PINTU besar dibuka, menampilkan rerumputan hijau yang terbentang luas. Pepohonan tinggi yang menjulang tinggi, bunga-bunga warna-warni, air mancur, kolam ikan, serta sebuah gazebo yang tidak jauh di sana.
Mereka masih berdiri di dekat pintu, menikmati semilir angin yang menerpa tubuh keduanya. Volkov menoleh ke kiri, melihat Ren sedang menggunakan panah dan mencoba menancapkan anak panah pada sebuah papan berbentuk bulat dengan beberapa warna di papan itu. Anak panah tidak menancap ke titik paling tengah, selalu berakhir di sisi papan.
"Pundaknya tidak tegak," gumam Volkov.
"Hm? Kau bilang apa tadi?" tanya Victor.
Volkov menggeleng, ia meluruskan pandangannya, tak lagi menatap ke arah Ren. "Tidak, tidak apa-apa."
Victor menoleh ke arah kiri, ingin melihat apa yang membuat Volkov seperti itu. Seringai di wajahnya terlukis, ia terkekeh kecil. "Jika kau merasa cara ia memanah salah, hampiri dia. Ren memang sering menetap di sini dan berlatih di halaman belakang, ia senang sekali bermain dengan Valeriev."
Volkov kembali menggeleng. "Tidak, tidak. Aku yakin ia bisa menjadi lebih baik."
"Ren itu cukup keras kepala, ia selalu yakin bahwa tindakannya adalah benar. Jangan khawatir, ia masih sendirian dan belum pernah berkencan. Kakak laki-lakinya cukup protektif dengannya, tetapi ia selalu mengeluh padaku dengan berharap Ren memiliki kekasih yang membuat sifat keras kepalanya hilang."
Victor melirik ke arah Volkov. "Kau juga belum ada pasangan, 'kan? Berapa umurmu?"
"Aku lupa. Mungkin sekitar tiga puluh. Tiga puluh satu, mungkin."
Victor terbatuk-batuk, menatap Volkov dengan raut wajahnya yang terkejut. "Hah?! Wajahmu tidak terlihat seperti berumur tiga puluh."
Volkov terkekeh. "Itu berarti aku awet muda. Memangnya umur berapa dia?"
"Beda satu tahun dariku. Ia dua puluh dua dan kakaknya seumuran denganku—dua puluh tiga."
Kini balik Volkov yang terkejut. "Dua puluh tiga?! Astaga, aku merasa tua, kau bahkan sudah memiliki anak."
"Aku menikah dengan Vivienne saat aku berumur dua puluh satu, dan Valeriev sekarang berumur dua tahun. Umurmu sudah matang, Bung."
Volkov mengangguk paham. "Aku tahu. Omong-omong, apa nama lengkap anakmu?"
"Valeriev Del Amore Kendlard." Victor kini merasa kesal, ia melepas rangkulannya. "Perbincangan kita sudah ke mana-mana. Ayolah, lebih baik sekarang kau berkenalan dengannya."
Tubuh Volkov didorong oleh Victor agar lebih dekat dengan Ren. Victor dengan tanpa berdosa kabur ke gazebo, menghampiri Vivienne dan Valeriev di sana. Victor tertawa kecil sembari kabur dari Volkov, mengundang rasa heran dari Vivienne.
"Ada apa?"
Victor menggeleng. "Volkov akan berkenalan dengan Ren, aku yang memaksanya."
Vivienne merasa senang mendengar itu. "Benarkah?! Akhirnya Raven tidak akan mengeluh kepadamu lagi." Setidaknya, ia sudah memiliki pengganti yang akan menemaninya, batin Vivienne.
Ujung pakaian Victor ditarik. "Ayah, gendong." Valeriev merentangkan tangannya.
Victor tersenyum melihat putranya. Ia berdiri dan mengangkat tubuh Valeriev tinggi-tinggi, membuatnya seakan melayang di udara. Tawa renyah dari Valeriev menghiasi pendengaran keduanya, senyuman lebar terlukis di wajah Valeriev dan Victor. Victor melakukannya berulang kali, lalu menurunkan Valeriev.
Surai Valeriev berantakan, Victor merapikannya sedikit. "Ayah."
"Hm?"
Valeriev masih terdiam, ia belum bersuara. Saat Victor selesai merapikan surainya, Valeriev mulai berbicara. "Adik perempuan itu lucu, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐡𝐫𝐨𝐧𝐢𝐜𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐍𝐚𝐦𝐞𝐥𝐞𝐬𝐬 𝐆𝐢𝐫𝐥 (END)
Historyczne{Prequel The Chronicles About Us} Terbaring lemah, tak menjadi milik siapa pun. Kota bagaikan neraka bersama manusia dengan kasta tinggi bagaikan pendosa besar. Kemiskinan dan ketidakadilan sosial membuatnya menjadi korban dari semua nasib buruk yan...