14 - Jurnalis Putih

121 21 18
                                    

RINTIK hujan pada badai angin yang cukup kencang. Bulan yang bersembunyi di balik awan mendung tak menyinari dosa yang sedang terlukis. Pada malam yang dingin bersama hujan deras, dosa terus tercatat pada kehidupan semua orang. Tak menyentuh untuk berakhir pada kematian, tetapi lisannya mendorong satu jiwa tak berdosa menghadapi kematian atas kemauannya.

Pada dasarnya, kematian yang disebabkan dorongan dari orang lain yang tidak menyentuh sama sekali, semua bergantung kepada pendengar. Jika yang mendengar kalimat tajam yang mampu membawanya ke kematian dan berpegang teguh pada apa yang ia percaya, maka itu akan sia-sia. Namun, anak kecil semacam Mike yang hanya ingin kasih sayang seorang ayah masih tidak paham dengan cara kerja dunia.

Tubuhnya berada di luar pagar jembatan, menatap kosong ke bawanya. Arus air yang deras akibat hujan deras memenuhi pandangan Mike. Ia berdiri dengan tubuh yang sudah terhuyung-huyung, tetapi tangannya masih memegang gagang pagar jembatan. Pada pandangannya, Mike melihat kematiannya. Ucapan Maria terus terlintas pada benaknya, membuat tubuhnya seakan bergerak dengan sendirinya untuk berjalan ke jembatan dan berdiri di sisi jembatan.

Mike menjemput kematian dengan sendirinya.

Maria berdiri tidak jauh, ia berdiri di belakang Mike—tepatnya di dekat pagar jembatan di sisi lainnya. Tubuh keduanya diguyur air hujan bersama dosa yang menumpuk di diri mereka. Maria menatap punggung lemah Mike, menatapnya dengan penuh rasa puas. Membunuh tanpa menyentuh—prinsipnya. 

"Mike, temui aku di neraka, ya! Jangan lupakan ibumu, temui dia dan tunggu aku di neraka. Di sana adalah tempat peristirahatan terakhir kalian," teriak Maria dengan nada yang menyemangati Mike.

Mike menoleh ke belakang, wajahnya yang dibasahi air hujan tidak terlihat jika air mata juga membasahi wajahnya. Mike mengangguk. Mike terperangkap dalam kejahatan Maria, menjadi korban yang kesekian, dan jatuh pada kegelapan dengan menjemput kematiannya sendiri. Mike akan meraih kebebasan, sesuai dengan pendapat pribadi Maria.

Kakinya maju, dan tangannya terlepas dari genggaman pagar jembatan. Mike terjatuh, tenggelam pada derasnya arus air, tertutupi hujan deras, menjemput kematiannya sekaligus menggantikan nyawa ibunya.

Maria terkekeh, ia melihat ke arah bar. Celestial keluar dari sana dan menghampiri sisi jembatan yang dipijak Mike sebelumnya. Max menatap ke arus air dan melihat tubuh Mike yang terbawa arus. Liam menatap kagum sementara Louis tersenyum kemenangan.

"Wah ... kerja bagus. Bagaimana? Di mana lokasinya?" tanya Louis. 

Maria berjalan mendekati mereka. "Aku malas berbicara. Ada kertas catatan dan bolpoin?" Mendengar itu Max mendengus kesal, tetapi ia mengeluarkan catatan kecil dan bolpoin miliknya.

"Kau akan susah menulis dengan kondisi hujan deras, Maria," cibir Liam.

Maria mengabaikannya, ia terus mencatat informasi apa yang ia miliki. Tangannya dengan lihai mencatat semuanya dengan baik di halaman pertama, lalu ia kembali mencatat di halaman kedua. Ia memberikannya ke Celestial, membiarkan mereka membaca halaman pertama.

Celestial langsung membaca catatan Maria dan berdiskusi di bawah hujan deras. Mereka berpikir keras, menyusun rencana, sementara Maria berlari kabur dengan berusaha tidak mengeluarkan suara. Ia kabur ke gang kecil, membersihkan gaunnya yang basah kuyup dan menjadi terasa berat. Ketika sibuk membersihkan gaunnya, netranya kini tanpa sengaja menangkap seorang pria tua yang duduk di depan toko yang sedang tutup, menatap ke arah Celestial dan mencatat sesuatu.

Pada dasarnya Maria menyusun rencana besar, maka saat melihat pria tua itu, ide gila terlintas di benaknya. Ia berjalan menghampiri pria itu, duduk di sebelahnya. Maria melirik ke buku yang dicatat pria tua itu. Membacanya dengan teliti, bola matanya membulat.

𝐂𝐡𝐫𝐨𝐧𝐢𝐜𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐍𝐚𝐦𝐞𝐥𝐞𝐬𝐬 𝐆𝐢𝐫𝐥 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang