Nadila menjalani aktivitas seperti biasanya. Kuliah, kerja di Learn.tera dan pulang ke rumah untuk mendengarkan keluh-kesah orang tuanya. Meskipun terasa melelahkan, terlebih Kavi sang pacar sering menghilang karena sibuk, Nadila tetap tidak mengeluh. Lebih tepatnya tidak ada waktu untuk mengeluh.
"Lo udah cek belom? Hari ini beasiswa cair. Bisa ganti HP nih gue."
Nadila yang sedang mengantarkan pesanan, menguping pembicaraan beberapa mahasiswa mengenai uang saku beasiswa yang sudah keluar. Buru-buru gadis itu mengambil ponsel dalam saku apronnya untuk mengecek sendiri kebenaran itu.
Betapa leganya dia karena yang ditunggu akhirnya sudah keluar. Belakangan ini Nadila bahkan sudah mengambil pinjaman dari Lavanya untuk membeli bahan-bahan tugasnya.
"Gue liat di grup jurusan, uang beasiswa udah cair. Lo udah cek?" Nadila mendongak saat Lavanya datang menanyainya. Gadis itu hanya balas mengangguk, karena sedang mengecek beberapa list yang ditulis jika sudah ada uang.
Apa lagi prioritas utamanya selain memberikan sebagian uangnya untuk keluarga. Nadila juga mengirimkan pesan untuk Nabila agar memberitahukannya kebutuhan sekolah yang perlu dibeli. Jika mendesak, seperti tas atau sepatu yang harus diganti, maka ia akan membelinya hari ini. Sampai semuanya selesai, baru dia berpikir akan membeli apa untuk dirinya sendiri.
"Eh, Lav. Menurut lo apa lagi yang bisa gue kasih buat Kavi? Bulan depan dia Ultah. Kayaknya mau gue pesan sekarang, takut uangnya habis."
Lavanya yang baru saja melayani pelanggan, mendongak dari laci setelah menghitung uang. "Emang lo udah pernah kasih apa aja?"
"Tahun lalu, sih, gue kasih jam. Tapi kayaknya nggak terlalu berguna, soalnya Kavi jarang pakek. Wajar sih. Dia, kan, sering praktek, pasti repot kalo pakek jam."
Nadila sibuk bercerita, sementara Lavanya menatapnya datar. Dia kurang suka saat mendengar Kavi yang jarang memakai pemberian sahabatnya. Entah memang benar karena dia memiliki pengalaman buruk dengan laki-laki atau memang sikap pacarnya Nadila yang tidak bagus.
"Lav? Lo dengerin gue nggak, sih?"
"Beli aja barang yang sekiranya emang dia suka. Biasanya kalo suka, mau hujan badai pun bakal tetap dipakek," sindir Lavanya. Bukan bermaksud marah pada Nadila, hanya sedikit kesal karena sahabatnya begitu baik tetapi tidak dihargai.
"Tapi ... itu lo belinya karena udah nyisihin duit buat diri sendiri lo, kan? Beli apa kek. Baju atau hal-hal lucu yang sekiranya buat lo seneng."
Nadila langsung menyengir lebar. "Kali ini gue cuma mau beli bahan-bahan praktek. Lagi nggak pengen apa-apa."
Bohong, batin Lavanya. Mereka sama-sama perempuan dan sepertinya semua orang pun pasti punya keinginan untuk membahagiakan dirinya sendiri.
"Terserah lo, deh."
Beberapa saat setelah percakapan mereka berakhir, ponsel Nadila bergetar. Buru-buru dia melihatnya, berharap itu adalah Kavi setelah menghilang seharian. Sayangnya yang tertera di layar adalah nomor tak dikenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Interested [TAMAT]
RomanceIni tentang Nadila, yang diselingkuhi padahal hubungan mereka baik-baik saja. Ini tentang Jayendra yang harus berpisah dengan pacarnya karena berbeda keyakinan. Keduanya bertemu saat menjadi relawan kampus untuk bencana alam. Ketika dua hati yang...