Happy Reading ✨
Aku menghela nafas berat, memandangi dua lembaran kertas di tanganku. Ice Skating Dance yang aku cintai, satu sisi aku bahagia bertemu dengannya satu sisi juga aku bimbang. Yah sebenarnya aku sudah memantapkan diri untuk ikut, namun itu tak menutupi rasa khawatir dalam diriku.
Mungkin kalian harunya sadar, bagaimana bisa aku yang dulunya seorang figure ice skating profesional bisa mati kelaparan di dalam kamar kost ku sendiri, hal itu tak mungkin karena harusnya penghasilanku akan besar. Yah, di kehidupanku sebelumnya aku pernah berada di puncak lalu aku di jatuhkan dengan satu insiden yang membuatku terpaksa harus melepaskan diri dari ice skating. Terakhir kali aku tampil aku mengalami kecelakaan saat melakukan loncatan spin, kakiku mengalami salah posisi yang membuatku mendarat dengan posisi yang fatal. Akhirnya saat aku di periksa, ternyata kakiku sudah tidak bisa lagi di ajak kerja sama, saat itu aku benar-benar harus berhenti dan melakukan beberapa terapi untuk menghindari kemungkinan lumpuh.
Setelah aku benar-benar pensiun dari dunia Ice Skating, beasiswa ku di cabut. Namun untungnya saat itu aku masih memiliki beberapa tabungan yang bisa aku gunakan untuk membayar uang semester, keperluan studi, keperluan skirpsi, dan lain sebagainya hingga tanpa ku sadari aku kehabisan uang. bahkan saat aku kerja paruh waktu pun aku tetap mementingkan semua hal itu hingga lupa biaya makan. Dalam pikirku jika aku cepat lulus aku akan segera mendapat pekerjaan yang layak. Itulah bodohnya aku.
Kebali ke laptop, jadi itulah alasan kenapa aku sedikit ragu untuk mengikuti kompetisi ini. Bukan tak mau tapi aku masih takut, bayangan saat aku terjatuh di hadapan semua orang, dipermalukan dan di rendahkan saat aku jatuh, belum rasa sakit yang aku rasakan. Jujur saja insiden itu benar-benar mengguncang dunia dan mentalku, aku trauma tapi aku tak tahu harus seperti apa. Hingga akhirnya aku hanya bisa menguburnya dalam dalam.
Saat sedang asik-asiknya merenung, tiba-tiba ada seseorang yang menarik kertas-kertas di tanganku, Hal itu membuatku refleks menoleh ke arahnya. Ardio, pria itu dengan kimono mandinya dengan rambut yang masih basah dan handuk kecil bertengger di ceruk lehernya, membaca dengan seksama poster dan formulir yang aku bawa.
"Ck Ardio apaan sih, balikin gak! Tangan lo basah ih ntar kertasnya ikutan basah" kesalku, sangat heran dengan pria satu ini. "Lagian lo ngapain sih bukannya pake baju malah keluar rambut masih basah" omelku padanya.
Yah kalian tak perlu heran. Ardio sudah kembali lagi ke rumah ini sejak kemarin. Pagi kemarin pria itu benar-benar menjemputku dan pergi bersama ke sekolah, di sekolah sendiri tidak ada yang berubah, masih dengan dirinya dan Risa yang selalu berkeliaran di sekitarku. Dan malamnya ia tidur lagi di sini dan seperti itu besoknya. oh author..... Kapan curut satu ini pergi?
Dengan wajah datar Ardio tiba-tiba menyodorkanku hair dryer. Aku yang paham maksudnya hanya bisa menghela nafas dan bangkit dari duduk ku. aku menduduki sofa dan Ardio duduk di bawah dengan beralaskan karpet bulu, pria itu dengan santai duduk masih sambil memandangi dua lembar kertas yang ia rebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Let Me Go? END [TERBIT]
Teen FictionPart masih lengkap!! Dellia adalah seorang mahasiswi tingkat akhir yang baru saja menyelesaikan tugas skripsinya. Namun sayang nyawa gadis tersebut berakhir karena kehabisan uang dan kelaparan. Semua uangnya habis ia dedikasikan untuk panti asuhan...