"Kau seharusnya tidak merelai mereka. Lihat, kau jadi terluka," ujar Junhee.
Jiwon menipiskan bibir, diam saja memandangi Junhee yang sedang membalut pergelangan tangannya yang terkilir dengan perban. Jiwon mendesah berat, dia akan kesulitan untuk sementara waktu karena yang terkilir adalah tangan kanannya.
"Terim kasih," kata Jiwon, begitu Junhee selesai menangani lengannya yang terluka.
"Jangan melakukan itu lagi," cetus Junhee, membuat Jiwon menoleh tidak paham. Junhee mendesah pelan sebelum melanjutkan, "aku tahu kau adalah orang yang bisa menghentikan Kyungjun, tapi bukan berarti kau bisa terus merepotkan diri setiap kali dia kehilangan kendali. Aku menghawatirkanmu, kau bisa terluka lebih dari ini."
Jiwon merasa terenyuh mendengar penuturan Junhee, dia diam-diam merasa senang atas perhatian dari lelaki yang duduk di sampingnya saat ini, namun Jiwon berusaha sangat keras untuk tidak menunjukan perasaannya secara gemblang.
Jiwon paham apa yang dimaksud Donghyun saat mereka bicara tempo hari. Tentang perasaan Jiwon yang dia simpan untuk Junhee. Tapi, rasanya salah dan Jiwon tidak bisa menanggung rasa kehilangan lain jika Yoonseo juga pergi darinya. Dia mengasihi orang-orang yang dia pedulikan lebih dari apa pun. Tapi untuk memilih Yoonseo dan Junhee, adalah kesulitan yang membuatnya diliputi perasaan bimbang hampir setiap waktu.
"Junhee-ya," panggil Jiwon lirih. Junhee membalasnya dengan deheman lembut. "Kau pernah kehilangan seseorang dan merasa sangat hancur karenanya?" Jiwon tidak tahu apa yang merasukinya hingga dia mengajukan pertanyaan itu. Tapi Jiwon bisa melihat tatapan Junhee saat lelaki itu menatap tepat dan dalam ke arahnya.
Junhee mengangguk. "Pernah sekali." Dia tersenyum tipis sebelum melanjutkan, "aku kehilangannya tepat di depan mataku, tapi tidak bisa melakukan apa-apa untuknya. Itu membuatku menyesal dan merasa bersalah. Saat itu, aku merasa bahwa jika mati pun aku tidak akan keberatan karena dia sudah pergi. Itu benar-benar menghancurkanku."
Jiwon tidak pernah tahu Junhee juga sepertinya. Gadis itu menatap Junhee lirih. "Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kau sudah baik-baik saja?" tanya Jiwon penuh perhatian.
Senyum Junhee tertarik lebih merkah dan dia mengangguk singkat. "Ya. Itu sudah baik-baik saja karena dia tidak benar-benar pergi."
Alis Jiwon menekuk keheranan sesaat sebelum dia mengulum bibir dan tidak lagi mempertanyaan soal itu.
"Bagaimana pergelangan tanganmu?" tanya Junhee.
Pandangan Jiwon turun ke pergelangan tangannya yang di perban. Dia mengangguk kecil. "Masih sedikit sakit, tapi aku bisa mengatasinya."
"Kau akan kesulitan karena itu tangan kananmu," sahut Junhee.
Jiwon mengangguk miris. "Ya, aku tidak beruntung karena terluka di minggu ujian." Junhee memandang prihatin.
Tiba-tiba, pintu uks terbuka dan Yoonseo masuk dengan wajah panik. Namun sejenak gadis itu tepaku saat menemukan Jiwon hanya berduaan saja bersama Junhee di uks.
"Yoonseo-a, ada apa?" tanya Junhee, mengabaikan keterdiaman Yoonseo. Dia mengambil alih perhatian gadis itu, Yoonseo sejenak menoleh padanya sebelum perhatiannya beralih pada Jiwon.
"Ada keributan di kelas. Donghyun dan Kyungjun bertengkar."
Junhee membuang napas berat. Dia baru akan mencegah Jiwon, tapi gadis itu sudah lebih dulu pergi keluar dari uks dan pergi menuju kelas.
Seperti kata Yoonseo. Ada keributan yang terjadi di dalam kelas, dimana Kyungjun dan Donghyun menjadi sumber dari keributan itu. Jiwon baru akan melerai mereka, tapi Junhee yang datang bersama Yoonseo segera mencegatnya.
Junhee membantu Hyunho menarik Donghyun, sementara Eunchan dan Heoyul menjauhkan Kyungjun dari Donghyun.
Kyungjun tidak membalas Donghyun. Jiwon menemukan lelaki itu pasrah saat Donghyun memukulnya. Dan itu membuatnya kebingungan, ada apa dengan Ko Kyungjun? Lelaki itu bukan tipe orang yang akan dengan pasrah membiarkan seseorang menghajarnya.
Tidak lama kemudian, seorang guru datang dan memboyong Kyungjun dan Donghyun untuk di bawa ke rung bk. Jiwon tetap diam ketika pandangannya sempat bersibobrok dengan mata Kyungjun ketika lelaki itu berjalan hendak melewatinya. Jiwon menangkap rasa bersalah lewat tatapan itu, rasa bersalah dan menyesal yang Kyungjun tunjukan untuknya. Tapi Jiwon tidak tahu harus menanggapi dengan cara apa. Dia kebingungan.
Setelah kelas terakhir selesai, Jiwon menunggu di depan pintu ruang bk sampai Kyungjun dan Donghyun menyelesaikan detensi mereka. Donghyun keluar lebih dulu dan langsung menghampiri Jiwon.
"Kau baik-baik saja?" tanya Donghyun.
Jiwon mendelik sinis. "Ya, sampai kau membuat keributan tidak berguna." Jiwon berkacak pingga dengan satu tangan, memandang Donghyun tidak habis pikir. "Belajarlah untuk mengontrol emosimu, aku sudah sering memperingatkanmu, Kim Donghyun."
Donghyun menghela napas panjang. Jika Jiwon sudah menggunakan marga, itu tandanya dia benar-benar kesal padanya.
"Kau terluka karena si brengsek itu. Aku tidak akan diam saja."
Jiwon mengangguk paham. "Dan apa? Kau mau buat dia terluka juga? Mau buat tangannya terkilir seperti punyaku?" desak Jiwon, tidak senang.
Donghyun menelan saliva susah payah. Dia kemudian menunduk dan melihat ke arah pergelangan tangan Jiwon yang terbalut perban. Menyadari arah pandang Donghyun, Jiwon segera berseru.
"Sudah tidak apa-apa."
"Itu tangan kanan. Kau akan kesulitan."
"Ya. Ini membuatku jadi iri pada Jaewon yang memiliki tangan kidal."
Perhatian mereka kemudian teralihkan saat Kyungjun keluar dari dalam ruang bk. Jiwon menyuruh Donghyun pergi, membantah lelaki itu dan mengancamnya agar Donghyun tidak menghentikannya menghampiri Kyungjun.
Pasrah pada Jiwon yang keras kepala, Donghyun memilih pergi meninggalkan dua orang yang masih berada di lorong itu.
Jiwon menelik wajah Kyungjun yang babak belur. Donghyun melakukan cukup banyak hal pada lelaki tersebut. Itu membuat Jiwon merasa menyesal karenannya.
"Ayo, lukamu perlu di obati."
Kyungjun menurut saja saat Jiwon menarik tangannya dan membawanya ke uks. Mengobati lebam dan luka di wajahnya dengan hati-hati. Keheningan melingkupi mereka cukup lama sampai Jiwon selesai mengobati semua luka yang terlihat di wajah Kyungjun.
"Kupikir kau sudah berbaikan dengan Jinha dan Seungbin. Kenapa kau melakukan itu pada Jinha?"
Kyungjun belum menjawab untuk beberapa menit ke depan sampai Jiwon bicara lagi.
"Kau tidak pernah membuat masalah untuk beberapa minggu ke belakang. Kenapa kau bersikap seperti dulu lagi?"
"Kami sudah menyatakan genjatan senjata sebelumnya." Kyungjun akhirnya bersuara. "Tapi sesuatu membuatku kesal hari ini dan aku punya cara sendiri bagaimana mengatasi rasa kesalku."
"Dengan menghajar orang lain?" sindir Jiwon. "Rasa kesalmu mungkin akan hilang, tapi kau juga bisa terluka karenanya." Jiwon menuding buku-buku tangan Kyungjun yang memerah.
Namun, bukannya menanggapi pernyataan Jiwon, Kyungjun justru fokus pada pergelangan tangan Jiwon yang di perban. Dia meringis, semakin merasa bersalah. "Tanganmu. Bagaiamana?"
Jiwon memamerkan tangannya di hadapan Kyungjun. "Jujur saja, rasanya masih sakit..."
"Maaf."
Jiwon menghela napas panjang. Menurunkan tangannya lagi. "Tapi aku bisa mengatasinya. Jangan khawatir."
"Maaf. Itu salahku."
To Be Continued
A/n
Tanggapannya untuk chapter ini yeorebun~
KAMU SEDANG MEMBACA
ɴʜᴄ: ᴄᴀᴛᴄʜɪɴɢ ғᴇᴇʟɪɴɢs ✓
FanfictionMasa-masa penuh duka itu sudah berlalu. Kini, mereka telah duduk di bangku senior, bersiap menghadapi ujian kelulusan yang sudah berada di depan mata. Namun, dalam masa-masa singkat itu, masih ada banyak cerita yang belum usai dan menunggu untuk dit...