28 - Kalimat Terakhir

53 6 0
                                    

TUMPUKAN lembaran uang tidak henti-hentinya selesai dihitung, selalu menambah lembaran uang lagi. Banyak sekali orang-orang yang sedang mengantri menunggu giliran mendapat uang, banyak sekali orang-orang yang melakukan transaksi, dan banyak sekali orang-orang yang sedang berbuat maksiat pada tempat penuh dosa ini.

Satu per satu antrian berkurang, mereka telah mendapat uang mereka setelah apa yang mereka lakukan. Hanya sebuah jual beli biasa yang sangat menguntungkan. Maria terus memberikan uang bayaran sebagai imbalan dari 'barang' yang mereka berikan kepada Heimvo. Pemasukannya juga meningkat, tidak berkurang sama sekali.

"Ah ... akhirnya selesai." Maria menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi setelah menghitung uang hampir berjam-jam. Ia berdiri dari duduknya, berjalan melewati banyaknya orang-orang yang berkumpul di Heimvo untuk bersenang-senang. Maria berjalan menuju sebuah tangga menuju ke atas, lalu mendorong dinding yang terbuka layaknya sebuah pintu. Namun, ia masih kembali mendorong dinding kedua yang terbuka juga layaknya sebuah pintu.

Ia berjalan keluar dari gang kecil yang sangat sempit dan gelap, aroma bau dari tempat sampah juga sangat mengganggu penciuman. Maria dengan cepat segera kabur dari gang sempit tersebut, lalu berjalan menuju perkotaan.

Tampaknya bulan segera mencapai titik tertingginya, banyak toko-toko yang sudah tutup. Maria melihat ke arah menara Mythera, menunjukkan jika waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Angin kencang yang menerpa tubuhnya seperti menandakan jika hujan ingin segera datang, Maria bergegas berjalan ke jembatan dekat menara Mythera.

Sejenak ia menikmati suasana malam hari, seraya menatap bulan yang tertutupi awan hitam yang tebal. Gaun yang ia gunakan cukup tipis, Maria kembali berjalan menuju arah pulang.

"Marielle!"

Langkahnya terhenti seketika, bersamaan dengan jantungnya yang berdegup tidak keruan. Kepalanya ingin menoleh untuk mengetahui siapa yang memanggilnya, tetapi pikirannya sibuk memikirkan siapa yang memanggilnya dengan nama itu? Berbagai pikiran buruk mulai terlintas dalam benaknya, seraya mengingat-ingat siapa saja orang-orang yang memanggilnya dengan nama aslinya.

Belum sempat menoleh, pergelangannya ditarik paksa hingga tubuhnya berbalik, berhadapan dengan orang yang memanggilnya.

"Alfred ...."

Napas Alfred tersengal-sengal, wajahnya tampak khawatir dengan keringat yang membasahi wajahnya. Netra Alfred seperti berkaca-kaca, cengkeraman tangannya pada pergelangan Maria semakin erat.

"Marielle ... astaga, aku merindukanmu." Buliran bening membasahi wajahnya, cengkeraman tangan pada pergelangan Maria perlahan-lahan dilepas. Alfred menunduk, tak berani menatap Maria terlalu lama. "Merawat dan membesarkannya sangat berat, sungguh, aku hampir tidak sanggup. Jadwalku sangat padat, aku bahkan harus menitipkannya pada raja."

Maria terkejut bukan main, ia memegang kedua pundak Alfred dengan kuat. "Alfred?! Astaga, apa yang kau lakukan di sini?! Bukankah berbahaya jika orang-orang tahu jika kau dari Avaloria?"

Alfred mendongakkan kepalanya, menatap lurus ke arah Maria. Tangan kanannya mengusap perlahan pipi Maria. "Mengapa selama ini kau tidak memberikanku surat? Mengapa? Aku pikir kau kenapa-kenapa." 

"Apa tujuanmu ke sini, Alfred?" Maria kini memegang tangan Alfred yang berada di pipinya.

"Aku ada misi, dan aku tidak bisa berlama-lama di sini. Namun, tidak mungkin aku tidak menemuimu dahulu."

Maria memiringkan kepalanya. "Misi? Misi apa?"

"Ini bukan suruhan Raja, tetapi aku melakukannya demi bangsa. Aku membunuh Stephen Bruce Kendlard—dinding milik Moonhaven."

Tubuhnya menegang, Maria terdiam tak bersuara. "Stephen ... kau membunuhnya?"

"Kau mengenalnya?"

Maria menggelengkan kepalanya. "Bagaimana dengan Vivienne?" tanya Maria.

Alfred mengembuskan napasnya. "Cantik, dia sangat cantik. Namun, saat ia masih bayi, aku kebingungan cara merawat dan membesarkannya. Bahkan saat mendapat panggilan, aku tidak tahu harus aku apakan dirinya. Dan ... ya, dengan terpaksa aku membawanya ke kerajaan dan mengaku semuanya kepada Raja Alaric."

Maria terkejut, ia meremas tangan Alfred. "Apa yang terjadi di saat itu?"

"Aku mengaku jika aku menghamili perempuan dan perempuan itu meninggal saat melahirkannya. Sungguh, tubuhku dipenuhi dengan luka lebam, Raja marah besar, reputasiku hampir rusak. Namun, ia memberikanku kesempatan dengan satu syarat."

Maria diam, menunggu Alfred membuka suara kembali. "Vivienne harus menggantikan posisiku jika aku mati nanti di umur tujuh belas."

Alisnya hampir menyatu, Maria semakin meremas tangan Alfred. "Menjadi Starfield?! Bukankah jika ia bergabung maka akan ikut serta dalam peperangan?! Apa tidak ada cara lain selain itu?"

Alfred menggeleng. "Beliau sudah sepakat seperti itu, tidak ada penolakan atau jabatanku turun. Vivienne dirawat oleh pelayan di sana setiap kali aku tidak dapat merawatnya akibat pekerjaan. Itu berlangsung hampir dua tahun, lalu aku merawatnya sendiri di rumah."

"Maaf sudah membiarkanmu merawatnya seorang diri. Tidak ada pilihan lain, aku—"

"Aku tahu, Marielle, aku tahu. Tak perlu seperti itu." Ibu jarinya mengusap perlahan wajah Maria. "Suatu saat, aku berfirasat jika Vivienne akan pergi ke Moonhaven saat ia menjadi Starfield. Aku ingin kau mengawasinya, ya? Jangan biarkan orang jahat menyentuhnya."

Maria terkekeh kecil. "Namun, aku tidak mungkin menemuinya secara langsung. Hanya sebatas melihatnya dari kejauhan. Ia tidak berhak melihatku dengan latar belakangku yang akan berbanding terbalik dengannya."

Napas Alfred terasa berat, netranya berkaca-kaca. "Jangan berbicara seperti itu ... kau berhak menemuinya dan berkata bahwa kau ibunya. Namun ... ya—entahlah. Rumit sekali ...."

Maria tersenyum tipis, ia melihat ke arah bulan yang kini bersinar terang mengarah pada mereka berdua. "Bagaimana ciri-ciri Vivienne saat ini, Alfred?'

Alfred seketika tersenyum lebar, matanya menyipit akibat senyuman yang merekah di wajahnya. "Rambut cokelat gelap panjang dengan netra biru. Dia senang membaca buku dan melihatku berlatih diri. Dia senang sekali makan makanan manis, dia sangat ceria, energinya seakan tidak pernah habis."

Alfred melirik pada tangan Maria, menyadari sebuah bekas luka tusukan pada telapak tangannya. "Astaga, bekas luka apa ini, Marielle?"

"Oh? Itu luka lama, jangan khawatir, itu tidak sakit sama sekali."

Alfred kini menggenggam tangan Maria, melihat bekas luka itu sejenak sebelum ia mencium bekas luka tersebut. "Waktuku memang tidak banyak, aku usahakan kali ini semua yang ada di dalam diriku telah tersampaikan padamu. Marielle, kumohon, jangan lupakan aku."

Maria menatap Alfred, tak ada sepatah dua kata keluar dari mulutnya. Entah apa yang ada di diri Maria, ia hanya mampu mengucapkan berbagai kalimat yang dapat membuat seseorang bunuh diri, tetapi tak mampu menjawab pernyataan semacam ini.

Maria mengangguk perlahan. "Aku tidak bagus dalam berbicara seperti ini, aku harap kau mengerti."

Alfred tersenyum tipis. "Tentu saja aku mengerti, Marielle." Kedua tangannya mendarat pada pipi kanan dan kiri Maria. "Hubungan kita memang tidak akan pernah direstui siapa pun, kita berasal dari tempat yang berbeda, dan bahkan memiliki latar belakang yang berbanding terbalik. Namun, pada setiap tempat yang aku kunjungi, aku harap kau ada di sana, dan waktu berjalan perlahan hingga kita bahkan berakhir menjadi debu di hadapan satu sama lain."

Maria terkekeh kecil mendengarnya. "Kau memang pria yang sangat luluh, ya. Baiklah, baiklah. Lantas, pada surga dan neraka, tolong cari diriku dan ubahlah diriku hingga kau bisa. Buatlah aku layak menjadi ibu pada keluarga yang tak sengaja kita bentuk."

"Kau layak, Marielle."

Jarum jam menara Mythera berjalan hingga waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Tepat pada pukul dua belas, suara bel terdengar cukup keras dari menara tersebut. Dalam setiap bunyi bel yang terdengar, wajah mereka mendekat hingga jarak tak lagi memisahkannya. Satu sentuhan terakhir sebelum Alfred melepas sentuhan tersebut pada Maria dan pergi meninggalkannya.

Pandangan terakhir mereka melihat satu sama lain, sentuhan terakhir, dan kalimat terakhir.

𝐂𝐡𝐫𝐨𝐧𝐢𝐜𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐍𝐚𝐦𝐞𝐥𝐞𝐬𝐬 𝐆𝐢𝐫𝐥 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang