CHAPTER 27

1.4K 240 39
                                    

Pandu's POV


"Udah siap sayang?" Tanyaku kepada Nasha yang kini tengah menuruni tangga. Dia tampak lebih segar dari kemarin. Meskipun ada sedikit sembab yang tersisa di mata karena dia kemarin terlalu lama menangis. Tentu saja, dia tetap cantik seperti biasa. Justru kini makin terlihat cantik karena pipinya bersemu merah ketika aku memanggilnya dengan sebutan "sayang". Aku sungguh masih tidak menyangka tentang apa yang sudah terjadi kemarin. Kini kamu milikku, Na. Dan akan kubuat selamanya kamu menjadi milikku. Hanya milikku.

"sudah, ayok." Kata Nasha yang terus berjalan melewatiku untuk menuju pintu. Dia sepertinya sedang menutupi rasa malu.

Segera ku semakan langkahku dengan dia kini aku berdiri tepat di sampingnya, dan melihat bahwa terdapat sedikit noda lipstik yang menempel di ujung bibirnya. Mungkin Nasha sedikit buru-buru ketika berdandan tadi.

"Sebentar sayang, ini agak belepotan." Kataku sambil mengusap noda lipstik di ujung bibirnya untuk menghilangkannya.

"Cantik." Kataku kemudian sambil menatap lembut Nasha. Dan perempuan yang kutatap kini tengah tersenyum sambil menunduk malu. Ah dia begitu cantik ketika seperti ini.

Kini aku dan Nasha sudah berada di dalam mobil menuju rumah Papa dan Mama. Tidak terlalu jauh dari sini. Hanya butuh sekitar 30 menit untuk sampai di perjalanan. Sejak awal duduk di mobil ini, tak kubiarkan tangan Nasha lepas dari genggamanku. Tenang saja, aku sudah ahli untuk sekedar menyetir dengan satu tangan.

"Ini gapapa kamu nyetir satu tangan gitu?" tanya Nasha.

"Gapapa sayang, aku udah ahli."

"Tapi kan tetap harus hati-hati." Katanya lagi.

"Aku hati-hati kok, aku juga pelan ini naik mobilnya. Aman kok." Jawabku yang tetap tidak mau melepaskan genggaman tanganku pada tangannya. Rasanya nyaman sekali. Tangan mungil Nasha terasa begitu pas untuk terus aku genggam. Akhirnya dia pun mengalah, membiarkan tangannya untuk berada dalam genggamanku.

Mobilku sudah terparkir di halaman depan rumah Mama dan Papa yang luas. Rumah yang hampir tak pernah aku huni sejak usiaku lima tahun. Aku juga seperti tidak memiliki banyak kenangan dengan rumah ini. Namun entah mengapa, kali ini aku sangat senang untuk mengunjungi Mama dan Papa. Mungkin salah satunya karena saat ini aku datang bersama Nasha. Perempuan yang tiba-tiba memberikan banyak perubahan dalam hidupku.

Kutatap dia yang kini sedang membereskan beberapa barang di tas kecilnya. Entah salah atau tidak, dia seperti terlihat gugup. Dan benar saja, ketika ku genggam lagi, tangannya terasa begitu dingin. Apakah dia sakit?

"Sayang kenapa? Kok dingin banget tangannya. Kamu sakit?" tanyaku sambil menempelkan punggung tanganku ke pelipisnya.

"Eh, gapapa kok. Aku gapapa." Katanya sambil menampilkan senyum.

"Beneran gapapa? Apa mau ke dokter dulu?" tanyaku memastikan.

"Gapapa sayang." Katanya

Tunggu, apakah baru saja Nasha memanggilku sayang? Apakah aku salah dengar?

"Coba diulang." Pintaku kepada Nasha dan dia tampak sedikit kebingungan.

"Apanya yang diulang?" tanyanya seperti tidak mengerti apa yang aku maksud.

"Itu tadi, coba diulang kamu manggil aku apa?"

Nasha yang sudah tahu apa maksudku kini tersipu malu. Sepertinya dia juga tidak sadar bahwa tadi dia memanggilku dengan panggilan sayang. Lucu sekali kamu Na.

