21 - Clear

690 77 37
                                    

Author POV

Berhari-hari sudah berlalu sejak Justin dan Heza bicara berdua di pantai, setelah itu tak ada hal baru yang terjadi, mereka tampak menjalani kehidupan seperti biasanya. Namun Gita masih tidak merasa tenang, dia masih merasa bersalah terhadap Heza. Bagaimana tidak? putranya itu sudah menyiapkan masa depan yang begitu tertata tapi malah dia hancurkan begitu saja. Belum ada 2 bulan mereka tinggal bersama tapi dia dan Justin sudah menutup masa depan Heza yang begitu cerah.

Saat Gita masih memikirkan hal itu, Adrian masuk ke kamarnya dan duduk di samping Gita.

"Kenapa sayang?" tanya Adrian melihat wajah Gita yang seperti banyak beban.

"Kita... apa nggak terlalu kejam sama Heza mas?" tanya Gita.

"Hm?"

"Setelah tinggal bareng, aku sedikit tidaknya bisa paham tentang Heza mas. Dia selalu punya rencana matang tentang semua hal. Dia juga biasa melakukan banyak hal sendiri termasuk menyiapkan masa depannya, dan dia punya hak buat memilih itu. Mungkin sekarang dia udah bersikap biasa aja, tapi aku masih inget gimana kecewanya dia mas. Aku ngerasa bersalah." kata Gita.

"Aku paham sayang, aku juga ngerasa bersalah, lebih dari yang kamu lihat. Bagaimanapun aku melihat bagaimana Heza menyiapkan semuanya. Tapi terlepas dari kampus itu, dari dulu dia juga selalu pengen punya ibu, punya keluarga yang lengkap dan sekarang kita udah bareng-bareng kayak gini. Heza mungkin menyiapkan segala sesuatu dengan baik sendiri, tapi dia masih remaja. Dia mungkin punya hak memilih tapi bukan berarti kita melepas dia gitu aja. Kita nggak tau apa yang akan terjadi besok, dan 4 tahun bukan waktu yang sebentar." kata Adrian, memegang tangan Gita sebelum melanjutkan..

"Heza tumbuh menjadi anak yang mandiri. Tapi justru karena itu, karena dia bisa melakukan apa-apa sendiri dia jadi lebih tertutup. Tidak seperti Justin yang akan cerita sama kamu tentang semua hal yang dia lakuin atau semua masalah yang dia hadapin, Heza akan lebih memilih diam dan menyelesaikan sendiri, lalu memendam itu sendiri. Itu sebabnya dia butuh untuk tetap disini, sama kamu, biar dia punya tempat cerita yang nyaman, kayak Justin." jelas Adrian.

Gita tidak bisa menahan air matanya, merasa bingung dengan apa yang terjadi, merasa bersalah yang amat besar.

"Sayang, Heza sampai sekarang masih sering konsultasi sama dokter, dia punya gangguan tidur yang buruk. Bahkan kadang dia hanya bisa tidur kalau minum obat tidur. Kadang kalau dalam sebulan ada banyak hal penting yang nggak bisa dia tinggal, dia akan minum obat lebih dari yang dianjurkan sama dokter. Aku juga mempertimbangkan itu. Oke, mungkin kalau kamu sama Justin nggak ada disini aku bakalan ijinin dia kuliah disana, itu karena aku juga jarang ada di rumah, aku lebih sering keluar kota atau keluar negeri jadi aku akan kasi dia kebebasan. Tapi sekarang kamu udah disini, kamu bisa bantu dia, dengerin cerita dia kayak kamu dengerin Justin. Kata dokter itu mungkin bisa membantu."

"Gangguan tidurnya seburuk itu?"

"Iya. Jadi tolong ya?"

"Iya mas. Aku akan berusaha biar Heza bisa terbuka sama aku." jawab Gita.

"Makasih ya sayang, jangan salahin diri kamu atau Justin. Aku yakin Heza nggak nyalahin kalian. Kalaupun marah, dia pasti marahnya sama aku. Nanti biar aku yang bicara sama dia."

-

Heza masuk ke dalam apartmentnya yang sepertinya sudah berdebu karena dia jarang datang kesini, apalagi setelah masalah kemarin. Saat Heza masuk ke dalam, dia sedikit terkejut melihat ada sepatu ayahnya yang ada di rak sepatunya, lalu saat Heza melihat ke dalam dan disana ada ayahnya yang sudah menyiapkan makanan di dapur.

"Ayah kok bisa disini?" tanya Heza.

"Udah pulang?"

"Iya."

18 | Haruto Jeongwoo (Sequel Derana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang