"Kau pasti bercanda."
Jiwon menatap laki-laki yang duduk di hadapannya dengan tatapan tidak percaya, sedikit kesal karena merasa sedang dipermainkan.
"Jika sedang bosan, tolong seret orang lain saja, jangan aku."
"Kupikir kau tidak ingin aku menganggu orang lain."
Jiwon menghela napas dalam-dalam. "Tentu, tapi..."
"Kalau begitu..."
"Aku punya urusan penting," sela Jiwon.
"Urusan apa?"
"Tidak ada kaitannya denganmu."
Kyungjun melepas sumpit dan mengacuhhkan sepiring topokki yang terjasi di atas meja. Perhatiannya sepenuhnya tertuju pada gadis yang duduk berhadapan dengannya di meja restoran.
"Tidak bisakah kau menemaniku hari ini?" Nada suara Kyungjun sedikit lemah begitu dia menghembsukan panas dalam. Sikapnya yang tiba-tiba menjadi suram membuat Jiwon melunak dan sedikit perhatian.
"Apa sesuatu terjadi?" tanya Jiwon. Dia menatap Kyungjun, menanti jawaban dengan khawatir.
"Hanya, temani aku untuk beberapa jam ke depan."
Pasrah dan sedikit termakan bujukan, Jiwon akhirnya menghela napas pelan, dengan pasrah menerima sodoran sumpit dari Kyungjun saat lelaki itu menawarinya untuk memakan topokki bersamanya.
Mereka menghabiskan setengah hari bersama. Pergi ke beberapa tempat seperti arcade game.
"Kau payah sekali," komentar Kyungjun, tertawa menyaksikan payahnya Jiwon setiap kali kalah memainkan game.
"Sial. Aku tidak ahli dengan hal semacam ini." Dia mengacuhkan permainan dan melepas kontrol saat permainan masih berlangsung. "Aku mau pergi saja." Dia berlalu sembari memasang wajah cemberut.
"Astaga, apa dia merajuk." Kyungjun bergumam sebelum mengikuti Jiwon keluar dari arcade. Dia lalu menemukan gadis itu tengah berkutat dengan mesin capit boneka. Tingkah laku Jiwon yang kembali merengenk kesal karena berulang kali gagal membuat Kyungjun tidak tahan untuk tertawa, dia memghampiri Jiwon, sedikit abai saat mendapat tatapan sinis dari sang gadis.
"Minggir, biar aku yang main." Memasukan koin, Kyungjun mengbil alih kontrol dari Jiwon, menggerakan capit. "Yang mana?" tanya Kyungjun, sekilah menolah pada Jiwon.
"Boneka koala itu." Jiwon menunjuk-nunjuk, dengan penuh harapan.
Melihat target, Kyungjun sedikit mencibir karena posisinya cukup menyusahkan. "Kau memilih yang paling susah diambil," komentar Kyungjun segera mendapat tamparan dari Jiwon tepat di lengannya. Tamparannya tidak terlalu keras, tapi Kyungjun membuat reaksi yang agak lebay sehingga Jiwon mencibir.
"Jangan lebay, ambil saja itu. Kita lihat apakah kau jago sehingga mengomentari kelemahan orang lain." Jiwon bersedekat dada, dengan congkak menantang.
Kyungjun terkekeh dengan percaya diri. Lantas mulai menggerakan kontrol, membuat mesin capit bergerak perlahan, fokus untuk mendapatkan boneka yang Jiwon inginkan. Semenatar Jiwon jadi ikuatan fokus dan agak tegang mengawasi ketika capit turun dan menangkap kepala boneka koala.
Mesin itu bergerak, tapi belum berhasil memasukannya ke lubang, boneka tersebut jatuh ditengah. Kyungjun dan Jiwon mengeluh secara bersamaan. Mereka mencoba lagi, berulang kali sampai Jiwon yang mulai bosan, akhirnya menyerah.
"Hei, sudahlah."
"Tunggu."
Jiwon memutar bola mata malas, lelah melihat tekad Kyungjun yang masih berusaha mengambil boneka koala tersebut.
"Kau sudah menghabiskan cukup banyak..."
"Tunggu sebenatar. Aku akan mendapatkannya."
"Terserah, aku mau pergi ke toserba di sana." Jiwon baru saja berbalik dan melakukan beberapa langkah menjauh, tapi suara keras Kyungjun membuatnya berhenti dan berbalik. Jiwon baru saja akan menegur Kyungjun lagi, tapi dia terkejut saat melihat Kyungjun tersenyum lebar ke arahnya sembari memamerkan boneka koala yang berhasil dia dapatkan dengan cukup banyak usaha.
Kyungjun mendatangi Jiwon, rasa puas setelah mencurahkan tekad untuk mendapatkan boneka yang Jiwon inginkan membuatnya tidak bisa melunturkan senyum dari wajahnya. Dia memberikan boneka berwarna abu-abu itu pada Jiwon, menyergap keterkejutan Jiwon sebelumnya.
"Hei, kau...benar-benar mendapatkannya." Tertengun dan kemudian kagum. Jiwon menerima boneka pemberian Kyungjun dan tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. "Astaga, butuh sekiranya berapa won untuk mendapatkan ini?" gumam Jiwon, dia menatapi wajah melas dari boneka koala tersebut dan tiba-tiba menyangkan uang yang dikeluarkan untuk benda kecil ditangannya. "Aku harus mengganti..."
"Ganti saja dengan menyimpannya dengan baik." Kyungjun menyela, dia memegang bahu Jiwon, membuatnya berbalik, lantas mengandeng gadis itu dan mengajaknya berjalan bersama menuju toserba terdekat.
"Kau mengeluarkan tekad pada hal yang tidak terduga," komentar Jiwon, ketika mereka sama-sama duduk di ayunan taman bermain yang kosong sembari memakan ice cream.
Kyungjun terkekeh karena komentar itu. Dia menurunkan ice cream nya, lalu menoleh pada Jiwon yang sedang menggoyangkan ayunan dengan perlahan. Kekehannya berubah menjadi senyum lembut kemudian. "Kupikir kau akan mengabaikanku, dan pergi begitu saja."
Jiwon menoleh, dia membalas tatapan Kyungjun dan tersenyum kecil untuknya. "Aku pikir ada sesuatu yang terjadi. Bukankah begitu?"
Pandangan Kyungjun terpaling, dia menatap lurus ke depan dengan tatapan yang seketika berubah agak sendu. "Ada orang lain di rumahku. Aku tidak ingin pulang karena merasa itu menyebalkan."
Hening menyelimuti suasana saat itu, sampai Jiwon kembali buka suara. Dia sejenak ragu sebelum mengungkapkan pikirannya.
"Kau bilang, ibumu pergi saat kau masih kecil, bukan?" Jiwon mengulum bibirnya, sembari menatapi eskirm yang meleleh dan jatuh ke atas tanah. "Apa kau pernah bertemu dengan ibumu lagi?"
"Tidak," sahut Kyungjun. Dia merasakan keluh sesaat. Membicarakan tentang Ibunya adalah satu hal yang cukup sensitif. "Aku pernah menerima pesan sekali, dia mengajakku untuk bertemu, tapi aku mengabaikannya."
Pandangan Jiwon langsung beralih, dia menatap dengan penuh tanya dan mendapat jawaban setelahnya saat Kyungjun melanjutkan ucapannya.
"Dia pergi begitu saja meninggalkanku, tapi tiba-tiba menghubugi lagi setelah bertahun-tahun. Aku sudah cukup terbiasa, kemunculannya hanya mengangguku."
"Itu karena kau masih kecewa," cetus Jiwon. Saat itu tatapannya bersibobrok dengan tatapan Kyungjun. Mereka saling menatap dalam, dan disana, Jiwon bisa melihat luka. Luka yang laki-laki itu sembunyikan sendirian. "Aku tahu bahwa aku tidak berhak untuk menghakimi, tapi mungkin saja ibumu punya alasan saat beliau memutuskan pergi tanpa membawamu. Mungkin dia terlalu terluka oleh sesuatu dan tidak ingin membuatmu melihat luka itu. Mungkin, dia pergi untuk menyembuhkan diri dan berharap kembali saat dia telah selesai dengan lukanya." Jiwon tidak tahu apa yang ada dalam benak Kyungjun saat dia mengatakan kalimat-kalimat itu, diamnya Kyungjun hanya membuat Jiwon merasa terlalu bersalah karena telah menyentuh hal sensitif miliknya. "Kyungjun-na. Jika kau menyayangi ibumu, temuilah. Kau harus menemuinya dan meminta penjelasan padanya, minta dia untuk mengatakan alasan kenapa dia pernah meninggalkanmu. Kau bisa memutuskan setelah mendengarkannya."
Sore menyingsing, dan matahri yang nyaris tenggelam menciptakan langit berwarna orange. Baik Jiwon mau pun Kyungjun sama-sama menikmati waktu yang mereka lalui bersama hari itu.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
ɴʜᴄ: ᴄᴀᴛᴄʜɪɴɢ ғᴇᴇʟɪɴɢs ✓
FanficMasa-masa penuh duka itu sudah berlalu. Kini, mereka telah duduk di bangku senior, bersiap menghadapi ujian kelulusan yang sudah berada di depan mata. Namun, dalam masa-masa singkat itu, masih ada banyak cerita yang belum usai dan menunggu untuk dit...