[08] outburst of jealousy

657 116 14
                                    

Suara notifikasi dari ponselnya yang menandakan adanya pesan yang masuk diabaikan Jiwon. Gadis itu terus fokus pada catatan di meja belajarnya, mengabdikan malam itu sepenuhnya pada pengetahuan akademik untuk ujian besok. Meski sebagian besar alasannya adalah dia tidak ingin memikirkan segala masalah di sekitarnya dan menjadikan pelajaran sebagai caranya lari dari pikirannya sendiri.

Ponselnya sengaja di taruh cukup jauh, meski suara notifikasi masih terdengar sesekali. Jiwon berusaha keras mengabaikannya. Tapi, tidak bersalang lama, bunyi notifikasi itu berubah menjadi dering panggilan. Merasa muak, Jiwon akhirnya bangkit dari kursinya dan pergi untuk mengangkat telfon dari entah siapa pun itu.

Jiwon menggeser dial, langsung berseru lebih dulu sebelum si penelfon sempat bersuara. "Apa maumu?"

"Sial, aku mengirimmu pesan sejak tadi."

"Aku bertanya apa maumu, Ko Kyungjun?" desis Jiwon. Dia benar-benar sedang bad mood untuk meladeni siapa pun saat ini.

"Kau baik-baik saja? Kau pergi terburu-buru kemarin, kupikir ada masalah."

Jiwon terdiam, dia mengulum bibir, tidak menjawab cukup lama hingga membuat Kyungjun di seberang telfon kembali memanggilnya, "Jiwon-na?"

Menarik napas dalam-dalam, Jiwon menyahut, "aku baik-baik saja. Aku hanya sedang belajar sekarang, aku butuh fokus untuk ujian besok."

"Baiklah. Maaf karena sudah menganggu belajarmu."

Jiwon menurunkan ponselnya ketika tangannya jatuh begitu saja ke sisi tubuh. Gadis itu menghela napas dalam-dalam sembari memejamkan mata, mencoba kembali fokus pada satu hal yaitu belajar.

Sementara itu, tanpa sepengetahuan Jiwon, Kyungjun berada tempat di depan rumahnya, sudah sejak tadi, sejak lelaki itu mengirimi pesan spam padanya.

Karena sudah tahu kondisi Jiwon baik-baik saja, Kyungjun memutuskan untuk segera pergi. Degan sedikit rasa kecewa, sebab mendengar nada ketus Jiwon saat menerima panggilan telfonnya tadi. Gadis itu tidak ada kabar sejak pergi tiba-tiba dari perpustakaan kemarin. Kyungjun tidak begitu menaruh kira, tapi besoknya, Jiwon sama sekali tidak ada kabar bahkan tidak menerima panggilan telfonnya atau membalas rentetan pesan yang Kyungjun kirim. Tentu saja itu membuatnya khawatir, dia takut terjadi sesuatu pada Jiwon.

Mendesah kasar, Kyungjun menendang angin dengan kesal. Berjalan pulang dengan perasaan gunda. Dia akan bicara secara langsung dengan Jiwon besok.

Tapi, tidak seperti yang Kyungjun harapkan. Eseoknya di sekolah, Kyungjun kehilangan kesempatan untuk bicara pada Jiwon karena ujian, dan saat waktu istirahat tiba, Kim Junhee menyalip kesempatannya dan bicara pada Jiwon lebih dulu.

Dua orang itu duduk di salah satu meja kantin. Kyungjun yang tengah mengantri jatah makan siang, tidak bisa mengalihkan padangan dari Jiwon. Dia kesal dan kecewa saat menyaksikan sikap Jiwon yang tampak lebih ramah dan bahkan tersenyum saat menanggapi Junhee, berbeda saat gadis itu menanggapinya tadi malam.

Kyungjun berdecih sinis. Mood nya benar-benar jadi buruk.

"Hei! Jangan mendorong, sialan kau."

"Kau terlalu lembek, didorong begitu saja sudah oleng."

"Kau mendorongku tiba-tiba, aku tidak siap, sialan!"

Mendengar keributan dari barisan di belakangnya, Kyungjun menarik napas kasar. Dia lantas berbalik, menengok ke balik barisan sekitar empat orang di belakangnya, Kyungjun melihat Seungbin dan Jinha dan keributan yang mereka ciptakan. Dengan penuh amarah, Kyungjun mendorong beberapa orang di jalannya, lalu tanpa diduga, langsung melayangkan tinju ke wajah Jinha dengan keras sampai membuat lelaki itu tersungkur.

Suara pekikan histeris dari kekagetan orang-orang di kantin kala itu membuat mereka seketika jadi pusat perhatian.

"Hei! Apa maksudnya ini, brengsek! Kau sudah gila?" Jinha mengumpat, memelototi Kyungjun dengan marah.

"Hei, Kyungjun!" tegur Seungbin, kebingungan atas tindakan Kyungjun barusan. Namun belum sempat orang-orang lepas dari rasa terkejut mereka, Kyungjun kembali menerjang Jinha dan memukulnya. Sementara Jinha yang tidak ingin diam saja, membalas. Namun amarah Kyungjun tidak lagi bisa terkendali, dia kesal dan butuh kambing hitam untuk melampiaskan amarah tersebut.

Seungbin kesusahan menarik Kyungjun menjauh dari Jinha yang sudah babak belur. Lelaki itu mengumpat sebab hanya Junhee yang datang membantunya dan berani melerai pertengkaran mereka. Mungkin takut pada dua berandal sekolah itu. Reputasi mereka memang masih melekat meski tidak lagi sering bersama.

Hubungan Kyungjun dan Jinha masih belum benar-benar membaik sejak game mafia. Mereka tidak saling menegur seperti orang asing, sementara Seungbin berada ditengah-tengah mereka.

"Sial, kenapa kalian diam saja? Kemari dan bantu, dasar brengsek!"

Bukannya segera mematuhi perkataan Seungbin, kerumunan yang mengerubungi mereka justru bergerak mundur dengan takut. Ngeri memandang bertapa brutalnya Kyungjun menghajar Jinha dan tidak sediki pun memberinya peluang untuk membalas.

Seungbin berdecih sinis. Dia mengedarkan pandangannya, dan perasaannya langsung melambung tinggi penuh harap saat menemukan presensi Jiwon di balik kerumunan orang-orang. Mengabaikan sejenak Kyungjun dan Jinha, Seungbin pergi menghampiri gadis itu.

"Jiwon-na. Bantu pisahkan mereka."

"Apa?" kaget Jiwon. Dia ngeri memandang ke arah dua orang yang sedang bertengkar. Bagaimana dia harus merelai sementara bahkan Seungbin dan Junhee tidak bisa?

Seungbin mengambil satu lengan Jiwon, menatap gadis itu dengan penuh kepercayaan. "Kyungjun akan berhenti jika itu kau. Dia hanya mematuhimu, jadi ayo. Jinha mungkin akan mati." Tanpa menunggu persetujuan Jiwon, Seungbin memaksanya masuk ke pusat kerumunan.

Jiwon berjengkit kaget menyaksikan kebrutalan perkelahian timpang itu lebih dekat.

"Hei, kenapa kau membawanya ke sini? Dia bisa celaka," desak Junhee ketika melihat Seungbin kembali bersama Jiwon.

Seungbin berdesis marah. "Kyungjun jika sudah begitu akan sulit dihentikan."

"Dan kau pikir Jiwon bisa menghentikannya? Dengan cara apa?" balas Junhee sengit. Menjadi marah tiba-tiba.

Junhee mengambil alih tangan Jiwon dari Seungbin. "Kau tidak boleh berada di sini." Junhee hendak membawa Jiwon pergi, tapi gadis itu bergeming, tidak sedikit pun mengalihkan tatapan dari Kyungjun.

Jiwon terpaku saat dia menyakiskan amarah dari laki-laki yang bertengkar. "Kyungjun-na! Ko Kyungjun berhenti! Hei! Berhenti!" Jiwon melepas pegangan Junhee dari tangannya, lantas berjalan maju. Berteriak pada Kyungjun, menyuruhnya berhenti menghajar Jinha. Namun seakan tuli, Kyungjun masih terus melayangkan pukulan, membuat Jiwon marah dan maju lebih dekat. "Ko Kyungjun berhenti!" Jiwon meraih tangan Kyungjun, bermaksud menahan pukulan lelaki itu, tapi Kyungjun sudah benar-benar di kuasai amarah dan tidak sedang dalam pikiran jernih. Dia menepis Jiwon seperti dia menepih Seungbin dan Junhee, namun Jiwon labih lemah dari pada para laki-laki itu, dan dia tidak cukup siap. Jiwon kehilangan keseimbangan tubuhnya dan tersungkur, tangannya terkilir karena salah mendarat.

Suara ringisan kesakitan Jiwon seakan menjadi alarm yang meredakan amarah Kyungjun. Pukulan lelaki itu berhenti di udara, dan dia menoleh ke arah Jiwon, terkejut menemukan gadis itu terluka. Merasa amat bersalah, menyesal ketika dia hanya bisa menyaksikan Junhee membawa Jiwon pergi.

To Be Continued

ɴʜᴄ: ᴄᴀᴛᴄʜɪɴɢ ғᴇᴇʟɪɴɢs ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang