CHAPTER 14

1.5K 228 24
                                    

Nasa's POV

"Kenapa Na? Kok senyum-senyum gitu?" Tanya Arga salah satu rekan penyanyi yang kini sedang duduk bersamaku. Kita sedang sama-sama menunggu list lagu untuk acara ulang tahun stasiun tv yang akan diselenggarakan besok. Kebetulan aku dan Arga menjadi bagian dari pengisi acaranya. Aku dan Arga cukup akrab, karena memang kita beberapa kali mendapat tawaran job di tempat yang sama.

"Ah gapapa, ini temen gue lagi nge joke." Kataku

"Temen lo siapa? Syena?" Tanyanya lagi.

"Hah, ah iya Syena ini." Jawabku sedikit terbata.

"Ya elah tinggal bilang aja Syena, pake gaya-gaya an temen gue temen gue. Kaya punya temen aja lo." Kata Arga meledekku. Namun yang dikatakan Arga memang benar adanya. Aku memang tidak pernah benar-benar punya teman bukan? Terkecuali Syena. Hidup di dunia entertain memang seperti ini resikonya. Banyak sekali orang yang ingin berteman hanya untuk memanfaatkan ketenaran yang ada pada diriku. Jadi, aku lebih memilih untuk tidak terlalu akrab dengan orang-orang yang bekerja di sekitarku. Aku hanya bersikap sebagaimana aku harus bersikap.

Lagi-lagi aku tersenyum sendiri membaca pesan-pesan yang dikirimkan oleh Pandu. Ya, joke yang aku katakan kepada Arga sebenarnya bukan joke. Melainkan pesan dari Pandu yang menurutku itu sangat lucu. Lebih lucu dari candaan-candaan yang dilemparkan oleh Arga sejak tadi. Kalian mau tahu apa yang lucu dari pesan-pesan Pandu? Mari aku ceritakan.

Pagi tadi aku berangkat sedikit terburu-buru karena Syena lupa membangunkan ku. Alhasil aku bangun sedikit kesiangan. Begitu memasuki gedung kantor salah satu stasiun tv swasta ini, aku melihat punggung orang yang sepertinya aku kenal. Dia tengah memasuki lift, yang artinya aku juga harus segera berlari menyusulnya karena aku harus bisa masuk ke dalam lift itu. Karena jika aku tidak ikut dalam lift itu, aku harus menunggu lift berikutnya lebih lama lagi. Dan artinya aku akan semakin terlambat.

Dalam keburu-buruan ku itu, vocal director untuk acara tersebut ternyata menelponku dan aku harus mengangkatnya. Benar saja. Dia dan Arga sudah menungguku di atas. Untung saja aku berhasil masuk ke dalam lift yang hampir saja tertutup. Aku melihatnya. Benar saja. Aku mengenal orang itu. Dia adalah Pandu. Namun karena lagi-lagi aku sedang terburu-buru, aku tidak punya waktu untuk sekedar menyapanya. Padahal aku ingin sekali hanya sekedar menanyakan bagaimana kabarnya.

"Nasha" Aku mendengar Pandu memanggilku ketika aku keluar dari lift tepat di lantai lima. Tapi lagi-lagi aku hanya bisa mengabaikannya karena aku bahkan tidak punya waktu hanya untuk sekedar menengok kepadanya. Pandu pasti kecewa dan menganggapku sangat sombong. Sebenarnya aku juga bertanya-tanya apa yang sedang dia lakukan disini? Apakah ternyata dia bekerja disini? Apakah pekerjaannya berhubungan dengan pertelevisian? Aku jadi penasaran.

Hampir dua jam aku berada di ruangan ini bersama Arga dan vocal director kami. Ketika kami tengah berbincang, aku sedikit terkejut dengan seseorang yang berdiri memperhatikan kami dari arah pintu yang kebetulan tidak tertutup sempurna. Aku menyadari kehadirannya. Namun sepertinya, hanya aku yang menyadarinya. Aku mengenal orang itu. Dia adalah orang yang tadi pagi di dalam lift bersamaku. Lagi-lagi aku berpura-pura tidak menyadari kehadirannya dan melanjutkan obrolan asyik dengan Arga dan vocal director kami. Arga memang lucu, jadi mudah sekali menertawakan jokes-jokes receh yang dikeluarkannya. Sesaat kemudian, kulihat orang itu sudah tidak ada di tempatnya berdiri tadi. Aku jadi berpikir, haruskah aku mengirim pesan kepadanya?

Hal tersebut membuatku berkali-kali membuka room percakapan kita. Aku ragu. Apakah tidak apa-apa jika aku mengirim pesan kepadanya? Lagi-lagi kekhawatiranku tentang sikap Kak Reno kembali membuatku mengurungkan niat untuk mengirimkan pesan kepadanya. Ya Sudahlah biarkan saja.

Belum sempat aku keluar dari room chat antara aku dan Pandu, tiba-tiba pesan darinya masuk. Sial. Otomatis pesan itu langsung terbaca. Mau tidak mau aku harus membalasnya. Aku mengutuki diriku sendiri yang terkesan seperti sedang menunggu pesan darinya. Dia menanyakan kabarku. Ternyata dia mengajakku bertemu dengan alasan ingin meminjamkan buku yang tempo hari dia janjikan. Aku mengiyakannya. Lagian tidak apa kan hanya sekedar bertemu sebentar? Kak Reno tidak akan marah padaku kan?

AROMA KATA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang