[36] confession

464 63 12
                                    

Ingatan terakhir Kyungjun adalah ketika dia melihat Dabum mendekati Jiwon dan mengatakan sesuatu yang memprovakasinya. Dia ingat saat Wooram mulai memukulinya membabi buta dan saat itulah dia kehilangan kesadaran. Saat bangun, Kyungjun menemukan dirinya sudah berada dirumah sakit, dengan Jiwon duduk di samping ranjangnya dan menelunkupkan kepanya, tidur.

"Jiwon-na." Suaranya masih paruh saat dia memanggilnya, berusaha menegur gadis itu karena tahu Jiwon akan menderita saat bangun akibat posisi tidurnya.

Suara lengguhan Jiwon terdengar ketika dia bagun dari tidurnya. Gadis itu mengejrap, berusaha meraih kesadaran, saat itulah baru dia menyadari bahwa seseorang yang dia jaga sejak semalam telah sadar.

Kelegahan menyebar dalam hatinya, dan Jiwon membawa diri memeluk Kyungjun saat itu juga. Mengucapkan syukur berulang kali.

•••

Kyungjun perlu memulihkan diri selama beberapa hari di rumah sakit. Selama itu pula, Jiwon bolak-balik untuk menemuinya, mengecek keadaan Kyungjun dan memastikan perkembangan kesembunhannya.

Jiwon membantu Kyungjun dengan beberapa hal lain juga, karena Ayah Kyungjun hanya pernah mengunjunginya sekali dan membayar biaya rumah sakit kemudian tidak pernah menjenguk lagi. Beberapa teman sekolah mereka juga datang, dan beberapa teman Kyungjun dari sekolah lain yang cukup akrab dengannya.

Jiwon menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit bersama Kyungjun selepas sekolah. Dan lebih banyak waktu diakhir pekan

"Berapa lama lagi aku harus tinggal di sini?" keluh Kyungjun, suatu waktu saat Jiwon sedang membantunya dengan beberapa materi pelajaran karena merasa Kyungjun sudah ketinggalan jauh karena harus dirawat di rumah sakit.

"Kata Dokter, lukamu hampir sembuh. Kupikir beberapa hari lagi kau akan diizinkan pulang. Bersabarlah," tegur Jiwon.

Kyungjun menghebuskan panas pasrah, dia dengan malas menaruh perhatian pada buku ketika Jiwon menegurnya untuk kembali pada pelajaran. Tapi ketika Jiwon mulai sibuk menerangkan cara pengerjaan soal-soal, tatapan Kyungjun beralih memperhatikan wajah Jiwon. Dia mengamatinya dengan seksama dan mulai tersenyum tanpa sadar.

Entah bagaimana, Kyungjun merasa ada yang telah berubah di antara dirinya dan Jiwon. Hubungan mereka lebih tepatnya. Sebelumnya, Jiwon masih cukup cuek dan tidak begitu menaruh perhatian padanya, tapi kini, Jiwon jadi lebih perhatian berkali-kali lipat. Perubahan itu tentu membuatnya senang, Kyungjun merasa dia memilih peluang yang lebih besar.

"Hei, apa kau mau jadi pacarku?"

Euforia itu membuatnya cukup bodoh ketika tanpa sadar justru mengungkapkan perasaannya.

Ocehan panjang lebar Jiwon mengenai pelajaran seketika terhenti. Dia mendengar apa yang Kyungjun katakan, tapi tidak cukup yakin.

"Hei, apa maksud perkataanmu barusan?"

Mata Kyungjun sudah melebar, sambil mengejrap. Ikut terkejut atas pengakuannya sendiri. Dia tampaknya benar-benar terpana, dan menjadi sangat bodoh sehingga tidak bisa mengontrol diri.

"Ah, itu...maksudku..." berusaha mencari-cari alasan, Kyungjun justru kembali terpaku oleh tatapan Jiwon yang menunggu penjelasannya. Mengambil napas dalam dan menghembuskannya halus, Kyungjun berdehem sejenak sebelum dia mengungkapkannya sekali lagi dengan lebih berani.

"Shin Jiwon, jadilah pacarku."

Jiwon tertengun mendengar pengakuan Kyungjun. Dia tidak menduga bahwa cowok ini akan mengungkapkan perasaannya sekarang, tiba-tiba sekali membuat Jiwon cukup terkejut dan dia yang tidak siap tidak tahu harus memberikan respon seperti apa. Sejujurnya, Jiwon masih bingung dengan perasaannya sendiri.

"Kyungjun-na, aku..."

Kyungjun langsung menyela, "tidak perlu sekarang. Aku tahu ini tiba-tiba, jadi pikirkan saja dulu dan beri jawabannya nanti saat kau yakin dan siap. Aku akan menunggu." Kyungjun tersenyum penuh pengertian, sementara Jiwon justru tersenyum kecut.

"Maaf."

"Tidak sekarang okey?"

Jiwon mengangguk. Suasana menjadi agak sepi dan canggung setelah itu. Bahkan sesi belajar mereka terbengkalai begitu saja ketika keduanya sama-sama larut dalam pikiran masing-masing.

"Aku selalu ingin menanyakan ini," ujar Jiwon, buka suara setelah beberapa menit berlalu tanpa obrolan. Kyungjun langsung memfokuskan perhatian dan mendengarkan. "Apa yang membuatmu suka padaku? Ini pertanyaan klise, aku tahu, tapi bisakah kau menjawabnya? Dan juga sejak kapan?"

Kyungjun mencermati pertanyaan itu baik-baik sebelum mulai bicara, "sejujurnya aku sendiri tidak tahu. Aku hanya menyukaimu begitu saja. Melihatmu lebih menarik dari gadis manapun dan jantungku berdebar setiap kali melihatmu. Untuk waktunya aku juga tidak yakin sejak kapan, tapi kupikir aku tahu bagaimana awal mulanya."

Jiwon menaikan salah satu alisnya, menunggu penjelasan yang lebih panjang. "Aku tidak yakin kau ingat ini atau tidak. Tapi waktu itu, aku hendak menolong seekor kucing dijalanan, tapi orang tua yang salah paham justru memarahiku dan menuduhku bahwa aku menyiksa kucing itu. Itu membuatku agak marah setiap kali mengingatnya. Itu adalah saat-saat yang sensitif dimana tindakanku sering kali disalahpahami. Aku hampir terlibat berdebatan sengit, tapi seseorang datang dan membelaku. Dia memberikan kesaksian yang membebaskanku dari disalah pahami."

"Tunggu, kurasa aku ingat," sela Jiwon, matanya membelakak dan dia tersenyum kecil. "Kucingnya berwarna putih dominan dan sedikit bercak hitam."

Kyungjun mengangguk membenarkan. "Ya, kau orang yang menolongku."

"Aku tidak menduga bahwa moment itu cukup berkesan untukmu."

"Aku juga tidak menduganya. Kita sama sekali tidak dekat sejak awal kelas dua bukan? Kau tahu bagaimana jarak antara murid berprestasi dan berandal kelas? Saat itu, aku sama sekali tidak peduli apa pun tentangmu, kau mungkin juga sama tidak peduli apa pun tentangku. Kupkir semua teman kelas membenciku dan aku selalu menjadi orang yang serba salah."

"Tapi, sejak kau menolongku saat itu, aku menjadi agak penasaran padamu dan banyak memperhatikan. Aku menemukan banyak hal yang telah kulewati dari si murid berprestasi. Karena aku tidak pernah memperhatikan dan enggan untuk terlibat. Semakin sering aku memperhatikanmu, aku justru semakin penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentangmu. Bagaimana si murid berprestasi yang bahkan tidak pernah mau terlibat dengan berandal kelas justru membela seseorang yang selalu bermasalah. Dari banyaknya murid satu sekolah yang sempat menyaksikan hari itu, kau satu-satunya yang datang membantuku."

"Jadi kau tersentuh?"

"Kupikir."

Jiwon tersenyum. "Kuakui, aku memang enggan terlibat denganmu dulu, tapi itu bukan berarti aku akan bersikap abai saat melihatmu dituduh oleh hal yang tidak kau perbuat."

"Aku memang cukup brengsek saat itu."

"Kyungjun-na," panggil Jiwon. "Banyak hal yang terjadi dimasa lalu yang pastinya membuat kita menyesal disaat ini ketika memikirnya lagi. Aku tidak ingin menyuruhmu mengabaikannya, justru aku akan menyuruhmu untuk selalu mengingatnya. Hanya ingat saja agar kau bisa menemukan cela buruk dan memperbaikinya. Kau boleh menyesal, tapi jangan berlarut-larut. Jadikan masa lalu sebagai pelajaran, agar kau menjadi pribadi yang lebih baik hari ini dan kedepannya."

"Kau tahu? Kau pandai menasehati orang," cetus Kyungjun, dia kemudian tersenyum. "Salah satu hal yang kusukai darimu."

To Be Continued


A/n

Sesuai janji, aku up satu part lagi.

Ngomong-ngomong, satu atau dua part lagi cerita ini bakal end. Kemungkinan, nantinya juga bakal ada part bonus.

Jangan lupa vote dan komentarnya~

ɴʜᴄ: ᴄᴀᴛᴄʜɪɴɢ ғᴇᴇʟɪɴɢs ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang