[07] he's always there

698 112 6
                                    

Jiwon menunggu sebentar di depan pintu sampai si tuan rumah membukakan pintu untuknya. Donghyun menghembuskan napas berat, menyambut Jiwon dengan ekspresi mengeruh.

"Dia ada di dalam," kata Donghyun. Dia menyingkir dari ambang pintu untuk membiarkan Jiwon masuk.

Sudah hapal letak segala ruangan di rumah sahabatnya, Jiwon melangkah tegas menuju kamar tamu. Tanpa mengetuk untuk memberitahu kedatangannya, Jiwon masuk begitu saja dan menemukan adik laki-lakinya yang berumur 12 tahun tengah membaca komik sembari bersantai disofa.

"Shin Jaewon. Kamu kabur dari rumah?" tuntut Jiwon. Dia mendekati adiknya tersebut dan menurunkan paksa komik yang menutupi wajah anak laki-laki itu.

Jaewon membalas tatapan kakaknya dengan sorot mata malas. "Mereka bertengkar lagi. Terlalu berisik, aku tidak tahan."

Tahu apa yang terjadi dari pernyataan Jaewon, Jiwon hanya bisa menghembuskan napas berat "kamu seharusnya menelfonku," ungkap Jiwon.

"Aku memberitahu Hyung dan kuyakin Hyung akan menelfon Nunna. Benar bukan?" Jaewon melemparkan tatapan dan berkedip ke arah Donghyun yang sedang bersandar bahu di bingkai pintu.

Jiwon berdecak, dia meraih tangan Jaewon. "Ayo pulang," ajaknya, namun Jaewon yang kesal langsung menarik tangannya lepas, membuat Jiwon mendelik tidak senang.

"Aku tidak mau pulang."

"Shin Jaewon," tegur Jiwon. Tapi Jaewon berpindah tempat ke atas kasur dan kembali membaca komik, mengabaikan Jiwon yang marah karena diacuhkan.

Jiwon hendak menghampiri Jaewon dan menyeret adiknya itu pergi, tapi Donghyun segera menghalanginya "Sudahlah, biarkan Jaewon tetap di sini. Kau sendiri tahu, perlu waktu lama untuk masalah di rumahmu selesai. Kau juga jangan pulang dulu, tunggu saja di sini" Donghyun mengajak gadis itu keluar dari kamar tamu yang lebih sering ditempati Jiwon atau Jaewon.

Mereka masuk ke dalam kamar Donghyun yang lebih luas. Lebih mirip arcade dengan tambahan kasur dan lemari pakaian. Jiwon langsung menjatuhkan diri ke atas bean bag sofa dengan pasrah seakan penuh beban, sementara Donghyun duduk membelakanginya di mesin arcade.

"Kau beru saja dari perpustakaan?"

Jiwon menoleh pada Donghyun, membalas pertanyaan lelaki itu dengan deheman singkat. Dia kemudian menghala napas keras, membuat Donghyun memutar bola matanya sememtara dia masih fokus pada game balapan di hadapannya.

"Aku sudah muak, tapi sialnya tidak bisa melakukan apa-apa," ujar Jiwon. Dia bersedekap dada, memandang ke arah jendela dengan alis menekuk penuh kekesalan. "Sial. Apa sih yang ada dipikiran mereka? Kenapa harus di rumah? Tidak bisakah mereka mencari tempat lain dimana aku dan Jaewon tidak terganggu? Sial."

Jiwon terus mengoceh, mengeluarkan unek-uneknya tanpa henti. Sementara Donghyun terus memainkan gamenya, tidak sepenuhnya mengabaikan Jiwon.

Sudah kenal sejak lama, membuat Donghyun dan Jiwon saling mengetahui banyak hal antara satu sama lain. Dalam kasus Jiwon, Donghyun mengetahui bahwa keluarga gadis itu tidak cukup harmonis. Orang tuanya selalu bertengkar, masalah sekecil apa pun bisa menciptakan kegaduhan yang sanggup mengisi seluruh rumah yang lebih sering hanya ditinggali Jiwon dan Jaewon karena orang tua mereka sibuk bekerja.

Setiap kali pertengkaran itu terjadi, Jiwon dan Jaewon selalu kabur dan menjadikan rumah Donghyun sebagai tempat berlindung. Orang tua Donghyun menerimanya, sebab mereka juga mengetahui masalah tersebut, namun tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu Jiwon dan Jaewon. Orang dewasa katanya terlalu keras kepala dan tidak akan mendengarkan nasehat apa pun itu.

"Aku berharap bisa segera pergi kuliah, mencari kerja dan mendapat penghasilan sendiri. Aku ingin pergi jauh sejauh-jauhnya dari mereka."

Donghyun melepas pegangannya dari kemudi game, lantas menoleh ke arah Jiwon yang mulai menangis. Donghyun menghela napas pelan, bangkit dan menghampiri Jiwon untuk menenangkannya.

ɴʜᴄ: ᴄᴀᴛᴄʜɪɴɢ ғᴇᴇʟɪɴɢs ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang