38 - DUKA

292 9 0
                                    

Sekitar pukul enam pagi suara dering telepon dari handphone Abhita, membangunkan Andiena yang tidur disebelahnya.

Andiena segera memberitahu Abhita yang tengah tertidur pulas, "Bhit.. Bhit, bangun. Handphone lo bunyi tuh."

Tak butuh waktu lama sekali sentuhan Andiena di tangan Abhita, membuatnya terbangun.

Ia melihat layar handphonenya yang ternyata panggilan itu dari bundanya. Sedangkan Andiena kembali terlelap.

"Hallo, mah?"

"Mah. Mamah kenapa nangis?"

"Sayang. Ayahmu kecelakaan."

"Dimana, mah? Dimana?"

"Di tol cikampek, waktu ayah perjalanan pulang."

"Terus, sekarang gimana keadaannya, mah?"

"Ayah udah ngga ada, nak."

Abhita tak membalas lagi perkataan itu, ia mengeluarkan air matanya yang cukup deras. Sehingga membangunkan Andiena yang tidur disebelahnya.

"Bhit. Bhit, lo kenapa?" tanya Andiena panik.

Melihat Abhita yang semakin deras tangisannya, memutuskan Andiena untuk membangunkan ketiga sahabatnya.

Aleka, Tarani, dan Safana yang baru saja bangun dikejutkan oleh tangis Abhita. Mereka berusaha menenangkan Abhita dengaj cara apapun.

"Bhit. Lo kenapa? Cerita dong sama kita." ucap Andiena.

"Iya, Bhit. Lo kenapa?" timpal Aleka.

Dengan irama jantung yang tidak lagi teratur, dan mata yang sudah sedikit bengkak, Abhita memberitahu sahabatnya tentang apa yang sebenarnya terjadi, "Bokap gue meninggal."

Keempat sahabatnya terkejut dan panik. Andiena segera mendekap Abhita, Safana juga ikut menenangkannya. Sementara Aleka dan Tarani berlari keluar kamar untuk memberitahu Arga.

"Gua mau pulang." ucap Abhita sambil terus mengeluarkan air matanya.

Mendengar itu, Safana bergegas merapihkan barang-barang mereka untuk bersiap kembali ke Jakarta.

Brak!

Suara pintu terbuka sangat keras. Dengan perasaan khawatir, Arga masuk ke dalam kamar perempuan dan segera memeluk Abhita.

Lagi-lagi tangisan Abhita pecah saat kehadiran Arga.

"Ayah, Ga. Ayah aku." kata Abhita tepat di depan wajah Arga.

Perasaan Arga tak lagi karuan, ia panik. "Iya. Kamu tenang dulu ya. Kita pulang sekarang." balasnya sambil membelai kepala Abhita.

"Ada apa ini?" tanya Jivan yang tiba-tiba masuk bersama Eric, Ravish, dan Harel.

"Ayahnya Abhita meninggal." ujar Andiena menjawab pertanyaan Jivan.

Kini mereka semua yang ada di kamar itu berkaca-kaca matanya. Tidak hanya itu, Om fikar dan geng motor lainnya juga ikut merasakan duka.

"Ayo pulang sekarang." perintah Om Fikar.

Semua anggota yang turut hadir di acara ini, bergegas merapihkan barang bawaan mereka dan bergegas pulang.

***

Saat mereka telah sampai di kediaman duka, Abhita segera lari menghampiri jasad Ayahnya.

Terlihat puluhan orang berlalu lalang bergantian untuk melihat jasad terakhir ayah Abhita.

Tuhan masih mempersilahkan hambanya untuk bertemu terakhir kalinya.

A QUADRAT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang