[33] perpetrator

330 61 19
                                    

Jiwon sama sekali tidak memberitahu Donghyun atau siapa pun tentang pesan lain yang dikirim oleh nomor privat dan video yang merekam Kyungjun, atau bagaimana Jiwon diminta untuk pergi ke alamat yang tertera dalam pesan tersebut sendirian.

Selepas Donghyun pergi setelah mengantarnya hingga depan rumah, Jiwon segera menghentikan taksi lain dan segera pergi ke alamat yang diberitahukan.

Jiwon tidak bisa berpikir jernih setelah menonton video kejam itu. Dia tidak kuasa menahan kekhawatirannya dan rasa takutnya setelah menyaksikan bagaimana parahnya kondisi Kyungjun dalam video berdurasi singkat itu.

Taksi berhenti di depan sebuah gedung apartemen yang terlihat cukup tua. Dalam pesan dan dari latar video, lokasi Kyungjun disekap berada di roftoop gedung apartemen tersebut.

Tanpa membuang waktu, Jiwon bergegas menaiki tangga saat merasa terlalu lama jika dia harus menunggu lif terbuka. Gedung apartemen itu memiliki sepuluh lantai, Jiwon mulai kelelahan saat dia baru mencapai lantai tiga. Tapi karena rasa khawatirnya, Jiwon mengesampingkan rasa lelahnya dan terus menaiki undakan tangga hingga dia akhirnya sampai dilantai teratas.

Saat dia membuka pintu dan melangkah keluar ke roftoop, matanya dengan cepat menemukan sosok Kyungjun yang berada dalam kondisi yang sama buruknya seperti yang direkam dalam video.

"Astaga, Kyungjun!"

Jiwon yang panik, segera mengambil langkah tergesa-gesa menuju posisi Kyungjun. Sementara Kyungjun yang mendengar suara Jiwon, mulai mengangkat wajah dengan susah payah, mencoba melihat Jiwon, tapi Kyungjun segera menjadi panik saat dia menyaksikan sebuah balok kayu melayang dan menghantam kepala Jiwon dari belakang, menyebabkan gadis itu pingsan sebelum dia berhasil mencapai posisi Kyungjun berada.

Butuh waktu lama sampai Jiwon kembali sadar, tapi saat dia membuka matanya, Jiwon panik ketika dia menemukan dirinya berada dalam kondisi terikat pada kursi yang posisinya berhadapan langsung dengan Kyungjun.

"Kau seharusnya tidak datang," kata Kyungjun dengan agak susah payah. Ekspresi wajahnya mengeruh cemas dibalik luka dan lebam yang memenuhi seluruh wajahnya. Beberapa darah meninggalkan bekas yang telah mengring, beberapa luka masih basah karena baru saja dibuat.

"Kyungjun-na. Kenapa kau...begitu berantakan?" Jiwon menjadi sangat emosional tiba-tiba. Dan air matanya luruh saat dia menemukan bertapa parahnya kondisi Kyungjun saat ini. Berantakan dengan luka dimana-mana.

"Jangan menangis, komohon," pinta Kyungjun. Dia membalas tatapan Jiwon dengan tatapan sayu.

Bukannya berhenti, tangis Jiwon semakin menjadi. "Siapa yang telah membuatmu seperti ini? Ini kejam."

"Dia sama kejamnya," sahut sebuah suara yang datang dari arah belakang Jiwon. Seseorang yang tidak terduga kemudian muncul, bergerak melewati Jiwon dan berdiri disebelah Kyungjun. "Terutama padaku." Tangannya menekan-nekan kepala pena, menciptakan bunyi khas. "Aku sama sekali tidak melupakannya, karena itu benar-benar menganggu juga mengesalkan. Aku benar-benar marah!" Pena yang dipegangnya di tancapkan dalam satu kali gerakan, menusuk paha kiri Kyungjun dengan begitu menyakitkan, tapi karena luka dan seluruh rasa sakit yang memenuhi seluruh tubuhnya, Kyungjun tidak berteriak sekeras saat pertama kali dia dihajar.

Justru Jiwon yang memekik syhok. Matanya membelakak ngeri juga khawatir disaat yang bersamaan. "Park Wooram, apa kau sudah gila?"

Wooram menyemburkan tawa, seakan baru saja melakukan hal yang menyenangkan dan menghibur. Reaksinya membuat Jiwon keheranan dan tidak percaya.

"Kenapa kau melakukan hal kejam seperti ini, Wooram?"

"Untuk balas dendam."

"Untuk apa?"

Sejak memutuskan pindah sekolah setelah insiden permainan pikiran orang tua Seeun, Jiwon tidak lagi bertemu Wooram dan beberapa teman lain yang pindah sekolah, tentu saja kecuali Jisoo dan Yoojun serta Somi yang tidak sengaja bertemu sekali saat Jiwon mengunjungi makam Seeun.

"Kau seharusnya tahu. Kau ada di sana saat itu. Saat bedebah ini..." Wooram menekan pena yang menancap di paha Kyungjun, membuat sang empuh mulai berteriak saat rasa sakit menderanya. "Menghajarku habis-habisan, membuatku babak belur, dia mempermalukanku. Dia juga melakukan ini" Wooram terus mendorong pena itu semakin dalam, tidak peduli pada Kyungjun yang terus berteriak kesakitan.

"Aku sudah bilang saat itu bahwa aku akan balas dendam."

"Tapi Wooram, itu hanya game. Semua itu terjadi dalam game." ekspresi wajah Jiwon meringis ngeri ke arah pena yang menancap dipaha Kyungjun. Rasa cemas membanjiri perasaannya, dia khawatir luka-luka Kyungjun menjadi semakin parah tiap menitnya.

"Tapi rasa sakitnya nyata!" bantah Wooram. Dia menjadi marah. "Aku merasakan rasa sakitnya saat bedebah ini memukulku, saat dia menyiksaku hanya agar aku mengaku sebagai mafia. Bedebah brengsek ini yang membunuhku."

Game mafia. Jiwon sudah lama mengabaikan perihal game tersebut, terutama apa yang pernah dia dan teman-temannya alami selama mereka terjabak di dalamnya. Permainan itu mengerikan dan fakta bahwa rasa sakit yang mereka terima memanglah terasa amat nyata. Terkadang, kilasan adegan muncul dalam mimpinya, memberikan sensasi yang sama menakutkannya dengan saat dirinya masih terjebak dalam game tersebut.

Game itu mempermainkan pikiran mereka, meski mereka berhasil keluar, Jiwon pikir, mereka masih belum benar-benar terbebas, sebab, game itu meninggalkan trauma yang cukup mendalam. Bagi Jiwon sendiri, butuh waktu lama untuk mengatasi trauma akibat game tersebut, dia tidak tahu bagaimana teman-temannya mengatasi trauma mereka sendiri.

Dalam waktu singkat di dunia nyata, ada banyak hal yang telah mereka lalui. Tiap adegan di reka berulang kali. Hal-hal dari diri teman-temannya yang baru pertama kali Jiwon lihat. Seolah permainan itu mengungkap jati diri mereka, bagaimana kepribadian yang sering ditunjukan bukanlah kepribadian yang sebenarnya. Atau kepribadian itu muncul atas rasa takut pada kematian.

Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang terjadi dalam permainan selain mereka yang terlibat. Mereka menyimpan ingatan buruk itu sudah cukup lama. Yang lain mungkin telah berhasil mengabaikannya, mencoba memulai awal baru setelah penyiksaan. Akan tetapi, ada seseorang dari mereka yang tampaknya masih terjebak dan belum lepas sepenuhnya.

Jiwon tidak menduga bahwa Park Wooram adalah orang itu.

"Kita berada di dunia nyata sekarang, Wooram. Apa yang kau lakukan saat ini adalah hal ilegal, ini tidak akan berakhir seperti dalam game dimana kita masih bisa hidup lagi walaupun sudah mati."

"Benar. Sayang sekali," sahut sebuah suara. Seseorang baru saja datang bergabung dengan mereka. "Saat dia mati dia tidak bisa hidup lagi. Sayang sekali karena itu berarti aku hanya bisa membunuhnya sekali."

Tatapan Jiwon menajam saat dia melihat siapa orang tersebut.

"Aku seharusnya sudah menduganya. Jin Dabum sialan."

To Be Continued

A/n

Udah ketebak ya pelakunya siapa dari awal. Tapi ada nggak sih yang nebak Wooram?

Jangan lupa vote dan komen!

ɴʜᴄ: ᴄᴀᴛᴄʜɪɴɢ ғᴇᴇʟɪɴɢs ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang