Chapter 4

547 62 0
                                    

Kerajaan Konoha

Seekor anjing besar mengibaskan ekornya sembari berlari-larian mengejar kupu-kupu yang berkeliaran di taman bunga matahari.

Seorang pemuda terkekeh lirih, di pangkuannya berbaring gadis bersurai pirang, Ino Yamanaka.

"Kiba" panggil Ino dengan mata terpejam, menikmati semilir angin.

"Ya" balas Kiba, pemuda itu mengelus surai panjang Ino. Menatap gadis itu sayang.

Mata bermanik aquamarine itu terbuka, menatap Kiba sendu.

"Aku akan segera menikah" lirih Ino seraya bangkit dari tidurannya. Ia membelakangi Kiba yang terlihat menghela nafas.

Ino tahu betapa ucapannya membawa dampak menyakitkan pada Kiba. Mereka sepasang kekasih tapi tidak dapat bersama.

Ayahnya, Inoichi Yamanaka telah menurunkan perintah untuk melangsungkan pernikahannya. Tentu saja yang menjadi pasangannya ialah bukan Kiba Inuzuka. Melainkan, Shikamaru Nara dari Klan Nara terhormat. Yang juga memegang posisi penting sebagai penasehat raja.

Sementara Kiba sendiri adalah Ksatria yang melindungi kerajaan dari balik bayangan. Ketua pasukan pelacak.

"Menikahlah dengan Shikamaru"

Deg

Suara berat itu menghantarkan rasa berat pula pada hatinya. Ia ingin diperjuangkan, bukan malah dilepaskan. Seolah dirinya sama sekali tidak berharga dimata pria itu.

Ino gigit bibirnya. Ia tidak ingin menangis. Terlalu banyak sudah air matanya yang ia keluarkan demi membantah keinginan ayahnya. Namun, percuma.

Pun Shikamaru tidak mengelak sama sekali. Padahal setahu Ino, pria itu memiliki kekasih. Temari Sabaku.
Kenapa ia harus di apit oleh kedua pria yang terlalu malas berjuang demi wanita.

"Tidak bisakah kita pergi jauh, Kiba" lirih Ino, ia menelan ludah kering. Sudah siap menerima penolakan dari Kiba untuk kesekian kalinya. Ia bahkan sudah lupa berapa kali melontarkan hal yang sama.

Kiba terkekeh. Ia meraih tubuh Ino, mendudukan gadis itu dalam pangkuannya. Memeluk erat sembari mengendus rambut wangi kekasihnya.

"Aku mencintaimu, kau tahu itu kan" ucap Kiba teguh. Jemarinya mengenggam jemari Ino yang berada di atas paha. Mengeratkan genggamannya.

Ino tersipu, namun bibirnya mengerucut. "Tapi kau lebih mencintai kerajaan ini, bukan" balas Ino sebal. Kerajaan adalah nomor satu bagi Kiba, dan dia harus puas berada di nomor dua.

Kiba tergelak, "Aku sangat mencintaimu, Ino" ucap kiba lembut.

Ino menghembuskan nafas, berharap hatinya tidak lelah. Ia berbalik dan duduk dipangkuan Kiba.
Kiba tentu saja terbelalak kaget, ia bisa melihat seringai Ino.

"Nah, Inuzuka-sama sebaiknya kau diam" titah Ino tajam. Ia tatap wajah Kiba dengan penuh keseriusan. Mengabaikan kekasihnya yang mengernyit bingung. Ino terkikik geli.

"Ap... Mmmh"

Bibir keduanya bertemu. Kiba memejamkan mata erat. Perlahan ia meraih kedua bahu Ino, dengan lembut menarik diri dan gadis itu menjauh. Menciptakan jarak diantara keduanya.

Ada raut bingung di wajah cantik gadis berkimono ungu itu. Ino dan warna ungu merupakan perpaduan yang sempurna bagi Kiba yang hanya pemuda dari keluarga biasa.

"Apa ada yang salah" lirih Ino yang merasa tidak di inginkan oleh Kiba. Matanya berembun namun sengaja ia alihkan. Ia sudah bilang bahwa ia tidak ingin menangis lagi.

"Ya, kita tidak seharusnya seperti ini" ucap Kiba yang mencoba mengelus surai Ino, namun gadis itu menghindar. Bangkit dari tempat ternyaman, pangkuan Kiba.

Ino tergelak, tawa mengejek ia lontarkan. Memicing tajam pada Kiba yang menatapnya penuh kesenduan.
"Kau... Benar-benar bajingan, Inuzuka" maki Ino geram.

Ino siap melemparkan dirinya pada Kiba, tapi pria itu selalu menolaknya. Meski penolakan secara halus yang dilakukan pemuda itu. Ino sulit menerima, ia hanya menginginkan Kiba. Namun, lelaki itu tidak berniat memadu cinta dengannya.

"Aku mencintaimu, bukan tubuhmu" tukas Kiba yang sedikit tersinggung. Ia tidak pernah berpikir untuk menodai gadis Yamanaka itu.

Ino membuang muka, "Kiba, aku tidak keberatan untuk hal itu" balas Ino tak mau kalah.

Jika mereka tidak bisa menikah, tidak masalah. Namun, yang pertama kali ia ingin Kiba lah yang mendapatkan. Tapi pemuda itu, ah entahlah. Ia sungguh marah sekali.

"Aku tahu itu. Tapi aku tetap tidak menginginkannya" balas Kiba yang mulai merasa lelah. Ini bukan pertama kalinya Ino bertingkah.

Ino mengangguk, " apa aku bukan tipemu"

"Hentikan Ino" bantah Kiba jengah.

"Lalu, apa kurangku" ucap Ino tak mau kalah.

Kiba menarik nafas kesal.
"Kau tau itu bukan masalahnya"

"Baiklah, jelaskan padaku, Inuzuka-sama" ejek Ino berkacak pinggang.

"Aku mencintaimu" ungkap Kiba sungguh-sungguh. Ia ingin mengakhiri perdebatan ini dan merebahkan diri dengan memeluk wanita itu. Hanya memeluk sudah cukup.

Namun Ino tidak berpikiran sama.
"Kau tahu itu bukan jawaban yang kumau" desak Ino tak sabar.

"Lakukan apa yang kau mau. Aku pulang" desah Kiba mengalah.

Ino terbelalak tak percaya, ia di abaikan. "Apa... Kiba kau tidak bisa lakukan ini padaku" pekik Ino heboh.

Kiba berbalik dan mengerling pada Ino. "Jika begitu, bisakah kita habiskan sore ini dengan pelukan"

Ino memerah dengan bibir mengerucut. "Inuzuka bodoh" maki Ino berjalan menghampiri Kiba yang kembali duduk bersandar di pohon besar. Ino mendudukkan dirinya. Mengabaikan tawa kencang Kiba.

Ia menyukai semua yang ada pada diri Kiba. Tawanya, senyumnya dan terutama kegigihannya.

"Kau benar-benar tidak ingin melakukannya, ya" ucap Ino setelah keduanya terdiam membisu.

Ino bisa merasakan pelukan Kiba mengerat. Ino semakin menyandarkan dirinya senyaman mungkin. Ia menyukai bau tubuh Kiba yang bercampur dengan bau nya.

"Ino kau berharga bagiku, sangat-sangat berharga. Bagaimana bisa aku mengotori hal yang paling berharga ini" ucap Kiba sesekali mengecupi puncak kepala Ino.

Ino tersenyum simpul, ia menelengkan kepala nya menghadap Kiba. Raut bertanya terpatri pada wajah pemuda yang bertato segitiga terbalik di pipinya.

"Kalau begitu cium aku sekarang" pinta Ino dengan alis naik turun.

Kiba tergelak, ia melakukan sesuai dengan keinginan sang tuan putri.

Tbc

Hear MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang