"Mbak Dila udah mau berangkat, ya?"
Gadis yang duduk di teras rumah, dan sedang mengikat sepatunya itu menoleh saat mendengar suara cadel anak kecil. Tak lama muncul pemilik suara yang sudah memakai seragam merah putih, dengan menenteng sepatu di tangannya.
Nadila Shakira mengangguk sekilas. Dia meraih sepatu di tangan gadis kecil itu lalu bantu memasangkannya. "Hari ini tunggu Mas Andi jemput, ya. Soalnya Mbak Dila nggak pulang siangnya," titah gadis itu yang diangguki oleh Namira, adiknya.
Selesai dengan sepatu yang dia pasangkan di kaki adiknya, Nadila kembali masuk dalam rumah. Memeriksa adiknya yang lain untuk diantar ke sekolah sekalian. Begitulah kehidupannya sehari-hari. Memiliki 4 adik dengan jarak umur yang berdekatan, dan sekarang sudah mencapai usia masuk sekolah semuanya.
Andi, adik pertamanya merupakan siswa kelas 12 SMA. Nabila adik keduanya yang sudah kelas 8 SMP. Yang barusan adalah Namira, masih kelas 3 SD. Ada satu lagi, adik bungsunya bernama Adnan, dan masih TK. Adnan lah yang dicari-cari oleh Nadila sampai ke belakang rumah. Biasanya adik bungsunya itu sering merajuk dan tidak mau sekolah.
"Adnan mau sekolah atau Ibuk buang mainannya?"
"Nggak mau! Huaaaa!"
Baru saja Nadila sampai di pintu dapur, suara tangisan Adnan terdengar memekakkan telinga. Buru-buru dia menghampiri adik bungsunya itu dan menggendongnya sebelum sang Ibu semakin naik pitam. Sementara Bapaknya baru masuk dari belakang rumah setelah memberikan makan ayam di pagi hari.
Begitulah kehidupan Nadila. Tinggal bersama 7 anggota keluarga di salah-satu perkampungan daerah Jakarta, dengan rumah berukuran 6 kali 12 meter. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa, sedangkan ayahnya menjadi supir angkot yang kini penumpangnya menurun drastis. Menjadi anak perempuan pertama, mengharuskan dirinya putar otak untuk menjadi apapun sesuai keadaan sampai ikut mencari nafkah.
"Adnan kenapa? Kok nggak mau sekolah? Sekolah, yuk, sekalian jalan-jalan sama Mbak Dila," bujuk gadis berambut cokelat dengan model bergelombang di ujungnya itu.
"Nggak mauuu!"
"Liat, deh, Mbak Mira aja udah siap. Ayo kita terbangggg!" Dalam sekejap Nadila mengubah posisi gendongan yang tadi seperti menggendong koala, menjadi pesawat terbang. Namira yang berada di bawah, melompat-lompat untuk menghibur Adnan. Meskipun sudah masuk TK, Adnan masih tetap anak kecil yang harus terus dibujuk. Namun, Ibunya terlalu mudah kesal sehingga itu menjadi tugas Nadila jika berada di rumah.
Selesai membereskan kekacauan kecil yang dibuat Adnan. Nadila mengendarai motor matic dengan membonceng kedua adiknya menuju sekolah. Sebenarnya sekolah Adnan hanya ada di depan gang rumah mereka, tetapi agar adiknya semangat, Nadila tetap mengantarkannya. Sementara Nabila akan pergi dengan Andi, kebetulan mereka memiliki dua motor matic di rumah untuk mereka bepergian.
"Belajar yang rajin. Kalo perlu apa-apa, langsung bilang sama Gurunya, ya," pesan Nadila sebelum pergi meninggalkan sekolah Namira.
Selesai dengan urusan adik-adiknya, Nadila mengecek jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas. Gawat. Itu yang terlintas di pikirannya sekarang. Pagi ini dia akan masuk kelas Pak Sabri-dosen killer-jam setengah delapan, dan dia tidak yakin bisa sampai tepat waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Interested [TAMAT]
RomanceIni tentang Nadila, yang diselingkuhi padahal hubungan mereka baik-baik saja. Ini tentang Jayendra yang harus berpisah dengan pacarnya karena berbeda keyakinan. Keduanya bertemu saat menjadi relawan kampus untuk bencana alam. Ketika dua hati yang...