Melihat pantulan dirinya sekali lagi di depan cermin, Jiwon tersenyum setelah memastikan penampilannya sudah cukup mengesankan. Sebelum akhirnya keluar dari kamarnya dan segera pergi meninggalkan rumahnya.
Ada sebuah cafe yang sedang terkenal di kalangan anak muda akhir-akhir ini, itu menarik perhatian Jiwon saat dia mengobrol bersama Mina dan Jooyoung tempo hari. Rencananya, Jiwon ingin mengajak Yoonseo untuk pergi bersama, tapi karena hubungan mereka yang sedang renggang dan bertapa kerasnya Yoonseo terus menghindarinya, Jiwon terpaksa mengurangkan niatnya. Sampai Junhee mengetahui dan berjanji akan pergi menemaninya. Dan janji itu akan ditepati hari ini.
Sebenarnya, waktu pertemuan mereka masih sekitar sejam lagi, tapi Jiwon cukup bersemangat sehingga bersiap-siap lebih awal, penyebab lainnya adalah karena dia bosan hanya berdiam diri di rumah saja selepas pulang sekolah sekitar 3 jam yang lalu.
Junhee masih harus mengunjungi guru les nya di tempat bimbel karena ada sesuatu yang harus di bahas mengenai persiapan ujian. Junhee bilang dia akan menghubungi Jiwon jika sudah selesai. Katanya pertemuannya tidak akan memakan waktu lama.
Seharusnya begitu, tapi sore sudah berganti malam, dan Jiwon telah menunggu selama berjam-jam di cafe sendirian. Sementara Junhee masih belum menghubunginya juga.
Kesabaran Jiwon akhirnya mencapai batas. Perasaannya dipenuhi kekecewaan. Dia meraih tasnya dan beranjak dari kursi, berniat segera pulang, karena tampaknya orang yang ditunggunya tidak akan pernah datang.
"Hei, Jiwon-na."
Sampai panggilan itu menghentikan aksi Jiwon, membuatnya segera melihat ke asal suara. Dia melihat Mina dan Jooyoung yang tampaknya baru saja masuk ke dalam cafe dan kebetulan melihat Jiwon sehingga menyapanya.
"Kau sendirian saja?" tanya Mina, setelah mengecek meja tempat Jiwon. Wajah muram Jiwon langsung menjawab pertanyaan itu dan Mina langsung mengulum bibirnya diam.
Jiwon mengembuskan napas berat, sedang tidak berkeinginan untuk memnjadikan obrolan mereka menjadi panjang, jadi dia segera pamit pada mereka, "selamat menimati kue dan minumannya." Jiwon berucap dengan suara lemah tanpa minat, dia melongos melewati Mina dan Jooyoung.
"Ohya, Jiwon-na. Yoonseo tadi pingsan saat di tempat bimbel. Kupikir kau harus tahu karena kalian dekat."
Perkataan Jooyoung sukses menahan langkah Jiwon. Dia kembali berbalik. Ekspresinya kini cemas saat dia menuntut penjelasan dari Jooyoung. "Bagaimana keadaannya sekarang?"
Jooyoung mengedikan bahu acuh. "Entahlah."
"Tanyakan saja pada Junhee, dia yang membawa Yoonseo ke rumah sakit. Kurasa asmanya kambuh cukup parah kali ini," kata Mina.
Kekhawatiran Jiwon semakin meningkat, dan dia memfokuskan perhatian pada Yoonseo sepenuhnya, sedikit melupakan kekecewaannya pada Junhee.
Jiwon mengotak-atik ponselnya, mencoba menghubungi Yoonseo, tapi berulang kali dia menghubungi tidak ada yang mengangkat, hingga panggilan yang keenem kali, akhirnya panggilan terhubung. Namun, bukan Yoonseo yang menerima panggilan, tapi Ibu Yoonseo.
Jiwon berbincang sejenak sebelum meminta izin untuk menjenguk Yoonseo ke rumahnya dan dizinkan, jadi Jiwon segera menghentika taksi dan segera menuju rumah Yoonseo.
Yoonseo sedang istirahat di kamarnya saat Jiwon datang. Baru sejam yang lalu Yoonseo pulang dari rumah sakit.
Kehadian Jiwon yang tidak disangka cukup mengejutkan Yoonseo, dia hampir kelabakan seolah tergerak untuk menghindar seperti yang dia lakukan beberapa hari ke belakang. Tapi sadar bahwa kini dia tidak bisa lari ke manapun, Yoonseo akhirnya pasrah saat Jiwon duduk di tepi tempat tidurnya.
"Yoonseo-a," suara Jiwon terdengar lirih dan sedih. "Bagaimana kondisimu sekarang? Apa sudah baii-baik saja?"
"Ya."
Jiwon mengambil napas dalam-dalam saat menyadari bahwa Yoonseo masih berusaha mendiaminya. "Yoonseo-a." Jiwon sudah cukup muak dan kecewa karena penghindaraan sejak pernyataan menyerah yang Yoonseo lakukan kala itu. Jiwon tidak ingin hanya diam saja, dia harus memperbaiki hubungan dengan Yoonseo sekarang juga, bagaimana pun caranya.
"Yoonseo-a. Kumohon, berhentilah menghindar. Jika kau melakukan ini, aku juga akan menyerah pada Junhee. Kita tidak perlu memutus hubungan hanya karena masalah laki-laki."
"Tidak, Jiwon. Jangan lakukan itu," cegah Yoonseo cepat, matanya sedikit membelakak.
Jiwon mendengus. "Kau menghindariku karenanya. Dengar Yoonseo-a, aku tidak masalah jika tidak bisa pacaran dengan Junhee, tapi itu menjadi masalah jika pertemanan kita merenggang."
"Maaf Jiwon-na." Yoonseo menunduk penuh sesal. Jiwon segera menggeleng dan meraih tangan Yoonseo, mengenggamnya lembut.
"Melupakan orang yang kau sukai itu sulit, bukan?" ujar Jiwon. Yoonseo mengangkat wajah dan balik menatap sahabatnya tersebut "jangan memaksakan diri jika memang tidak bisa, kau hanya akan semakin terluka karenannya" Jiwon tersenyum kecil, merasakan kegetiran ketika dia melanjutkan ucapannya, "Yoonseo-a. Bagaimana jika kau berhenti menyerah? Mari bertaruh dengan adil."
Penuturan Jiwon membuat Yoonseo cukup terkejut. "Jiwon-na, tidak perlu seperti itu. Aku sudah bilang..."
Belum selesai Yoonseo bicara, Jiwon menggeleng cepat dan menyela, "siapa pun itu, bebas menyukai seseorang tanpa perlu menekan perasaan dan bersembunyi. Yoonseo-a, kau bilang kau menyerah karena tahu Junhee menyukaiku, tapi Yoonseo-a, perasaan seseorang bisa berubah kapan saja." Jiwon menepuk tangan Yoonseo sejenak dan tersenyum penuh pengertian. "Aku tidak ingin melihatmu menyakiti diri sendiri karena berusaha menekan perasaan yang kau simpan untuk Junhee dengan paksa. Aku akan merasa bersalah jika kau terus melakukannya. Jadi, kumohon berhentilah. Jangan menekan perasaanmu, jangan menghindariku, jangan menyakiti dirimu sendiri."
Setetes air mata lolos dari sudut mata Yoonseo. Mendengar kata-kata Jiwon membuat perasaannya gundah tapi juga legah di saat yang bersamaan. Yoonseo bisa merasakan ketulusan Jiwon lewat setiap katanya, meski kegetiran tersisip di antara kalimat-kalimat itu. Yoonseo tidak pernah tahu bagaimana perasaan Jiwon selama Yoonseo menghindarinya, apa yang Jiwon pikirkan saat Yoonseo mengabaikannya. Melihat Jiwon hari ini dan mendengar keluh kesahnya, Yoonseo akhirnya tahu, bahwa Jiwon terluka karenanya. Karena tindakkan kekanak-kanakannya.
Tangis Yoonseo pecah saat itu juga, sementara Jiwon ikut meneteskan air mata ketika Yoonseo menariknya dalam pelukan dan mulai terisak.
Meski air matanya tidak mau herhenti, setidaknya Jiwon merasa legah karena telah memperbaiki hubungannya dengan Yoonseo. Seolah talin yang nyaris putus diikat kembali dengan kuatnya agar bertahan lebih lama lagi.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
ɴʜᴄ: ᴄᴀᴛᴄʜɪɴɢ ғᴇᴇʟɪɴɢs ✓
أدب الهواةMasa-masa penuh duka itu sudah berlalu. Kini, mereka telah duduk di bangku senior, bersiap menghadapi ujian kelulusan yang sudah berada di depan mata. Namun, dalam masa-masa singkat itu, masih ada banyak cerita yang belum usai dan menunggu untuk dit...