aku lekat. Entah apa yang akan dia ucapkan berikutnya, aku masih belum bisa menebaknya.

"Bagaimanapun nanti keadaanku, tolong jangan tinggalkan aku ya?" Nasha menyampaikan permintaannya sambil menunduk. Seperti ada beban yang begitu berat ketika mengatakan itu padaku.

Kuraih kedua tangannya, ku usap lembut kedua punggung tangannya. Berusaha memberikan kekuatan untuknya.

"Aku tidak akan membiarkanmu sendirian, Na. Aku tidak akan meninggalkan kamu. Tapi tolong, jangan jauhi aku ya? Apapun masalahnya, tolong beritahu aku, jangan menjauh dariku. Ya, Na?"

Kamu mengangguk. Kini kamu sudah berani menatapku. Tangan kita masih saling bertaut. Ku tatap lembut matamu, mencoba mengisyaratkan bahwa aku akan mengusahakan semuanya untukmu. Aku akan memastikan, bahwa bersamaku kamu akan baik-saja. Bahwa bersamaku, kamu akan merasakan bahagia. Sebab aku menyayangimu. Sebab aku, ingin terus bersamamu. Sebab kamu, kini adalah akhir dari segala tujuanku.



...........

Selamat membaca :) 

AROMA KATA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang