Pertengkaran, perdebatan dan bahkan main tangan jelas terjadi pagi ini. Bapak yang memang sudah emosi dari semalam, langsung melampiaskannya begitu pagi tiba. Padahal Nadila sudah mewanti-wanti agar Andi langsung berangkat sekolah. Bahkan dia memberikan uang jajan lebih agar adiknya itu sarapan di luar saja.
Guratan amarah jelas terpancar dari wajah Bapak. Sementara Ibu terus saja melerai, mengakibatkan keadaan menjadi lebih memanas. Belum lagi tangisan Adnan yang memang selalu bertingkah saat akan pergi sekolah. Suasana bercampur-baur, membuat kepala Nadila ingin meledak saja.
"Pak, udah. Nggak enak didenger tetangga." Nadila berdiri antara Bapak dan Andi agar adiknya itu tidak dipukuli lagi.
"Kamu suruh Bapak diam? Bapak belum selesai ngajarin bocah sableng ini."
"Bapak mikir aku gini karna siapa?! Jelas karna Bapak yang nggak bertanggungjawab!" Teriakan Andi membuat semuanya bungkam. Bahkan Adnan yang masih meraung di gendongan Nabila, terdiam begitu saja.
"Andi—"
"Aku belum selesai, Mbak." Laki-laki menatapnya nyalang. Membuat Nadila yang tadinya sudah maju, kembali melangkah mundur.
"Bapak pikir Andi nggak tau? Bapak enak-enakan makan di warung padahal di rumah nggak ada beras. Bapak ngerokok, beli kopi bahkan kasih uang buat anak temen Bapak padahal anak sendiri di sini kelaparan. Terus kemaren apa lagi? Bapak mau investasi?"
Bapak terdiam. Kini dia beralih menatap Ibu yang sejak tadi menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Bukannya minta maaf atau sekedar menjelaskan, laki-laki itu malah balik berkata, "liat anak kamu. Udah pinter ngomong dia sekarang, orang tua sampe di lawan." Setelah itu mengambil kunci angkot dan keluar rumah.
Semuanya masih di posisi awal. Nadila yang berdiri antara Andi, Ibu dan Bapak yang pergi. Nabila yang masih menggendong Adnan di pintu dapur, sedangkan Namira duduk di sofa ruang tamu, mengerjakan PR dengan tenang.
"Udah jam 7, ayo berangkat Mbak. PR Mira juga udah siap." Suara khas Namira yang cempreng membuat semua orang terdistraksi. Seolah tidak terjadi apa-apa, Ibu mengambil alih Adnan dari gendongan Nabila dan membawanya ke kamar mandi. Pun dengan Nadila yang kunci motor untuk mengantarkan adiknya.
Namun sebelum pergi, gadis itu menatap Andi sekali lagi. "Di kafe itu pasti ada ruang istirahat, kan? Kalo nggak nyaman di rumah, istirahat di sana aja. Kamu benar ... Mbak memang munafik." Nadila menepuk pundaknya beberapa kali, sebelum akhirnya keluar rumah bersama Namira dan Nabila.
💔
Riuh orang berbicara saling bersahutan dengan musik indie yang selalu diputar di kafe Learn.tera. Pun dengan aroma khas kopi yang sedang diseduh oleh barista dengan mesin kopi. Namun, itu semua seolah hanya bayang-bayang untuk Nadila yang melamun dengan pikiran berkelana.
Lavanya, sang sahabat sudah memantaunya dari sepuluh menit yang lalu. Memberi ruang untuk Nadila dengan apa ada yang di pikiran gadis itu. Sampai kemunculan pelanggan yang mengharuskan Nadila layani, tak kunjung membuat gadis itu sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Interested [TAMAT]
RomanceIni tentang Nadila, yang diselingkuhi padahal hubungan mereka baik-baik saja. Ini tentang Jayendra yang harus berpisah dengan pacarnya karena berbeda keyakinan. Keduanya bertemu saat menjadi relawan kampus untuk bencana alam. Ketika dua hati yang...