23 - Avaloria

53 12 0
                                    

BURUNG berkicau, terbang di langit yang cerah setelah semalam hujan deras. Hujan itu menemaninya yang tertidur di atas ranjang, setelah menghabiskan energinya membawa kapal dan berlarian kabur dengan penampilan yang menyedihkan.

Sudah seharian penuh netranya terpejam, seakan tak ingin bangun dari rasa nyaman. Namun, seiring waktu berjalan, ketika matahari sudah memasuki jam-jam ia akan terbenam, netranya mulai terbuka. 

Ia berkedip beberapa kali untuk menetralkan cahaya. Pupilnya mengecil, terkejut dengan dirinya saat ini. Maria menoleh ke kanan dan kiri, melihat ke sekeliling. Kamar ini sangat asing, ia tahu jika ini bukan kamarnya. Jendela yang berada di sampingnya pun memperlihatkan kondisi luar yang tampak sangat asing baginya. 

Maria mencoba untuk bangun, tetapi suara pintu dibuka mengalihkan perhatiannya. 

"Jangan memaksakan dirimu. Duduk di ranjang, aku membawakanmu sup hangat." Alfred datang membawa nampan dengan sebuah mangkuk yang masih mengeluarkan asap dan air minum. Ia duduk di samping Maria yang duduk di sisi ranjang.

Alfred mulai mengaduk sup tersebut, lalu mengambilnya dengan sebuah sendok. Sendok tersebut mengarah ke wajah Maria. "Aku bisa makan sendiri, Alfred."

Alfred mendengus kesal. "Kau ini datang dengan penampilan yang menyedihkan, bagaimana bisa aku membiarkanmu makan sendirian. Kau istirahat saja dahulu, biarkan aku yang menjagamu." Alfred memajukan sendoknya. "Buka mulutmu."

Napas Maria seperti tersengal-sengal, ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Maria membuka mulutnya, membiarkan Alfred menyuapinya.

"Siapa namamu?"

Maria mengunyah makanannya seraya berpikir, nama apa yang harus ia gunakan? 

"Di mana aku?"

Alfred terlihat jengkel. "Sungguh? Kau bertanya saat aku juga bertanya?" Alfred kembali menyuapi Maria. "Avaloria bagian—"

"Hah?!" Maria membeku, tubuhnya seakan menjadi patung. Wajahnya menjadi pucat, bahkan napasnya sempat terhenti. "K-kau bercanda, bukan?"

Alfred menaruh nampan di sampingnya, ia duduk dengan tegak, tangannya bahkan masuk ke dalam saku celananya. "Aku tidak bercanda. Mengapa reaksimu seperti itu?" tanya Alfred dengan nada yang sedikit tinggi, Maria masih diam. "Siapa namamu dan dari mana asalmu?"

"Marielle, dari Moonhaven."

Revolver diarahkan ke kening Maria. Alfred berdiri dengan jari telunjuk yang berada di pelatuk. "Dasar Keparat."

Merasa ada bahaya, Maria mengambil gelas berisi air memecahkannya. Tangannya berdarah akibat ia mengambil secara asal pecahan gelas tersebut. Pecahan gelas itu ia ambil dan mengarahkan ujung tajam pecahan gelas tesebut ke leher Alfred. "Aku tidak tahu apa maksudmu, tetapi kau ingin membunuh orang yang baru saja kau tolong?"

"Kau tidak tahu apa yang terjadi antara Avaloria dan Moonhaven?"

Maria mendecih. "Untuk apa? Aku bahkan menjadi korban dari bangsaku sendiri." 

Alfred seketika terdiam, pupilnya mengecil saat mendengar pernyataan Maria. Ia menurunkan revolver miliknya, memasukkan revolver ke saku celananya. "Apa maksudmu? Apa yang terjadi di sana?"

Maria kembali duduk di sisi ranjang, ia menaruh pecahan gelas itu di atas nampan. Namun, ia tersadar sesuatu. "Eh? Gaunku—kau mengganti bajuku?!"

"Kau bisa demam, Marielle. Sungguh, tolong jawab dahulu pertanyaanku." Alfred melihat ke arah telapak tangan Maria. "Lihat, kau berdarah."

"Terdapat ketidakadilan sosial, kasta tinggi diagung-agungkan. Aku termasuk ke kasta rendah, tetapi aku rasa diriku tidak terlalu mendapat perbedaan, hanya saja banyak hal yang telah terjadi di kehidupanku."

"Kerajaan di sana di bawah pimpinan Raja Philip, ya?"

Maria menggeleng. "Entah. Mungkin iya." 

Alfred mengeluarkan sapu tangan, mengusap perlahan telapak tangan Maria. "Bisakah kau katakan apa yang terjadi di sana? Itu penting bagiku. Aku akan memenuhi keinginanmu jika kau katakan semuanya."

"Memangnya untuk apa kau mengetahui itu?"

"Aku akan masuk ke dalam sepuluh prajurit terkuat di kerajaan Visigoth. Namanya Starfield, dan bangsa kita selalu berperang, salah satu cara untuk menghancurkan bangsamu adalah membunuh salah satu orang yang kutahu."

Maria tersenyum tipis. "Baiklah, aku ceritakan apa pun yang kutahu. Dan aku punya satu permintaan.

"Apa? Akan kulakukan jika aku bisa."

"Tutupi identitasku, jangan sampai ada orang yang mengenaliku. Aku buronan, dan permintaanku akan berakhir jika aku mau mengakhirinya."

"Kau buronan?! Kau kabur ke sini untuk menghindar dari orang-orang yang mengejarmu?!"

Maria menggelengkan kepalanya. "Tidak juga, aku hanya pergi tanpa tahu arah, lalu berakhir di sini," jawabnya, "memangnya kenapa? Apa kau ingin menangkapmu saat tahu jika kita benar-benar berbeda? Kau menyelamatkan orang karena itulah tugasmu, dan aku membunuh orang karena itulah tujuanku."

"Berhati-hatilah dengan apa yang kau katakan, Marielle."

"Tidak, Alfred, aku bersungguh-sungguh dengan apa yang aku katakan. Aku ini sangat berbeda denganmu, aku tidak mempercayai apa pun di dunia ini. Aku yakin cara pandang kita terhadap kehidupan itu berbeda sekali."

Alfred mengepalkan tangannya. "Bisa kita kembali ke topik awal? Beri tahu aku apa yang terjadi di Moonhaven."

"Kekacauan akibat ulahku, mungkin? Kau akan selalu bertemu dengan dunia yang gelap jika kau mencoba berkelana lebih jauh. Banyak orang-orang yang menjadi korban atas kemiskinan yang terjadi, dan terkadang juga kriminalitas yang aku lakukan."

"Apa kau tahu jika tindakanmu itu tidak bermoral?"

Maria mengangguk, ia menatap serius netra Alfred. "Aku tahu, tetapi untuk apa ada moralitas jika langkah terakhir kita sebagai manusia adalah kematian? Sudahlah, akhiri perbincangan tentang ini. Ah—satu lagi, kau ingin menghancurkan bangsaku, bukan? Lakukan saja, lagi pula aku tidak begitu peduli tentang Moonhaven."

"Ibuku sempat punya hubungan dekat dengan salah satu orang yang sepertinya bagian dari kerajaan, tetapi kini ibuku sudah mati. Nama orang itu adalah Stephen Bruce Kendlard, sepertinya kau akan menang jika membunuhnya," lanjut Maria.

Alfred sempat terkejut, lalu ia mengangguk paham, ia duduk di sebelah Maria. "Ada lagi?"

"Hanya itu yang kutahu. Aku ini kriminal, bukan seseorang yang tahu detail dengan bangsaku sendiri. Memangnya kenapa bangsa kita saling berperang?"

"Marielle, kau tidak sekolahkah?"

Maria menggeleng. "Bagaimana aku bisa sekolah jika sedari kecil saja yang aku lihat hanyalah kematian, Bodoh."

Alfred mengembuskan napasnya. "Mencuri kekuasaan dan daerah kewilayahan. Cukup?" Alfred pergi keluar, tetapi ia kembali lagi dengan membawa kotak kecil berisi obat dan perban. Tangan Maria dipegang perlahan, diberi perban dan obat dengan hati-hati.

Maria melihat ketelitian Alfred dalam mengobatinya. "Siapa nama lengkapmu, Alfred?"

"Rahasia." Alfred menunjukkan senyuman lebarnya.

"Untuk apa dirahasiakan jika aku bahkan hanyalah orang asing yang tidak tahu apa-apa?" Maria memiringkan kepalanya. "Aku Marielle Von Noëlle."

"Keluargaku dan Kendlard itu bisa dibilang mirip, seperti menjadi dinding bangsa. Jika mati, maka keadaan bangsa bisa saja kacau, sama seperti Kendlard."

"Jadi itu alasanmu tidak memberitahu margamu?"

Alfred mengangguk. "Ya ... baiklah. Aku Alfred Lech Euphanice. Kita memegang rahasia satu sama lain. Jika kau menyebarnya, aku punya koneksi kepada raja di sini untuk menangkapmu dan mengeksekusimu."

"Terserah padamu, Alfred."

𝐂𝐡𝐫𝐨𝐧𝐢𝐜𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐍𝐚𝐦𝐞𝐥𝐞𝐬𝐬 𝐆𝐢𝐫𝐥 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang