Yang mau ikut PO pdf Rincarnation Queen bisa isi formulir di profile ya.
Harga 40rb. PO ditutup hari ini, Senin, 08.01.2024.
Terima kasih. ^^
.
.
.
Disc : Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Genre : Fantasy, Romance, Enemy to Lover, Adult
Rated : M+
Warning : OOC, gender switch
Catatan : Fanfiksi ini terinspirasai dari drama Cina berjudul Story of Kunning Palace
.
.
.
Dilarang menjiplak, mempublikasikan dan mengklaim cerita ini tanpa izin penulis.
.
.
.
Happy reading! ^^
.
.
.
Di dalam ruang kerjanya, Tuan Hiruzen memeriksa semua berkas calon murid akademi. Satu per satu pria itu membaca latar belakang, kemampuan dan pendidikan calon anak didiknya. Selain murid-murid lama, setiap tahun akademi menerima calon anak didik baru. Namun, tidak semua pelamar bisa masuk dan belajara karena pihak akademi menetapkan ujian yang sangat ketat.
Sebuah ketukan pada daun pintu ruang kerja tidak membuat Hiruzen mengangkat wajah. Tidak lama berselang, Kurenai berjalan masuk. Dia membawa sebuah dokumen di tangan kanannya lalu diletakkan di atas meja Hiruzen.
Hiruzen merupakan kepala Akademi Konoha saat ini. Lebih dari dua puluh tahun dia menjabat sebagai kepala akademi di sana. Hampir seratus lima puluh tahun Akademi Konoha didirikan oleh leluhurnya dan hingga sekarang posisi kepala akademi selalu diduduki oleh anggota keluarga Sarutobi.
"Dokumen ini baru datang." Kurenai bicara dengan suara tenang. Tangan kanan wanita itu mendorong dokumen yang dibawanya lebih dekat ke Hiruzen.
Meletakkan dokumen yang tengah dibacanya, Hiruzen membuka dokumen dari Kurenai lalu diangkat ke depan wajah. "Putri dari Namikaze Minato?" Hirezen mengangkat wajah, menatap Kurenai, lekat.
Wanita di hadapannya mengangguk. "Ayah, dia ingin masuk ke akademi militer." Kurenai menikah dengan Asuma—putra kedua Hiruzen lebih dari lima tahun yang lalu. Saat tidak ada siapa pun, wanita itu akan memanggil Hiruzen dengan panggilan 'ayah'.
Hiruzen tidak langsung menanggapi. Dia membaca berkasnya dengan saksama. "Minato memberinya izin."
Menjeda, Hiruzen melepas napas panjang. "Dia juga melampirkan surat rekomendasi dari Jenderal Jiraiya." Senyum Hiruzen merekah. Telunjuk kanan pria itu mengetuk-ngetuk permukaan kertas, "Sepertinya Konoha akan segera memiliki seorang jenderal wanita. Setelah puluhan tahun, kita mungkin akan memilikinya lagi."
Sementara itu di barak militer, suasana pertarungan di arena pertandingan semakin memanas. Setelah Naruto menang beberapa ronde, Sasuke maju, menjawab tantangan seorang prajurit yang menantangnya untuk bertanding gulat.
Di sisi lapangan, Naruto menyipitkan mata. Ekspresinya terlihat sangat jelek. Wanita itu berdecih, terlihat tidak suka melihat Sasuke bisa mengalahkan lawan hanya dalam lima gerakan. "Tukang pamer," desisnya. Di samping wanita itu, Guy berdiri, menyodorkan sepotong bakpao daging yang langsung diterima dan dimakan oleh Naruto dalam satu suapan besar.
Masih merasa kesal, Naruto memilih untuk pulang. Kepalanya semakin memanas menyaksikan kemenangan kedua Sasuke. "Guru, aku pulang."
Jiraiya hanya menoleh singkat lalu mengangguk. Siang ini, salju kembali turun dan masih belum berhenti saat Naruto tiba di kediamannya.
Kediaman Namikaze terlihat sepi. Naruto menyerahkan tali kekang kudanya kepada seorang pelayan pria. Setengah berlari, wanita itu membelokkan langkahnya menuju paviliun pribadinya.
Paviliun milik Naruto berada di sisi selatan kediaman. Pemandangan dari jendela kamarnya sangat indah saat musim dingin tiba. Pohon plum yang ditanam oleh leluhurnya di sana selalu berbunga indah. Naruto selalu merasa berada di negeri dongeng setiap kali melihat pohon plum yang berbunga dipenuhi oleh salju. Menjakubkan, pikirnya.
"Nona Naruto?" Seorang pelayan wanita memanggil dengan suara parau. Pelayan itu berusia sekitar lima belas tahunan. Gaun pelayan yang ia kenakan berwarna hijau tua, sangat tidak cocok dengan wajah remajanya, pikir Naruto.
Dengan cepat Naruto menghentikan langkah. "Ada apa?" tanyanya kepada pelayan tadi.
Yang ditanya tidak langsung menjawab. Dia memberi salam hormat terlebih dahulu. "Nyonya memanggil Anda ke Paviliun Leluhur."
Naruto melepas napas panjang. Menggerakkan satu tangannya, dia mengusir pelayan itu pergi lalu bergegas menemui ibunya di Paviliun Leluhur.
Dengan lihai Naruto berhasil mempertahankan ekspresi datarnya. Penampilannya saat ini pasti membuat ibunya kesal, pikirnya. Naruto tahu ibunya tidak akan memanggil putri sulungnya itu ke Paviliun Leluhur jika bukan untuk memberi hukuman. Melirik papan panjang di teras paviliun, Naruto tahu hukuman apa yang akan diterimanya, siang ini.
"Berlutut!" Suara tegas Kushina berhasil menghentikan Naruto yang akan memberinya salam. Dengan patuh dia berlutut di depan sang ibu.
Dari balik bulu mata panjangnya, Naruto melirik Hotaru yang terlihat pucat sekaligus gugup. Dia menebak sepupunya itu pasti mendengar semua keluh kesah sang ibu mengenai dirinya.
"Berani sekali kau pergi menggunakan pakaian pria!" Kushina bicara dari balik giginya yang terkatup, erat. "Apa kau sengaja melakukannya untuk membuat ibumu ini malu?" tanyanya, penuh penekanan.
Naruto tidak menjawab. Memberi alasan pun sepertinya hanya akan membuat ibunya bertambah marah. Karena itu dia memilih bungkam.
"Tidak mau menjawab?" Kushina terus bicara. Telapak tangannya terkepal erat. Dia tidak menyangka putrinya akan senakal ini setelah kembali dari Kuil Kuning. Kushina nyaris frustrasi, tidak tahu apalagi yang harus dilakukannya agar Naruto bersikap layaknya putri seorang bangsawan.
Hening tercipta.
Kushina lalu menyambar sebuah dokumen yang diletakkan di atas meja teh di sampingnya, lalu melempar kertas itu ke hadapan Naruto. "Jelaskan!" perintahnya terdengar sangat menyeramkan.
Hotaru yang awalnya berniat menenangkan pun akhirnya memilih bungkam. Jika tengah marah seperti ini, tidak ada yang bisa menenangkan bibinya itu.
Menatap kertas di atas lantai singkat, Naruto lalu mengangkat wajahnya. Ditatapnya sang ibu, lekat. "Seperti yang Ibu ketahui, aku ingin masuk akademi militer."
Suara gemeretak gigi Kushina terdengar sangat jelas di dalam ruangan sunyi itu. Papan leluhur diletakkan rapi di atas meja altar. Bau dupa menyelimuti ruangan yang semua jendelanya tertutup rapat.
"Sebenarnya apa yang kau inginkan?" tanya Kushina, kesal. "Kau ingin menjadi jenderal?" tanyanya lagi. "Kau sengaja melakukannya untuk membuatku kesal?"
Kushina mengatakan hal itu karena yakin putrinya bisa lolos ujian akademi militer dengan mudah. Selama bertahun-tahun Naruto mendapat pendidikan militer dari Jiraiya, ujian akademi tidaklah sulit untuk putrinya. "Kenapa kau selalu membuatku kesal?"
Sekali lagi Naruto tidak menjawab.
Kehabisan kesabaran, Kushina memerintahkan dua orang pelayan laki-laki untuk menyeret Naruto keluar dari paviliun. "Pukul tiga puluh kali!" perintahnya bernada dingin.
Hotaru langsung berlutut. Tangan remaja itu menggenggam telapak tangan Kushina yang terasa dingin. "Bibi, hukuman itu akan membuat Kak Naruto tidak bisa mengikuti ujian masuk akademi."
Bergeming, Kushina tersenyum simpul. "Itu yang kuharapkan," akunya mengejutkan Hotaru.
.
.
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
TAMAT - Reincarnation Queen
FanfictionHighest Rank #2 Kingdom #1 GenderSwitch SasuFemNaru FANFICTION VERSI LENGKAP BISA DIBELI DI GOOGLE BOOK/PLAY Kehidupan Naruto tidak pernah bahagia sejak menjadi Ratu Kerajaan Konoha. Raja yang juga suaminya ternyata mencintai wanita lain. Berbagai i...