"Ih pandu, jangan gitu, aku malu." Katanya yang kini tengah menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Ku bukakan pintu mobil ku agar Nasha bisa keluar. Tentu saja. Aku sudah turun dari mobil itu lebih awal. Tangan kita saling bertaut sekarang. Berjalan beriringan menuju pintu rumah Mama yang sudah terbuka lebar. Sesaat sebelum memasuki pintu rumah itu, langkah Nasha berhenti yang tentu saja membuatku ikut berhenti. Dia terlihat begitu gugup. Entah apa yang membuatnya segugup itu. Apakah dia melihat hantu di rumahku?

"Ada apa sayang, kok gugup gitu?" Tanyaku

"Gatau, aku nervous banget ini." Akhirnya dia memberitahuku.

"Kenapa? nervous kenapa? Kita kan mau ketemu Papa Mama, apa yang bikin kamu nervous?" aku sedikit kebingungan dengan apa yang diungkapkan Nasha.

"Ya itu, aku nervous mau ketemu mereka. Aku pulang aja deh ya, besok lagi aku kesininya."

Wajah Nasha begitu lucu ketika mengatakan itu. Sepertinya aku tahu apa yang membuatnya nervous. Sepertinya dia gugup karena kali ini dia datang kerumah ini bersamaku. Sepertinya dia malu karena kali ini, dia datang sebagai kekasihku. Kekasih dari putra Papa dan Mama. Kamu begitu menggemaskan sekali, Na.

"Gapapa sayang, coba take a breath dulu." Kataku mencoba menenangkan.

"Eh anak mama udah pada dateng, kok gak langsung masuk aja si" Kata mama membuat Nasha menjadi tersenyum kikuk. Sungguh aku ingin sekali menertawakan gadis ini. Dia begitu menggemaskan.

"Ini Ma, ada yang tiba-tiba nervous katanya mau ketemu Mama sama Papa." Kataku menggoda Nasha. Benar saja, berikutnya aku mendapatkan hadiah cubitan kecil dari Nasha. Dia hanya bisa terus tersenyum sambil menahan malu.

"Ooh, malu kali, kan mau dikenalin ke calon mertua ya sayang?" Tanya mama yang ikut meledek Nasha.

"Mama ih, Nasha malu." Akhirnya Nasha bersuara

"Yasudah ayo masuk, Papa udah nunggu kalian buat sarapan bareng." Kata mama yang berjalan sambill menggandeng Nasha. Mama merebut tangan Nasha yang sejak tadi berada di genggamanku. Kalau sudah begini mau tak mau aku harus mengalah dan mengikuti mereka dari belakang.

"Eh, anak cantik Papa udah dating, sini sayang." Papa menyambut Nasha. Tangannya sudah direntangkan dan meminta Nasha untuk memeluknya.

"Papa apa kabar?" Tanya Nasha kepada Papa ketika sudah berada di pelukan Papa.

"Sehat sayang." Jawab Papa.

"Ehhemmm, ini anaknya gak di sapa dulu ni?" Kataku yang sedikit iri melihat perhatian Papa kepada Nasha. Tidak-tidak, aku tidak benar-benar ini. Aku justru bahagia melihat Nasha yang begitu akrab dengan Mama dan Papa.

"Gak usah, anak yang satunya suka ngelawan orang tua soalnya. Bener kan Nasha?" Jawab Papa menggodaku.

"Kan udah enggak sekarang, Pa." Kataku membela diri. Akhirnya kita semua tertawa bersama. Hangat sekali suasana meja makan rumahku pagi ini. Sudah lama aku tidak merasakannya. Ditambah sekarang diantara kita bertiga ada kehadiran Nasha yang membuat semuanya menjadi lebih lengkap. Nasha sudah tidak gugup lagi. Justru dia lebih banyak mengobrol dengan Mama dan Papa. Mama terlihat bahagia sekali. Beberapa kali beliau tertawa, yang membuatku semakin bahagia. Papa juga terlihat sangat senang ketika dia bisa mengeluarkan jokes ala bapak-bapak dan mendapat respon baik dari kita bertiga.

Kebahagian yang hadir di meja makan ini menambah rasa sayangku kepada mereka bertiga. Aku menjadi bertekad untuk tak lagi mengecewakan Mama dan Papa. Aku juga berjanji, akan selalu mengusahakan kebahagiaan untuk Nasha. Pagi ini semuanya terasa sempurna. Masakan Mama yang tidak ada tandingannya, juga canda tawa yang hadir diantara kita. Semuanya terasa begitu sempurna.

"Jadi kapan kalian mau menikah?"





...........

Hepi enip panaland :)

AROMA KATA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang