08 - Gadis Cantik

144 31 27
                                    

RINTIKAN air jatuh ke tanah, bersama suara mendengking dari gemuruh malam. Hujan turun dengan deras, angin sejuk menerpa tubuh, dan bulan tertutupi awan gelap. Jendela berembun, tak menampilkan dengan jelas keadaan di luar. Keadaan markas terasa hening, semuanya sibuk pada urusan masing-masing. Pada ruangan tengah yang tak ada siapa pun, ia duduk di sofa besar seraya menatap jendela.

Celestial itu aneh.

Dahinya mengkerut saat ia memikirkan kelompok pembunuh yang kini menjadi bagian dari kehidupannya. Ini kelompok pembunuh bayaran yang bergerak sesuai keinginan sendiri, membunuh target demi pelanggan pun tidak semua anggota yang melakukan. Maria menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. Setidaknya ia tidak dibebani. Bagaimanapun juga, jika ia melakukan tugas Celestial akan menghambat tujuannya.

Suara langkah kaki terdengar dari kejauhan, ia menoleh ke sumber suara. Max berjalan mendekatinya dengan membawa sebuah pakaian hitam di tangannya. Max duduk di samping Maria, menyodorkan pakaian yang ia bawa.

"Jubah Celestial. Pakailah!" 

Maria menatap bingung, menerimanya pemberian Max. Ini berlebihan ....

"Cepat gunakan! Aku ingin melihatnya!" Max menampilkan senyuman lebarnya, Maria menatap miris. Ia berdiri dan mencoba memakai jubah tersebut. Jubah itu sangat panjang dan hampir menutupi seluruh tubuhnya. Max yang melihatnya tersenyum senang, tampak puas dengan jubah tersebut.

Pada akhirnya aku akan berbelok dari kalian, Bodoh, batin Maria

"Jubah ini aku yang membuatnya. Bagaimana? Apa kainnya nyaman? Aku memang menggunakan kain yang berbahan lembut."

Maria mengangguk. "Terima kasih. Namun, ini untuk apa?"

Max terkekeh. "Kita memang tidak sering menggunakannya, tetapi apa salahnya jika kau memilikinya, bukan? Ayolah, kau ini bagian dari Celestial juga, Tanpa Nama—ah, sialan, berapa banyak julukan yang kau miliki? Tanpa Nama, Gadis Cokelat, Dewi Kematian. Kau serakah sekali ... sebenarnya siapa nama aslimu?"

Maria mendengus kesal, ini pertanyaan yang ia benci. Menghindari pertanyaan ini juga cukup sulit, semua orang membutuhkan nama. Identitasnya saja cukup tidak jelas, ia merasa enggan untuk memberi tahu nama aslinya. Belum saatnya. Mungkin.

"Nama tidaklah penting. Panggil aku dengan julukan yang kau sukai saja."

Max memutar bola matanya, ia berdiri. "Ya, ya, ya. Mulai kali ini aku memanggilmu Dewi Kematian." Max berjalan menjauhi Maria, pergi ke tangga yang mengarah ke ruangannya. "Aku mengantuk. Selamat malam."

Maria menatap punggung Max hingga pemilik surai gelap itu tidak lagi muncul di hadapannya. Maria menatap jubah yang ia gunakan. Benar kata Max, ia memakai bahan yang lembut. Jubah ini benar-benar nyaman. Pikirannya kembali terlintas momen sebelumnya. Tujuan baru, ia harus mengejarnya.

Maria berjalan ke sebuah ruangan yang berada di bawah tanah. Ia perlu berjalan menuruni tangga yang menuju gudang peyimpanan. Ia mengambil satu lentera, membawanya dan masuk ke dalam ruangan gudang persenjataan. Pintu gudang dibuka, lalu dengan segera ia tutup kembali. Cahaya dari lentera tidak membantu sepenuhnya, di dalam sini terlalu gelap. Setiap sudut tidak diberi lentera, memaksa Maria untuk berjalan dengan perlahan agar tidak menabrak sesuatu.

Rak-rak besar berisikan beberapa senjata api ditaruh dengan sempurna. Banyak sekali barang-barang yang dimiliki Celestial secara ilegal. Namun, bukan itu yang Maria cari. Ia berjalan semakin jauh, meneliti isi gudang ini. Saat melewati sebuah laci besar, langkahnya seketika terhenti. Ia membuka laci tesebut—ini yang ia cari. Bubuk obat tidur yang berada dalam plastik kecil. Maria mengambilnya satu, lalu mengambil revolver dengan peluru yang terisi penuh.

Netranya kini beralih pada sapu tangan yang berada di sebuah rak kecil. Maria mengambilnya juga. Lalu mencari barang lain yang ia inginkan. Maria sesekali mengagumi senjata yang dimiliki Celestial. Tidak banyak, tetapi cukup membuat Maria kagum. Maria mengambil sebuah tas ransel yang sudah berdebu dan memasukkan semua yang ia bawa. Ia juga mengambil bensin dan korek api yang ia temukan. Tak lupa dengan tali. Gudang penyimpanan milik Celestial memang yang terbaik, Maria tidak perlu susah-susah mencari apa yang ia inginkan.

Dengan begini, rencananya akan berhasil.

***

Hujan hari ini sangat deras, bahkan angin terasa sangat dingin saat menusuk kulit. Berjalan di atas tangga pada derasnya malam ini, berdiri di sisi jembatan dan melihat pemandangan langit gelap. Bulan bersinar dari balik awan mendung yang menutupinya, bintang tidak menampakkan diri untuk menampilkan betapa indahnya dirinya. 

Tubuhnya dibiarkan basah akibat rintik air hujan deras. Tidak menggunakan payung, hanya menggunakan gaun sederhana dan jubah sebagai pelindung tubuhnya. Ransel yang ia gunakan di pundak dari balik jubah, tidak begitu memikirkan jika ranselnya bisa saja basah terkena air. Netra yang awalnya berkutik pada langit malam hari kini melihat ke arah menara jam yang bernama Mythera, terletak di belakangnya.

Jarum jam belum menunjukkan jika waktu telah tengah malam, bulan bahkan belum mencapai titik tertingginya. Maria berjalan menuju tempat yang ia tuju, berharap jika tujuannya tercapai tanpa penghalang. Kakinya tak lagi menginjaki jembatan, ia kini berjalan di trotoar dan menoleh ke kanan dan kiri, mengabaikan tatapan orang lain yang menatap aneh ke dirinya. Entah karena ia membiarkan tubuhnya basah kuyup atau jubahnya yang besar.

Ia tidak menghiraukan tatapan aneh dari beberapa orang, netranya masih berkutik mencari tempat yang ia cari. Bermodalkan ingatan, setidaknya ia berusaha untuk mencari. Maria selalu dipertemukan takdir baik yang buruk, ia menemukan apa yang ia cari. Restoran makanan sederhana yang sedang melayani pelanggan berada di seberangnya. Restoran sederhana itu menggunakan jendela besar, menampilkan orang-orang yang berada di dalamnya.

Maria berdiri di samping tiang lentera, menyandarkan tubuhnya dan menatap kondisi restoran dari luar. Ia kembali melirik ke menara Mythera, seharusnya sekarang restoran mana pun akan tutup di jam ini. Namun, ia kini menoleh pada pengunjung ke luar dari dalam restoran dan pergi. Senyuman tipis terukir di wajahnya. Ia masih menunggu di bawah rintik hujan deras, mengabaikan betapa dinginnya udara malam ini.

Pintu restoran dibuka kembali, menampilkan seorang perempuan. Gaunnya indah, tampak seperti gaun sekelas bangsawan. Surainya panjang, tangannya lentik, tubuhnya ramping. Perempuan itu memegang sebuah payung, berjalan tanpa menyadari Maria di seberangnya. 

Maria mengikutinya dengan diam-diam, mencoba tidak mengeluarkan suara langkah kaki pada trotoar dengan genangan air. Ia mengeluarkan sapu tangan dari ranselnya yang sudah ia siapkan sebelumnya. Tangan kanannya kini memegang sapu tangan itu dengan kuat, menghindari rintik air hujan agar tidak membasahi sapu tangan. Langkahnya dipercepat dan di sekelilingnya tidak ada orang.

Tangan kirinya menarik pundak kiri perempuan itu, sementara tangan kanannya membekap wajah perempuan itu dengan  sapu tangannya. Terjadi pemberontakan, tetapi Maria dapat dengan mudah mengimbanginya. Tubuh perempuan itu kaku, tetapi saat detik demi detik berjalan, tubuhnya melemas. Perempuan itu pingsan akibat sapu tangan berisikan bubuk obat tidur yang dihirup oleh perempuan itu.

Tertangkap kau, Gadis Cantik.

𝐂𝐡𝐫𝐨𝐧𝐢𝐜𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐍𝐚𝐦𝐞𝐥𝐞𝐬𝐬 𝐆𝐢𝐫𝐥 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang