09 - Marielle, Marie, Maria

144 26 24
                                    

BANGUNAN tua dengan dinding dan atap yang ingin roboh. Atapnya tidak tertutupi dengan sempurna, menyebabkan air hujan masuk ke dalam dan membentuk genangan air di beberapa area. Aroma tidak sedap memenuhi beberapa sudut, barang-barang tua dengan debu yang berterbangan berada di setiap sisi. Banyak sekali sampah yang dibuang di bangunan ini, menganggap jika ini adalah tempat pembuangan sampah.

Kursi berisikan seorang perempuan yang diikat di kursi dari atas sampai bawah. Suara mendengking dari gemuruh membuat atmosfer ruangan terasa menegangkan. Bangunan ini tidak ada pencahayaan, lentera perlu dinyalakan dan kini ditaruh di belakang Maria yang berdiri berhadapan dengan perempuan di hadapannya.

Kelopak mata perlahan-lahan terbuka, berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan pencahayaan. Ia menerka-nerka apa yang telah terjadi, menunduk menatap tubuhnya—ia berteriak. Bangunan yang semula hening, hanya diisi suara rintik hujan deras kini tergantikan dengan teriakan perempuan di hadapannya.

Ia berteriak, lalu terbungkam saat melihat seseorang di hadapannya. Maria berdiri membelakangi lentera, membuat wajahnya tidak terlihat akibat bayangan. "Si-siapa kau!? Hei ... lepaskan! Aku laporkan kau, Bedebah!"

"Siapa yang kau panggil bedebah, Marie?"

Marie terdiam, netra obsidiannya membulat. Bibirnya memberikan celah, tetapi tidak mengeluarkan suara, ia bahkan terbata-bata.

"Ini pertemuan pertama kita. Sayang sekali, ini akan menjadi pertemuan yang pertama dan terakhir." Maria berjalan mendekat, wajahnya kini terlihat dengan jelas di hadapan Marie. Senyumnya merekah, menampilkan wajah termanis yang ia miliki. Marie bergemetar ketakutan.

"Si-siapa kau sebenarnya!"

Maria terkekeh, ia meraih surai Marie. "Bagaimana bisa kau bertanya seperti itu ke seseorang yang memiliki wajah yang sama denganmu, Marie?" Maria melepas jubahnya, membenarkan penampilannya. 

"Perkenalkan, Marielle Von Noëlle. Kembaranmu" 

Bersamaan suara mendengking dari gemuruh petir, Marie terdiam tanpa suara yang keluar dari mulutnya. Tenggorokannya seperti dicekik, membuatnya terdiam bisu tanpa mengeluarkan suara. Jantungnya berdegup kencang setiap kali netranya bertemu dengan Maria. Kembarannya ini memang mirip dengan dirinya, tetapi kembarannya ini begitu menyeramkan. Bagaikan iblis, Maria menjadi salah satu dari mereka.

Bola mata yang membulat, ia menggelengkan kepalanya. Mencoba menyangkal atas apa yang ia lihat dan ia dengar. Berulang kali memastikan pada dirinya sendiri jika kembarannya tidak akan berbuat seperti ini. Marie menunduk, tidak ingin berkontak mata dengan Maria.

"Marie, kau beruntung sekali memiliki wajah sempuna seperti ini." Maria memegang pipi Marie, membuat Marie yang mulutnya memberikan celah kini bergetar. "Aku iri, kau sempurna. Apakah itu alasan mengapa ibu membuang diriku?"

Marie masih diam, membuat Maria geram. Ia mencekik leher Marie dengan tangannya yang sebelumnya memegang pipi Marie. Marie terbatuk-batuk, memejamkan mata untuk tidak berkontak mata dengan Maria. "Kau tahu jika aku kembaranmu, 'kan?"

Masih diam. Hening.

"Jawab, Marie!" teriak Maria.

"Aku tahu kau kembaranku, Keparat!" Marie ikut membalas teriakan Maria. Maria melepas cengkeramannya dari leher Marie. "A-aku tahu siapa dirimu .... Lalu, apa yang kau maksud? Iri? Ibu membuangmu? Lalu apa ini semua, Marielle? Mengapa kau menculikku? Apa yang telah terjadi padamu?" lirih Marie dengan suara yang bergetar. Jantungnya masih berdegup tidak keruan.

"Banyak sekali hal yang terjadi padaku sejak ibu membuangku. Apa untungnya bagiku untuk membiarkanmu mengetahui apa yang telah aku lalui? Jangan bercanda, Marie."

𝐂𝐡𝐫𝐨𝐧𝐢𝐜𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐍𝐚𝐦𝐞𝐥𝐞𝐬𝐬 𝐆𝐢𝐫𝐥 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang