BULAN mencapai titik tertingginya, bersama bintang menghiasi langit. Jarum jam besar milik sebuah menara jam terus berjalan, waktu menunjukkan bahwa sekarang sudah tengah malam. Hawa dingin terasa begitu menusuk kulit, tubuhnya sedikit lemas dan tidak tahu haus pergi ke mana.
Menara Mythera menampilkan pukul berapa saat ini, bersama tiang lentera di berbagai sisi jembatan. Maria berjalan melewati jembatan tersebut dengan netranya yang berlarian menatap ke berbagai arah untuk mencari tempat istirahat. Namun, ia tampak tertarik melihat dua orang pria yang sedang berjalan ke gang sempir seaya membawa dua tas besar.
Maria ikut berjalan mengikuti mereka memasuki gang sempit, tetapi ia justru kehilangan jejak dua pria itu. Gang itu sangat bau, banyak sekali sampah di mana-mana. Namun, Maria melihat sebuah jalan berbelok ke kanan, sepertinya gang ini masih ada jalan lain. Ia melangkah mendekati tikungan belokan tersebut, lalu menemukan sebuah lemari berisi buku yang disusun rapi.
Alisnya berkerut, heran dengan lemari di hadapannya. Maria melihat dengan detail setiap sisi lemari, merasa janggal dengan lemari tersebut. Maria mengambil satu buku—tak respon. Ia kembalikan buku tersebut, lalu mengambil buku lainnya—nihil. Ia lakukan hal itu berulang kali, tetapi lagi-lagi ia gagal.
Maria mengembuskan napas kasarnya. Ia yakin bahwa ini bukanlah hal yang biasa, pasti ada ruangan tersembunyi. Tidak mungkin dua pria tersebut menghilang tiba-tiba di gang sempit dengan jalan yang buntu ini.
Netranya kini melirik ke arah lentera, ia mengambilnya—lemari tergeser. Pupilnya mengecil, terkejut setegah mati saat suara seperti pintu terbuka terdengar dari lemari tersebut. Maria dapat membuka lemari tersebut seperti pintu. DI bawah sana terdapat tangga menurun yang di sisi kiri dan kanan diberi lentera. Menyeramkan, tetapi suara bising terdengar dari bawah sana.
Tangga itu sangat panjang, bermenit-menit berlalu, tetapi tak kunjung sampai di lantai dasar. Pada akhirnya Maria sudah mencapai lantai dasar, dan pemandangan yang ia lihat benar-benar berbeda dari apa yang pernah ia lihat seumur hidup ini.
Banyak sekali orang-orang berlalu-lalang dengan pakaian formal dan senjata api yang mereka bawa. Tampilan mereka seperti kriminal, bahkan tak jarang dari mereka mengonsumsi obat terlarang. Bentuk lokasi ini seperti kota bawah tanah, ruangan lebar dengan beberapa meja bartender dan alkohol yang dipajang dengan baik. Perjudian di mana-mana, dan orang-orang bertransaksi barang ilegal.
Bukan hanya sebatas ruangan lebar yang sangat luas, terdapat ruangan khusus lainnya, atau bahkan masih ada tangga turun ke bawah. Maria berjalan dan melihat ke sekeliling, semua orang sangat bebas melakukan apa pun, bahkan perbuatan mereka jauh lebih berlebihan dibandingkan di bar biasanya.
Maria turun kembali ke bawah, dan ia merasa menyesali apa yang ia lihat atau lebih tepatnya ia terkejut pada dunia yang terlalu jauh ia jelajahi.
Dalam dunia ini, entah sudah berapa jauh Maria menjelajahinya. Apa yang ia lihat di depan matanya benar-benar mengejutkannya. Potongan tubuh manusia dengan organ yang ditaruh dengan rapi, ada beberapa orang berseragam seperti dokter bedah yang mengatur tubuh manusia-manusia itu. Bukan hanya dokter, ada orang yang sedang menghitung duitnya dan memberikannya kepada dokter itu. Bukan hanya orang seperti itu, ada juga yang membawa anak kecil ke sana. Entah untuk apa, mungkin untuk dijual.
Apa-apaan ini ....
"Apa yang kau lakukan di sana, Nona?" Suara pria yang muncul tiba-tiba di belakangnya membuatnya merinding. Maria menoleh, mendapati seorang pria dengan surai pirang kotor dan wajahnya yang mulai keriputan. "Ah, maaf telah mengejutkanmu."
"Ah ... ya, tak apa."
"Lucius, pemilik pasar gelap dengan nama Heimvo. Kita menjual banyak hal. Ada barang langka juga di sini, lalu obat yang akan membawamu ke duniawi, manusia, wanita, senjata api, atau bahkan barang terlarang sekali pun."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐡𝐫𝐨𝐧𝐢𝐜𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐍𝐚𝐦𝐞𝐥𝐞𝐬𝐬 𝐆𝐢𝐫𝐥 (END)
Narrativa Storica{Prequel The Chronicles About Us} Terbaring lemah, tak menjadi milik siapa pun. Kota bagaikan neraka bersama manusia dengan kasta tinggi bagaikan pendosa besar. Kemiskinan dan ketidakadilan sosial membuatnya menjadi korban dari semua nasib buruk yan...