04 - Pelelangan

200 34 46
                                    

TUMPUKAN uang di atas meja dengan jumlah yang tidak terhingga. Satu per satu lembar uang dihitung dengan hati-hati dan mencatat berapa banyak jumlahnya. Meja dengan ukuran yang tidak terlalu besar itu mampu dipenuhi dengan lembaran uang. Malam perlahan-lahan mulai berakhir, tampaknya pagi hari akan tiba beberapa jam lagi.

Tubuhnya terdapat beberapa luka, membiarkan tubuhnya berbaring di atas sofa dan memejamkan mata. Louis sibuk menghitung uang dengan serius dan Max yang mencatat semua nominal yang disebut Louis. Liam duduk di lantai, berhadapan dengan wajah Maria yang tidur di sandaran tangan sofa. Tangannya dengan lihai mengobati wajah Maria yang terdapat beberapa luka, mengusap kapas dengan perlahan untuk mencoba membuat Maria tidak terbangun dari tidurnya.

Sudah berjalan satu jam sejak mereka kembali ke bangunan tempat mereka beristirahat. Jumlah uang yang didapat sangatlah banyak, terlebih mereka mendapat uang dua kali lipat dari jumlah total uang yang penonton berikan. Tindakan Maria sangatlah berisiko—sangat. Namun, dengan hasil yang memuaskan tidak membuat mereka marah, justru mereka puas. 

"Bawahanmu itu kerjanya apa, sih, Louis?" Max tiba-tiba bertanya di tengah keheningan. "Mereka mencuri dan dapat gaji. Sedangkan kita di sini melakukan banyak hal."

Louis mengembuskan napasnya. "Mereka memang pencuri, tetapi itu hal itu juga menguntungkan mereka. Bawahanku adalah tugasku, kalian juga tidak akan berurusan mengatur mereka."

Louis menaruh tumpukan uang terakhir setelah ia kembali menyebutkan nominal uang tersebut dan langsung dicatat oleh Max. "Berapa jumlahnya, Max?" Louis menaruh kepalanya di atas meja, mengistirahatkan otaknya yang sedari tadi menghitung. 

Max terlihat sedang mencatat, menatap bukunya dengan serius. "Sekitar tiga ratus juta lebih. Lumayan."

Liam yang mendengar itu terlihat tertarik. Ia segera menyelesaikan aktivitasnya dan mendekati Max. Ia melihat buku milik Max dan membaca hasil hitungan Max. Alisnya berkerut, menatap Max dengan tatapan menjijikan. "Bodoh, sudah jelas jika jumlahnya hanya tiga ratus juta pas. Minimal berhitunglah dengan benar." 

Max segera menghitung ulang, mencari-cari letak kesalahannya—Liam benar. Hasil hitungannya salah, ia tersenyum lebar di hadapan Louis dengan deretan giginya yang menghiasi senyumannya. "Maaf." Max menggaruk tengkuknya yang tidak gagal, tubuhnya melemas.

Tubuh Max kembali tegak. "Ah! Aku ingat saat itu kau pernah mengincar salah satu berlian, bukan, Louis? Sekarang berlian itu sudah dijual kembali di pelelangan. Jika kau tidak mengincarnya, di sana masih terdapat anak-anak yang dijual belikan, mungkin saja kita bisa membelinya atau menculik mereka untuk kita ambil organnya. Oh! Ada senjata juga! Sepertinya revolver, tetapi lihat saja dahulu di sana terdapat apa. Di sana juga masih ada jual-beli organ tubuh, itu akan menarik."

"Ya, menarik. Sangat menarik untuk aku hancurkan saja dirimu itu, Max." Liam menjambak suai Max, membuat Max merintih kesakitan.

"Keparat! Jangan berbicara seolah-olah kita miskin, Bodoh! Kakakmu pasti memperbolehkanku!" Max menoleh ke arah Louis, tangannya meremas kuat tangan Liam yang menjambaknya. "Hei, Louis, kau mau? Jika iya, tinggalkan saja adikmu ini di sini." 

Louis menatap catatan nominal uang tersebut, tampak sedang berpikir. "Boleh, tetapi apa yang harus kita beli atau curi untuk mendapat keuntungan yang lebih? Dan untuk revolver, aku tertarik untuk membelinya."

Liam mendengus, ia melepas tangannya yang mencengkeram surai Max dan duduk di samping Max. 

"Lihat saja ada apa di sana," jawab Max.

"Kapan pelelangan itu berlangsung?" tanya Liam.

"Hari ini."

"Jam?" tanya Louis.

𝐂𝐡𝐫𝐨𝐧𝐢𝐜𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐍𝐚𝐦𝐞𝐥𝐞𝐬𝐬 𝐆𝐢𝐫𝐥 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang