[30] fluctuation

342 58 14
                                    

Jiwon sudah berdiri di depan gerbang rumah Kyungjun. Baru beberapa menit lalu dia tiba dan mengirimkan pesan pada Kyungjun untuk segera keluar karena mereka sudah berjanji akan mengerjakan tugas bersama hari ini.

Tiba-tiba, bunyi klakson mobil, mengejutkan Jiwon. Sedan hitam itu berhenti tepat di depan gerbang rumah Kyungjun sampai pagar tersebut terbuka dan mobil itu bergerak masuk ke dalam.

Jiwon melonggokan kepala untuk mengintip. Seorang pria dengan setelan jas rapih keluar dari dalam mobil dengan gestur tegap dan tampak berwibawa. Mengawasi hingga pria itu masuk ke dalam rumah, Jiwon menduga bahwa pria tersebut pastilah Ayah Kyungjun.

"Mereka cukup mirip," komentar Jiwon, bergumam kecil. Perhatiannya segera teralihkan ketika denting notifikasi dari ponselnya terdengar, Kyungjun baru saja mengirimkan pesan bahwa dia akan segera keluar.

Beberapa menit kemudian, orang yang ditunggunya itu akhirnya menampakan batang hidung. Namun ada yang aneh, Jiwon menyadari bekas kemerahan di pipi kiri Kyungjun, serupa bekas tamparan. Jiwon tiba-tiba khawatir, membuatnya tanpa sadar bergerak maju dan menyentuh sebelah pipi lelaki itu yang tidak terluka.

"Hei, ada apa dengan pipimu?" tanya Jiwon, matanya berkedip penuh tanya saat dia menatap tepat mata Kyungjun.

Sebelah tangan Kyungjun terangkat, meraih tangan Jiwon dari pipinya. Dia lantas tersenyum kecil, kemudian menjawab lembut, "bukan apa-apa. Ayo."

Jiwon tidak percaya, dia yakin sesuatu telah terjadi. Jelas bahwa tanda kemerahan tersebut adalah akibat tamparan yang cukup keras, namun melihat sikap Kyungjun dan bagaimana laki-laki ini tampaknya tidak ingin membicarakannya, Jiwon terpaksa mengubur rasa penasarannya.

Mereka mulai berjalan pergi, menjauhi rumah Kyungjun. Jiwon menoleh sebentar ke belakang, mengawasi rumah mewah itu dengan banyak pikiran dalam benaknya. Jiwon ingat, Kyungjun pernah bercerita tentang keluarganya. Bahwa dia hanya tinggal dengan Ayahnya setelah Ibunya pergi saat dirinya masih kecil.

Jika, jika saja dugaan dalam benak Jiwon benar bahwa Kyungjun mungkin tidak terlalu akur dengan Ayahnya, bagaimana hal itu membuat hatinya mencelos meski hanya memikirkannya saja.

Meski sama-sama memiliki keluarga yang tidak sempurna, Kyungjun tampaknya memiliki luka yang lebih parah. Selama ini, Jiwon selalu mengeluh, bersikap seakan hidup penuh ketidak adilan terutama untuknya. Dia tidak sadar, bahwa di luar sana, ada yang hidupnya lebih hancur.

"Kau selalu datang ke sini?"

Lamunan Jiwon buyar saat Kyungjun mengajukan pertanyaan.

Jiwon menoleh dengan ekspresi linglung sesaat, tapi kemudian menyadari bahwa mereka sudah tiba di cafe tempat mereka akan mengerjakan tugas mereka.

"Ya. Jika bosan di perpustakaan, aku akan datang ke sini. Ayo masuk," ajak Jiwon. Melongos lebih dulu memasuki cafe, sementara Kyungjun mengikuti di belakang.

•°•°•°

"Kenapa kau berkelahi dengan Junhee kemarin?"

Kyungjun langsung mengangkat wajah, menatap Jiwon yang tengah menyuapkan kue untuk dirinya sendiri. Dia sedikit teralihkan saat melihat krim di sudut bibir gadis itu, membuat Kyungjun segera maju dan menjulurkan tangan untuk menyeka krim tersebut.

Tindakannya membuat Jiwon terpaku, matanya kemudian membelakak saat melihat Kyungjun justru memakan bekas krim yang diusapnya dari sudut bibir Jiwon.

"Apa-apaan?" Pipi Jiwon merona, dia benar-benat salah tingkah. Secara refleks menyembunyikan wajahnya dengan tangan.

"Ada krim..."

"Aku tahu!"

Merasa gemas, Kyungjun terkekeh saat dia mengawasi Jiwon, menyaksikan bagaimana salah tingkahnya gadis tersebut.

"Itu karena dia sudah membuatmu menangis," kata Kyungjun. Jiwon sesaat bingung, tapi kemudian ingat tentang pertanyaan yang dia ajukan sebelumnya.

"Kau tidak perlu memukulnya seperti itu," sahut Jiwon. Dia tiba-tiba merasa agak sedih.

Setelah mendengar alasan Junhee kenapa tidak datang menemuinya di halte tempo hari, Jiwon mulai merasa hatinya justru semakin terluka karenannya. Dia tidak bisa bohong bahwa meski Junhee melakukannya untuk menolong Yoonseo, Jiwon tetap merasa cemburu. Dan entah bagaimana dia sedikit tidak rela. Padahal dia sendiri yang mengatakan bahwa Yoonseo bebas untuk menyukai Junhee dan terserah pada Junhee akan memilih siapa pada akhirnya. Tapi Jiwon tetap merasa tidak enak, dan perasaanya terluka.

"Berhentilah."

Jiwon mengangkat alis bingung atas perkataan Kyungjun sampai laki-laki itu melanjutkan ucapannya.

"Berhentilah dekat dengan orang seperti itu, seseroang yang hanya bisa membuatmu menangis."

"Kenapa kau peduli?" Jiwon menunduk, mencicit kecil, "bahkan tidak ada hubungannya denganmu."

"Apa kau sungguh tidak tahu? Jiwon, aku..."

Dentingan notifikasi dari ponsel Jiwon menghabat kalimat Kyungjun. Dia berhenti bicara dan mengamati Jiwon yang sedang membaca pesan di ponselnya. Alis gadis itu tampak berkerut karena bingung dan penasaran, tapi sesaat kemudian matanya membelakak terkejut.

Gadis itu bangkit berdiri. "Aku harus pergi, tolong untuk tugasnya, kau saja yang membawanya hari senin nanti ya. Dah."

Belum sempat Kyungjun merespon, Jiwon sudah berlalu pergi, tampak sangat terburu-buru. Dia bahkan lupa memasukan tempat pensilnya ke dalam tas dan meninggalkannya begitu saja di atas meja.

Pasrah, Kyungjun akhirnya membereskan barang-barangnya,menyertakan tempat pensil milik Jiwon dan berniat mengembalikannya pada gadis tersebut di sekolah nanti. Dia segera beranjak pergi, meninggalkan cafe dan mulai berjalan pulang.

Dia hampir saja mengungkapkan perasaanya pada Jiwon. Karena terlalu frustasi dan tidak tahu lagi apa yang harus dilalukan, dia tanpa sadar mengungkapkan kata-kata yang sudah sejak lama berada di ujung lidahnya. Tapi bagaimana jika dia berhasil merampungkan kata-katanya, entah jawaban macam apa yang akan Jiwon berikan. Meski gagal, dia merasa legah, setidaknya dia merasa hari ini bukan waktu yang tepat.

Memasuki jalan yang lebih sepi, Kyungjun tidak menyadari ada seseorang yang mengikutinya dibelakang. Bersembunyi di ceruk-ceruk gelap jalan sembari mengawasi pergerakannya. Kyungjun tidak tahu, dia tidak terlalu waspada dan menaruh perhatian pada keadaan di sekitarnya, sebab pikirannya masih terpaku pada Jiwon, karena itu dia berhasil disergap. Ketika kepalanya dipukul keras oleh benda berat dari belakang, Kyungjun merasa kepalanya pusing dan pandangannya mulai mengabur. Sementara tubuhnya jatuh begitu saja ke jalanan.

To Be Continued

ɴʜᴄ: ᴄᴀᴛᴄʜɪɴɢ ғᴇᴇʟɪɴɢs ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang