[17] awkwardness

452 77 5
                                    

Karena sempat masuk rumah sakit, Junhee terpaksa tidak mengikuti beberapa ujian, jadi ketika dia kembali ke sekolah, dia harus menyusul ketertinggalannya.

Sore itu, Junhee pulang terlambat karena harus mengikuti ujian susulan. Keadaan kelas sudah sepi ketika dia kembali untuk mengambil tasnya.
Junhee berbalik ketika mendengar suara pintu di buka, dan sosok gadis masuk dari pintu depan, membawa keranjang sampa yang telah kosong dan meletakannya di sudut kelas.

"Junhee-ya, kau belum pulang?" tanya Jiwon. Dia datang menghampiri Junhee yang masih berada di dekat mejanya.

"Aku mengikuti ujian susulan."

Paham, Jiwon hanya mengangguk singkat. Gadis itu mengambil tasnya sendiri dan menggendongnya.

"Hari ini jadwal piketmu ya?"

Jiwon mengangguk atas pertanyaan Junhee. Mereka keluar bersama-sama, meninggalkan kelas yang benar-benar kosong.

"Bagaimana lukamu? Apa itu sudah membaik?" tanya Jiwon, agak khawatir.

Junhee tersenyum simpul. "Yah, sudah lebih baik sekarang," jawabnya lembut.

"Syukurlah."

Sesampainya di depan gerbang depan sekolah, sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di depan mereka. Saat kaca jendela samping kemudi di buka, sosok wanita tersenyum pada mereka.

"Ibu, apa yang ibu lakukan di sini?" tanya Junhee, bingung akan keberadaan sang Ibu di sekitar sekolahnya.

Ibu Junhee tersenyum geli menanggapi anak semata wayangnya tersebut. "Tentu saja menjemputmu." Wanita itu kemudian beralih pada Jiwon yang agak tertengun sebelum tersenyum sopan namun canggung. "Ayo kalian berdua, masuklah ke dalam mobil."

"Eh, tidak perlu," tolak Jiwon, dia menoleh pada Junhee untuk pamit pada lelaki itu. "Aku akan naik bus..."

"Tidak perlu sungkan. Junhee, ajak dia masuk, kalian berdua bisa duduk dibelakang."

"Ayo," tahan Junhee, dia tersenyum manis pada Jiwon sebelum menggandeng tangan gadis itu untuk dibawanya masuk ke dalam mobil ibunya.

Sedan hitam itu mulai berjalan meninggalkan gerbang sekolah.

Jiwon duduk dengan canggung di samping Junhee, belum bicara apa pun dan hanya diam kaku sejak memasuki mobil.

"Kamu yang datang ke rumah sakit saat Junhee sedang di oprasi bukan?"

Jiwon mendongkak, dan tatapannya bertemu dengan pandangan Ibu Junhee melalui kaca depan Mobil. Wanita itu tersenyum padanya, yang Jiwon balas dengan senyuman pula.

"Ya," jawabnya sopan. "Nama saya Shin Jiwon."

"Nama yang cantik, seperti orangnya."

Jiwon tersenyum malu atas komentar itu. Di sampingnya Junhee hanya bisa tersenyum melihat interaksi dua perempuan yang disayanginya itu.

"Kupikir, kau adalah pacar Junhee saat pertama kali melihatmu datang ke lorong ruang oprasi."

Jiwon mengejrap, menoleh pada Junhee dengan wajah merona sebelum mengalihkan tatapannya lagi. Jiwon segera menyangkal, "bukan, kami hanya teman."

"Benarkah?"

Tatapan Junhee dan Ibunya bertemu lewat kaca depan. Wanita itu memandangnya memastikan sembari tersenyum menggoda. Junhee menghembuskan napas berat tanpa sadar.

"Kamu membuatnya tidak nyaman, bu," ujar Junhee.

Jiwon terpenjat dan langsung mendelik karena ucapan Junhee, merasa jadi tidak enak pada ibu Junhee. "Jangan, aku tidak apa-apa."

Suara tawa dari wanita yang mengemudi mengisi mobil. Merasa gemas melihat interaksi sang anak dengan 'teman perempuannya'

Perjalanan mereka diisi dengan beberapa obrolan dari topik yang berbeda. Meski masih agak canggung menanggapi saat ibu Junhee bicara padanya, Jiwon perlahan mulai merasa nyaman. Ibu Junhee adalah wanita yang baik dan kelihatan menyenangkan.

"Terima kasih atas tumpangannya, bibi," ucap Jiwon sebelum keluar dari dalam mobil. Dia membungkuk pada ibu Junhee untuk berterima kasih sekali lagi sebelum mobil sedan itu pergi menjauhi rumahnya.

"Siapa itu? Pacar, Nunna?"

Jiwon terpenjat, reflek memegang dadanya dan segera menoleh. Dia mendengus malas saat menemukan adik laki-lakinya entah sejak kapan sudah berdiri di dekatnya. Anak laki-laki itu masih mengenakan tas sekolahnya, yang berarti Jaewon juga baru pulang.

Jiwon menyipitkan mata, sebelum mengangkat ponselnya untuk melihat jam di lockscreen ponselnnya. "Kau, bukannya jam segini kau harusnya masih di tempat les?" tutur Jiwon. Alisnya mulai menekuk serius.

Tahu akan berakhir seperti apa jika dia menanggapi kaka perempuannya, Jaewon justru melangkah menuju rumahnya, mengabaikan Jiwon yang melotot tidak percaya.

"Kau mau ke mana saat aku bicara?" marah Jiwon. Dengan kesal mengikuti adiknya masuk ke dalam rumah mereka.

"Hai! Shin Jaewon!"

Jaewon mengerang kesal dan berbalik, menatap tajam sang kakak yang datang memghampirinya. "Aku tidak mau les di tempat itu lagi."

"Apa maksudmu? Hei!"

Jaewon melongos pergi sebelum Jiwon sempat menyelesaikan perkatannya. Sikap anak laki-laki itu membuat Jiwon berdecak kesal, tapi hanya diam saja di tempat, hanya bisa memandang kebingungan punggung Jaewon yang menjauh dan hilang di balik pintu kamarnya.

Merasa lelah, Jiwon akhirnya menyerah. Memutuskan untuk pergi ke kamarnya sendiri. Berpikir mungkin, Jaewon tidak lagi nyaman di tempat les biasa. Jiwon akan mencarikan tempat les baru untuk adiknya itu.

Jaewon memang bukan tipe adik yang suka membuat onar dan membangkang, tapi kadang, jika mood anak laki-laki itu sedang buruk, Jiwon akan sedikit terbebani olehnya.

Sebagai anak dari keluarga yang orang tuanya terlalu sibuk bekerja dan hampir tidak pernah pulang ke rumah, Jiwon, sebagai anak pertama dan kaka Jaewon merasa bertanggung jawab terhadap adik laki-lakinya tersebut.

Belum mengganti seragamnya, Jiwon sudah duduk di meja belajarnya dan membuka laptop, mencari tempat les yang bagus untuk Jaewon. Cukup lama Jiwon bergelut dengan urusannya, malam akhirnya tiba dan Jiwon baru berhenti saat dia sudah menemukan tempat yang menurutnya bagus. Memutuskan untuk mendatangi tempat les itu secara langsung besok. Sebelum akhirnya beranjak untuk mengurus dirinya sendiri.

To Be Continued

ɴʜᴄ: ᴄᴀᴛᴄʜɪɴɢ ғᴇᴇʟɪɴɢs ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang