[14] girl in the grave

511 90 16
                                    

Hari ini, untuk pertama kalinya, Shin Jiwon memilih bolos sekolah. Dia tadinya sudah bersiap, bahkan memakai seragam sekolah dan membawa ranselnya, namun saat bus datang, Jiwon tidak beranjak dari bangku halte sampai bus pergi mengabaikannya.

Gadis itu berjalan-jalan di kota, berbaur dengan keramaian orang yang berlalu lalang. Tampak muram ketika mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Jiwon teringat perkataan Donghyun. Bahwa dia seharusnya memikirkan dirinya sendiri dan mengabaikan orang lain. Jiwon menyukai Junhee, tapi dia tidak tahu bahwa menyukai laki-laki itu akan serumit ini untuknya.

Donghyun bilang, Jiwon harus egois, tapi dia merasa sulit melakukannya jika itu berhubungan dengan orang yang dia sayangi. Jiwon tahu, Yoonseo lebih dulu menyukai Junhee. Sikapnya terlihat begitu jelas, meski Jiwon dan Seeun sering kali mengejeknya bila ketahuan tengah memperhatian Junhee diam-diam dan Yoonseo dengan berbagai alasan akan menyangkal. Yoonseo jatuh cinta lebih dulu, sementara Jiwon terlambat, jadi bagaimana dia bisa egois?

Ponsel Jiwon berdering, menandakan panggilan masuk, tapi tidak peduli dari siapa itu, Jiwon mengabaikannya.

Sebuah toko bunga ditepi jalan menarik perhatian Jiwon, membawa langkahnya menuju tempat itu. Seorang penjaga toko menyambutnya ketika dia masuk, dan Jiwon membalas dengan senyuman ramah.

"Bunga apa yang anda butuhkan?"

Agak terdiam sesaat setelah pertanyaan itu, Jiwon malah memandang seisi toko sampai pandangannya jatuh ke arah bunga hydrangea. Seeun menyukai bunga itu. Jiwon mengulas senyum kecil, sebelum beralih pada si penjaga toko.

"Hydrangea, dan bisakah ditata dengan cantik? Aku hanya butuh small buket."

"Ya, tentu saja."

Selepas membeli bunga, Jiwon langsung menetapkan tujuannya. Dia akan pergi ke makam Seeun.

Namun, begitu Jiwon tiba di pemakaman, dia agak terkejut menemukan seseorang di sana. Sosok yang tidak terduga.

"Kim Somi?"

Somi, yang tengah berdiri dihadapan makam Seeun, berbalik, langsung menatap ke arah Jiwon yang kini berjalan mendekatinya.

"Hai." Sapa Somi dengan senyum ramah.

Jiwon menyipitkan mata curiga, tapi seakan tersadar, dia lebih dulu menghadap makam Seeun untuk meletakan bunga dan memanjatkan doa. Sementara Somi berjalan menjauh dan menunggu hingga Jiwon selesai.

Mereka kembali bertemu di luar pemakaman, dan Somi mengajak Jiwon agar mereka pergi ke cafe terdekat. Jadi mereka duduk di sana, saling berhadapan dan bicara.

"Butuh waktu lama untukku," mulai Somi. Dia menunduk dan tampak merasa bersalah ketika Jiwon mengawasinya. "Aku tahu sudah terlambat untuk meminta maaf pada Seeun, tapi aku tetap melakukannya."

Sikap perlahan Jiwon mulai melunak. Dia tidak tahu apa yang dirasakan Somi saat gadis itu berhadapan dengan Seeun di makamnya, tapi Jiwon bisa merasakan bahwa ucapan Somi barusan benar-benar tulus.

"Memang sedikit terlambat," cetus Jiwon, membuat Somi mengangkat pandangan ke arahnya. "Tapi, sudah bagus karena kau akhirnya menyadari kesalahanmu. Aku tahu tidak mudah untuk datang dan meminta maaf." Jiwon memberi senyum kecil, membuat Somi juga ikut tersenyum.

Tidak ada kesinisan lagi di antara mereka. Tampaknya, Somi sudah berubah dan Jiwon sudah berjanji bahwa dia tidak ingin memendam kebencian pada orang-orang yang pernah merisak Seeun.

"Aku juga ingin minta maaf padamu dan Yoonseo. Untuk sikapku pada kalian sebelumnya," ungkap Somi.

Jiwon mengangguk. "Akan kusampaikan pada Yoonseo."

"Bagaimana kabar Nahee?"

"Dia baik-baik saja. Kau ingin memperbaiki hubungan dengannya?"

"Aku hanya ingin minta maaf."

"Kusarankan, untuk Nahee, temui dia secara langsung."

Somi mengangguk pelan. "Itu rencanaku."

Percakapan mereka berhenti sejenak saat seorang pelayan mengantarkan minuman pesanan mereka.

"Ngomong-ngomong. Aku dengar soal apa yang terjadi pada Junhee. Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Somi.

Jiwon menghela napas pelan. "Sudah jauh lebih baik. Hanya yang menghawatirkan bila orang yang menusuknya bisa datang lagi dan mencoba melukai Junhee lagi." Ekspresi muram Jiwon kembali. Membahas tentang Junhee, benar-benar mempengaruhi mood nya.

Somi menipiskan bibir. Dia memang tidak cukup mengenal Shin Jiwon, tapi Somi tahu bahwa Jiwon sebelumnya bukanlah orang yang bisa menunjukan perasaannya secara jelas pada orang lain. Somi bahkan pernah khawatir ketika dia menyukai Junhee dulu, khawatir jika bukan hanya Yoonseo, tapi Jiwon juga akan menyukai Junhee. Tap Jiwon tidak pernah kelihatan menaruh perhatian pada Junhee, jadi Somi tidak bersikap terlalu keras padanya.

Entah apa yang sudah terjadi setelah Somi memutuskan pindah sekolah. Tapi Jiwon yang duduk di hadapannya saat ini, juga sudah berubah.

Mereka mengobrolkan banyak hal untuk beberapa waktu ke depan. Menghapus permusuhan dan segala kebencian, membangun hubungan baru yang lebih baik, meski Jiwon tidak yakin apakah itu berarti dia dan Somi adalah teman sekarang.

Mereka keluar dari cafe bersama. Somi yang pamit dan hendak pergi, tiba-tiba kembali berbalik, membuat Jiwon mengerutkan alis bingung dan bertanya hanya lewat ekspresi.

"Tentang apa yang terjadi pada Junhee. Ini hanya dugaanku saja. Apakah mungkin saja di antara kita yang terlibat dalam game mafia masih menyimpan dendam?"

"Maksudmu yang menusuk Junhee, adalah salah seorang dari kelas 2-3?"

"Aku bukannya mau menuduh. Tapi hanya dugaanku saja. Kau sendiri tahu, game itu benar-benar mempengaruhi kita semua. Aku hanya berpikir, jika saja ada seseorang yang benar-benar terpengaruh olehnya."

"Darimana dugaan itu muncul?" tanya Jiwon sinis. Dia agak tidak senang sekarang. Entah kenapa Somi membahas tentang permainan dan membuatnya jadi mencurigai salah seorang teman.

Ekapresi Somi mengeruh sebelum dia mengatan sesuatu yang mengejutkan Jiwon. "Jika itu hanya terjadi pada Junhee, tapi, beberapa hari lalu, aku sempat melihat Ko Kyungjun, dan ada seseorang yang mengikutinya. Orang itu terlihat mencurigakan. Jadi aku agak khawatir, bagaimana jika kita semua mungkin akan mengalami hal yang sama seperti Junhee?"

Jiwon tidak mengatakan apa-apa lagi selepas Somi pergi. Dia memikirkan perkataan Somi dengan serius.

Permaian itu memang benar-benar mempengaruhi mereka. Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang terjadi selain mereka yang terlibat dan orang tua Seeun. Tentang bagaimana orang-orang bisa berubah begitu menakutkan saat berada di antara hidup dan mati.

To Be Continued

ɴʜᴄ: ᴄᴀᴛᴄʜɪɴɢ ғᴇᴇʟɪɴɢs ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang